Perebutan angka dalam pendidikan hanya terjadi karena etika dikorbankan demi keuntungan. Apakah sistem pendidikan kita benar-benar menanamkan moral kepada siswa atau mereka yang belajar hanya dalam seni untuk mengejar nilai dengan mengabaikan etika? Apakah pengejaran gila-gilaan ini mendahului kelangsungan integritas dalam suasana yang positif tentang keberhasilan akademis? Mengejar nilai sebagai segalanya cenderung mendorong etika dan kejujuran ke pinggir jalan. Harus ada lebih dari sekadar angka dalam pendidikan; harus ada kedalaman yang dipadukan dengan integritas dan moralitas.
Kekhawatiran untuk meraih nilai akademis yang tinggi merupakan isu utama dalam sektor pendidikan yang saat ini kompetitif. Selain sekolah, orang tua dan masyarakat juga memiliki ekspektasi akan nilai yang baik, yang menciptakan situasi survival of the fittest bagi sebagian besar siswa yang semakin tertekan untuk mendapatkan nilai tersebut. Tekanan ini kemungkinan mengalihkan perhatian dari moral dan etika, khususnya kejujuran. Saluran normal untuk mencapai tujuan akademis, seperti memanipulasi data dalam tugas atau menyontek pada ujian, sering digunakan di bawah tekanan ini. Hal ini tidak hanya merusak martabat seseorang tetapi juga bertindak untuk mengakar budaya di mana menyontek adalah cara termudah yang sah untuk menyelesaikan sesuatu. Data menunjukkan bahwa kecurangan akademis sedang meningkat di semua tingkat pendidikan. Ini adalah bukti bahwa siswa lebih suka mendapatkan nilai tinggi dengan metode yang salah daripada mencoba cara yang benar. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak pertumbuhan karakter siswa dan juga kredibilitas organisasi.
 A. Argumen Utama dengan Nilai dan Integritas:
Kecurangan dan perilaku tidak jujur dalam konteks akademis dapat berdampak besar dalam jangka panjang pada siswa. Berikut ini adalah rincian dampak utama yang perlu dipertimbangkan:
1. Menghambat proses pembelajaran
2. Hilangnya integritas dan kejujuran
3. Rendahnya rasa percaya diri
4. Tidak mampu menghadapi tantangan
5. Ketidakmampuan menghadapi dunia luar
Budaya lingkungan di sekolah dapat memiliki efek yang luas dan merusak atmosfer pendidikan. Kepercayaan antara siswa dan pendidik terganggu ketika siswa terlibat dalam situasi, yang mengakibatkan pengawasan yang lebih ketat dan hubungan yang lebih tegang. Siswa yang merasa tidak percaya dapat merasa diabaikan, yang menciptakan jarak emosional antara guru dan siswanya. Selain itu, budaya ini menyebabkan siswa merasa bahwa mencontek adalah satu-satunya cara untuk bersaing. Nilai-nilai moral dan etika juga rusak ketika kondisi dianggap normal, membuat siswa lebih fokus pada hasil daripada proses belajar. Dampak jangka panjang adalah pembentukan karakter yang buruk; siswa yang terbiasa berbohong mungkin membawa sikap ini ke dunia nyata.Â
  Selain itu, siswa yang jujur merasa kecewa ketika melihat teman-teman mereka mendapatkan nilai baik karena keadaan. Secara keseluruhan, kinerja budaya merusak kejujuran dan keperecayaan dalam komunitas pendidikan, sehingga penting bagi sekolah untuk mempertahankan prinsip jujur dan integritas. Pendidikan adalah untuk membentuk karakter dan integritas siswa. Namun, dalam dunia pendidikan yang semakin fokus pada pencapaian nilai akademik, kita sering melupakan tujuan sebenarnya dari pendidikan. Kecurangan akademik dan menyontek menciptakan budaya yang tidak sehat di lingkungan pendidikan selain merusak prinsip pribadi. Penting bagi kita semua---orang tua, guru, dan masyarakat---untuk bekerja sama untuk mendukung pendidikan yang menyeimbangkan nilai dan moral untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga bermoral. Hanya dengan cara ini, kami dapat menjamin bahwa pendidikan benar-benar mempersiapkan siswa untuk masa depan yang lebih baik dan adil.Â