Trend technology decoupling berpotensi membuka pintu kemajuan baru bagi Indonesia dalam perdagangan global, yang memungkinkan negara ini untuk menggandakan langkahnya menuju panggung ekonomi dunia. Decoupling sendiri berarti memisahkan ketergantungan teknologi antara negara-negara luar, hal ini yang nantinya dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk merancang strategi perdagangan yang lebih mandiri. Sedangkan menurut research associate dari economic research institute for ASEAN and East Asia, David Christian mengatakan "Technology Decoupling adalah usaha pembatasan akses atau ekspor dan pengurangan tingkat ketergantungan terhadap teknologi tertentu atau barang berkonten teknologi yang dianggap strategis terhadap negara lain atau rival" pungkasnya di event Gambir Trade Talk #14 (15/5/24).
Apa yang melatarbelakangi fenomena ini?
Munculnya fenomena ini dilatarbelakangi karena adanya tingkat ketegangan geopolitik antara negara-negara besar yang saling bersaing dalam bidang teknologi. Masalah lain yang memungkinkan terjadi antar negara rival dimana seringkali adanya pencurian data. Sehingga fenomena decoupling ini diterapkan oleh beberapa negara adidaya untuk mencegah terjadinya hal tersebut, sekaligus mendorong negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.
"Fenomena ini dilatarbelakangi karena adanya rivalitas pada negara lawan, concern keamanan nasional, pencurian HAKI, bahkan spionase" ungkap David.
Selain itu, pandemi global COVID-19 juga melatarbelakangi fenomena ini, dimana pada saat itu memperlihatkan kerentanan rantai pasokan global yang terlalu terpusat pada negara tertentu. Kondisi ini lah yang memicu kesadaran akan pentingnya diversifikasi untuk menjaga keberlanjutan ekonomi.
"Setidaknya ada tiga peristiwa penting yang mengakibatkan fenomena ini yaitu gempa di Tohoku Jepang tahun 2011, pandemi COVID-19, perang Rusia-Ukraina" jelas David.
Negara mana yang telah mengimplementasikan fenomena ini?
Dalam penerapannya, decoupling ini sudah diterapkan pada negara Amerika atas pembatasan terhadap negara China dalam akses dan ekspor teknologi tinggi. Dimana Amerika pada Mei tahun 2019 memasukan Huawei kedalam entity list. "Entity list ini merupakan list perusahaan yang dibuat oleh pemerintah Amerika yang dianggap membahayakan oleh national security Amerika. Sehingga pemerintah Amerika melarang melakukan ekspor teknologi terhadap perusahaan yang tertera pada entity list tersebut" kata David.
Keputusan ini diambil dengan alasan bahwa Huawei dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional Amerika Serikat karena potensi keterkaitannya dengan pemerintah China dan risiko spionase. Hal ini lah yang akhirnya memaksa Huawei untuk mencari alternatif pemasok lain dan mempercepat pengembangan teknologi internal guna mengurangi ketergantungan pada teknologi Amerika.
Selain itu, Amerika juga memberlakukan pembatasan ketat pada ekspor semikonduktor ke China. Pembatasan ini berfokus terhadap chip semikonduktor  yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan seperti Intel, Qualcomm, dan lainnya. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan China yang awalnya bergantung pada semikonduktor Amerika, tetapi juga mempengaruhi perusahaan teknologi global yang memasok komponen ke pasar China. Sebagai respons dari adanya pembatasan yang dilakukan oleh Amerika, China meningkatkan investasi besar-besaran dalam industri semikonduktornya sendiri dan mendorong untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Pembatasan ini menandai titik balik dalam hubungan perdagangan teknologi antara Amerika dan China, dimana dari penerapan fenomena tersebut yang akhirnya mempercepat laju trend decoupling. Amerika tidak hanya berusaha melindungi kepentingan strategisnya saja tetapi juga berupaya menghambat kemajuan teknologi China yang pesat. Di sisi lain, China memandang langkah ini sebagai panggilan untuk memperkuat kemandirian teknologinya.
Pada akhirnya kedua negara kini terlibat dalam perlombaan untuk mendominasi industri teknologi global, yang dampaknya dapat mempengaruhi dinamika perdagangan teknologi di seluruh dunia.
Lalu, bagaimana jika fenomena tren ini diterapkan di Indonesia?
Situasi ini akan berbeda jika diterapkan di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki potensi untuk memanfaatkan fenomena decoupling untuk mengembangkan industri teknologi lokal dan mengurangi ketergantungan pada teknologi asing, kenyataan bahwa Indonesia saat ini belum memiliki industri teknologi yang matang menjadi tantangan utama. Indonesia harus lebih dulu membangun kapasitas industri teknologi sebelum menerapkan decoupling strategy.
Untuk dapat menerapkan teknologi ini dan mencapai kemandirian, Indonesia perlu melakukan investasi secara besar-besaran dalam Research and Development (R&D), serta melakukan peningkatan kualitas pendidikan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics)Â yang mana hal ini nantinya akan menciptakan tenaga kerja yang terampil. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan dukungan regulasi bagi perusahaan-perusahaan teknologi lokal untuk berkembang. Dengan melakukan langkah tersebut, Indonesia mampu mencapai kemajuan yang diharapkan.
Meskipun dalam prosesnya tidak akan mudah dan memakan waktu yang lama, namun investasi terhadap perkembangan industri teknologi lokal akan membawa manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia, serta mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan meningkatkan daya saing global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H