Bentuk lain dari Omnibus Law di Amerika juga terdapat dalam Omnibus Trade and Competitiveness Act of 1988 (OTCA). OTCA ini disusun dalam rangka untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan Amerika Serikat pada saat itu. OCTA tersusun atas 10 BAB, 44 Subbab, dan 10013 Pasal.Â
Undang -- undang ini dilahirkan sebagai otoritas untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan timbal balik (Uruguay Round) melakukan revisi secara luas dari Undang -- undang Perdagangan, penyesuaian bantuan, dorongan ekspor, harmonisasi tarif, kebijakan perdagangan internasional, perdagangan pertanian dan telekomunikasi, perdagangan teknologi internasional, kebijakan daya saing, investasi asing, Undang-Undang Praktik Korupsi Asing, pengadaan pemerintah, kebijakan paten, Sematech, dan defisit anggaran. Dengan adanya OTCA ini maka semua aturan tersebut di dalam satu payun undang-undang.
Pada akhirnya, dalam kebutuhan menjawab permasalahan dari konsep Omnibus Law itu sendiri tidak dapat didefinisikan secara umum dan sederhana sebagai satu undang-undang yang dapat merevisi puluhan undang-undang lainnya. Omnibus Law ini sendiri bukanlah undang-undang utama/induk dan juga bukanlah undang-undang dengan kodifikasi.Â
Konsep Omnibus Law ini sendiri terkait persoalan teknisnya yaitu untuk membentuk rancangan undang-undang yang dapat mengatur banyak hal yang dipersatukan dengan kesamaan tujuan. Mengatur hal-hal khusus tertentu (tematik) dengan mengubah beberapa ketentuan serta aturan di banyak undang-undang lain yang masih terkait dengan tujuan utama. Tujuan jangka panjang ini untuk dapat memudahkan kinerja dari badan legislatif agar dapat membahas secara bersamaan serta dapat dalam satu waktu ketika pengambilan keputusan.
Terkait masalah serta tantangan dari penerapannya di Indonesia, konsep omnibus akan dihadapkan oleh beberapa tantangan, yaitu teknik peraturan peraturan perundang-undangan, penerapan asas peraturan perundang-undangan, dan potensi terjadinya resentralisasi. Selain itu, dengan diberlakukannya undang-undang ini akan membawa perhatian lebih kepada permasalahan transparansi. Selain dikarenakan kurang melibatkan banyak pihak yaitu tujuan dari penyerdehanaan regulasinya lebih condong kepada investor atau pengusaha. Untuk itu, perlu kesepakatan dan kesepahaman antara pembentuk undang-undang baik terkait format dan mekanisme pembahasan substansialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H