Perlombaan dalam kehidupan manusia adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan. Berlomba mendapatkan nilai tertinggi, waktu tercepat menempuh 100 m, dan pekerjaan terbaik, itulah beberapa dari dunia perlombaan yang tidak ada batasnya. Saat berlomba, kita tidak mungkin tidak akan menghadapi lawan yang keji, curang, atau lebih kuat.Â
Itulah mengapa sebagai manusia, latihan kemampuan dan penajaman insting menjadi cara kita untuk mencapai kemenangan dari lomba-lomba ini. Dengan dunia yang mulai berkembang terus menerus, internet merupakan daya primer dari segala pergerakan masyarakat maya. Dunia maya tersebut tetap terisi dengan perlombaan, dan salah satunya merupakan video game.
Dasarnya, video game bukan selalu terelasi dengan internet. Hal ini dibuktikan dengan sejarah bahwa adanya penemuan video game pertama pada Oktober 1958 oleh fisikawan William Higinbotham. Adanya internet hanya mempercepat perkembangan dunia video game yang mulai merajalela ke seluruh penjuru dunia.Â
Video game diciptakan dan dikembangkan dengan tujuan pertama yaitu sebagai hiburan interaktif dalam dunia maya. Di sisi lain, catatan sejarah mengenai artikel dan surat kabar tidak selalu mencerminkan perkembangan video game dengan baik. Pada artikel ini, mari kita jelajahi mengapa online video game berpotensi menyebabkan perubahan watak jelek.
Kita pertama harus melihat dari sisi sejarah terlebih dahulu. Era video game sederhana mulai dengan adanya Tetris, snake game, ping-pong, beberapa permainan sederhana pertama dalam dunia maya. Permainan seperti ini berkembang seiring waktu dan diadaptasikan dalam sebuah game console seperti Nintendo dan Playstation.Â
Cara bermainnya juga mulai bervariasi, dan beberapa permainan pada saat itu sudah bisa bermain berdua atau lebih. Dunia video game berkembang terus menerus, sampai pada titik yang memulai namanya "Online Video Game". Salah satu video game pertama yang memperkenalkan sistem online adalah "QUAKE", permainan yang melibatkan beragam senjata senapan. Lucunya, permainan ini jugalah permainan pertama yang memperkenalkan pemandangan aspek kompetitif dalam dunia online video game.
Lalu, mengapa sekarang skema kompetitif ini mulai berdampak negatif? Sebenarnya bukan karena acara-acara kompetisi seperti ini yang menjadi pengaruh buruk bagi para peminat dan konsumen video games. Masalahnya sebenarnya terdapat pada industri dan lingkungan permainannya sendiri.Â
Secara mendasar, skema kompetitif ini merupakan perlombaan seperti dalam dunia nyata, hanya saja kali ini merupakan permainan maya. Hanya saja, industri video game memanfaatkan daya tarik skema kompetisi-kompetisi game-game seperti ini dengan mempublikasikan beragam karya lainnya yang mengikuti genre shooter, genre yang termudah dijadikan sebuah kompetisi. Selain shooter, genre lain seperti MOBA yang memuat Dota, League of Legends, dan Mobile Legends juga memiliki lapangan kompetisi yang lumayan terkenal. Kedua genre ini habis dipakai pada era tahun 2000 menengah hingga sekarang.Â
Tambang minyak industri ini menyebabkan produksi mereka terfokus pada video games yang menjunjung tinggi keahlian dan komitmen. Beberapa permainan seperti ini juga memasukkan mikro-transaksi untuk kosmetik tambahan bagi inventori pemain. Kedua hal ini menjadi faktor pokok dari munculnya adiksi seorang pemain terhadap game-nya, dan karena game-nya menuntut komitmen waktu dan terkadang uang, kekesalan saat mereka kalah dalam pertandingan akan lebih besar dibandingkan pemain biasa. Dari sini dapat kita tarik akar permasalahan.
Untuk memperjelas dampak yang disebabkan adiksi, ketika seseorang dapat dikatakan adiksi pada suatu game, ia mulai mendedikasikan waktunya untuk mencapai level atau tingkat yang lebih tinggi. Pengorbanan waktu dan energi ini dapat memunculkan dilema bahwa mereka berkembang. Benar bahwa mereka dapat berkembang jika berdedikasi, namun di sisi lainnya, jika tidak seimbang maka tidaklah sehat.
Mental seorang pemain adalah untuk selalu fokus mencari menang, menang, dan kemenangan. Pada saat pikiran dan tujuan mereka itu saja, sekali mereka kalah akan muncul watak yang tidak diinginkan. Pemain-pemain ini biasanya melampiaskan kekalahan dengan aksi irasional karena terbawa emosi sedih dan amarah.Â
Tingkat stres dan keagresifan meningkat, dan tekanan darah juga meningkat, menyebabkan tubuh dan otak merasa letih. Jika memburuk, keadaan psikologis pemain dapat terancam dengan depresi atau anxiety, dan kesehatan jasmani mereka seperti berat badan bisa naik turun dan tidak stabil.
Adiksi ini tidak sehat, dan jika tidak ditangani maka akan gawat. Di Indonesia terdapat 54,1% Remaja usia 15-18 tahun yang mengalami kecanduan game online. Mereka menggunakan waktu untuk bermain game online 2-10 jam per minggu (Gurusinga, 2020). Angka dan persentase ini akan selalu meningkat jika kita tidak mencegahnya.
Kita mengetahui masalah yang dialami. Kita juga mengetahui dampak psikologis dan jasmani yang juga berpotensi terjadi. Lalu, apa yang dapat kita lakukan sebagai konsumen untuk menghindari potensi pengaruh negatif ini? Untuk kali ini, saya dapat memberi dua jawaban.Â
Jawaban pertama yaitu jawaban paling sederhana adalah untuk menyeimbangkan waktu bermain dan waktu bersosialisasi. Saat kita berada di luar dunia maya, kita berhadapan dengan realita dimana apa yang dilakukan mempunyai konsekuensi yang nyata juga. Di sisi lain, dunia maya lebih berekspresif, dan mempunyai pengawasan yang lebih kurang. Itulah mengapa sosialisasi hanya dalam internet adalah cara yang kurang ampuh dalam mengasah komunikasi hidup.Â
Selain itu, dengan menyeimbangkan waktu, para pemain juga dapat istirahat sejenak agar permainan mereka tidak mulai bosan, dan tidak memakan amarah. Dengan begitu, pikiran dapat lebih jernih, kesehatan jasmani terjaga, dan kemampuan dalam hobi lain dapat dikembangkan.
Jawaban kedua ditawarkan kepada yang sudah mulai merasa adiksi. Ketika sudah adiksi, maka melepaskan adiksi tersebut susah. Jika sudah terlalu parah, maka baik jika mereka mencari bantuan profesional, menjalankan psikoterapi. Cara lain yang juga dapat membantu adalah untuk mengkonsultasikan kepada orang tua dan keluarga terlebih dahulu. Karena keluarga yang terdekat dengan mereka, maka solusi yang ditawarkan juga dapat menyesuaikan sehingga nyaman.
Menyimpulkan segalanya, video game kompetitif dapat kita mainkan asalkan mengetahui batasnya. Jangan sampai keterlaluan, sehingga beresiko merusak kesehatan pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI