Mohon tunggu...
budi santoso
budi santoso Mohon Tunggu... -

Pelindung Fiskal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pajak Butuh Kita!

4 April 2014   04:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Pionir Reformasi Birokrasi, kasus gayus mencuat merupakan tamparan keras bagi unit yang bertanggung jawab dalam mencari lebih dari 80% penerimaan negara. Masyarakat begitu banyak mengecam sampai harus membuat grup di social media untuk menolak bayar pajak. Terlepas dari membayar pajak atau tidak merupakan kewajiban warga negara yang mampu, aspirasi masyarakat tanpa sadar ditunggangi oleh kepentingan kepentingan pihak pihak tertentu.

Kasus gayus sebenarnya merupakan hasil sistem yang dimodernisasi oleh unit pajak sehingga telah diproses secara internal di pajak dan gayus diberikan hukdis pemecatan sesuai dengan wewenang yang dimiliki ditjen pajaknamun dikarenakan permasalahan ini juga terindikasi pidana, maka kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan tipikor guna memproses perkara pidana. nah, makelar kasus baru muncul disaat susno duadji mengadukan hal tersebut yang mengindikasikan keterlibatan oknum polisi dan jaksa dalam hal ini artinya wilayah autorisasi sudah bukan di Ditjen Pajak lagi.

Poinnya bukan terletak di palagraph diatas melainkan adanya pihak pihak yang membonceng kasus ini guna menggembosi otoritas perpajakan di indonesia. Banyak hal-hal yang luput dari pengamatan masyarakat dikarenakan media pada saat itu sepertinya tidak tertarik mengulik lebih dalam terhadap hal-hal tersebut.

Pengembosan unit pajak berhasil dan  mengakibatkan reformasi pajak berjalan di tempat bahkan mundur beberapa tahun, padahal reformasi pajak berikutnya adalah penguatan kewenangan otoritas perpajakan.

Pemerintahan saat itu bukannya memberikan solusi malah menjaga jarak dengan unit pajak seolah olah mereka lupa bahwa yang sedang digembosi adalah mesin uangnya. Pemerintah hanya menuntut namun tidak mencoba untuk menambah resources yang teralihkan sebagian besar ke proses bisnis baru yang diciptakan buru buru untuk meningkatkan kepercayaan wajib pajak. kebijakan tersebut menjadi bumerang bagi administrasi perpajakan dikarenakan tidakdisertai oleh kewenangan di bidang SDM, anggaran dan organisasi yang sangat diperlukan untuk berbenah.    Diibaratkan unit pajak harus berusaha sendiri dengan apa yang dimiliki.  sungguh hal tersebut bertentangan dengan peribahasa pemberantasan korupsi “tangkap tikusnya, jangan dibakar gubuknya”.

Sungguh legislatif dan pemerintah tahu bahwa membubarkan unit pajak adalah hal yang tidak mungkin, Peru telah menjadi contoh kasus dimana pegawai pajak berdemo mogok kerja selama 5 bulan dikarenakan pendapatan mereka diturunkan 3 kali lipat. mogok kerja tersebut menghilangkan lebih dari 60% pendapatan negara dan melumpuhkan administrasi perpajakan lebih dri setahun.

Dengan reformasi perpajakan yang jalan ditempat alias mandek dikarenakan ketidaktersediaan kewenangan yang cukup, maka pendapatan negara melalui pajak yang optimal pun tidak pernah maksimal dan memberikan pembiayaan belanja negara secara mandiri. Akhirnya Pemerintah dipaksa mencari alternative lain, yang sudah pasti adalah Utang dalam negeri dan luar negeri. Bangsa ini kembali lagi, belum akan merdeka secara ekonomi dan selalu bergantung pada arahan pihak asing.

Siapa yang dirugikan dengan pengembosan ini? tentu masyarakat pada umumnya.

masyarakat sebenarnya mendapat efek dan dampak dari ketidakmaksimalan penerimaan pajak, mungkin pembaca pernah mengeluh kenapa di tempat saya belum di bangun MRT seperti negeri tetangga?  atau jika pekerja honorer bertanya kenapa saya belum diangkat sebagai PNS,atau KPK harusnya diperkuat , ditambah anggarannya dan pasukannya atau Anak saya pintar dan ingin Kuliah namun saya tidak mampu, apakah ada kuliahan gratis buat saya yang miskin ini? Anak saya sakit, alangkah mahalnya obat obatan..atau anda pernah berfikir ketika melihat konvoi pejabat dan anda di stop " arogan sekali, padahal jalanan ini dibiayai oleh pajak yang kami bayarkan?? dan sebagainya.

Tentu anda semua pernah berfikir atau paling tidak mendengar hal hal tersebut atau mirip dalam kehidupan anda sampai hari ini. kesemuanya karena keterbatasan pemerintah akibat terbatasnya anggaran yang bisa digunakan akibat penerimaan pajak tidak maksimal. saya rasa anda setuju apabila kita ambil kesimpulan bahwa PAJAK amat berpengaruh dalam hidup setiap insan di negeri ini baik langsung atau tidak langsung.

Kasus kasus setelah gayus merupakan rentetan dari hasil sistem kepatuhan internal Ditjen Pajak yang sudah berjalan efektif. namun kembali lagi, setiap ada yang muncul, perspektif  masyarakat beranggapan bahwa masih banyak tikus tikus di pajak padahal faktanya adalah hasil tersebut merupakan kerjasama PAJAK dan KPK. Stigma bahwa makin banyak yang tertangkap berarti unitnya korupsi menurut saya tidak sepenuhnya benar, banyak dimensi yang harus dilihat mulai dari banyaknya pegawai, kesempatan berbanding dengan kebutuhan dan perlindunga justru indikasi tersebut mencerminkan peningkatan kualitas suatu sistem pengendalian internal (Arjain, 1998)

Target penerimaan pajak tidak pernah tercapai sejak jaman gayus sehingga pemerintah pun mengeluarkan alternative lain guna menambah pembiayaan belanjanya, melalui ORI alias utang internal plus hutang hutang eksternal. OECD selalu menyarankan agar dilakukan pendelegasian wewenang SDM, anggaran dan organisasi ke DJP sebagai kompensasi atas beban yang diberikan negara sebagai mesin uang utama, namun ntah apa alasannya, pemerintahan tidak bergeming atau jangan jangan ada asymetry information antara presiden dan Ditjen pajak sehingga lack information.

Jangan bermimpi kita menghasilkan banyak uang dari sumber daya alam dan migas, cadangan kita tidak sebesar arab Saudi atau negara negara minyak dan SDA. sekalipun ada, kita harus berhemat karena salah satu yang perlu kita cadangkan sebagai atribut pertahanan nasional adalah cadangan minyak dan gas.

Sebelum menuju ke pihak pihak tersebut, ada beberapa hal yang perlu disadari oleh rakyat kebanyakan yaitu :

1.Belanja negara ini 80% ditopang oleh penerimaan pajak

Bagaimana jika otoritas pajak tidak ada? tentu pajak akan dibayarkan asal asalan dan berharap bahwa seluruh penduduk Indonesia adalah malaikat.

2.Otoritas Pajak kuatmengakibatkan orang sangat kaya yang hanya melaporkan hartanya sebagian bahkan yang tidak melaporkan hartanya menjadi Resah.

yang khawatir jika otoritas pajak kuat adalah orang orang kaya..bagaimana tidak resah, bertemu dengan aparat yang tidak bisa disuap, penegakan hukum yang konsisten dan tegas, setiap tindak tanduk mereka dalam transaksi ekonomi dapat dilacak oleh unit pajak bahkan asset asset di luar negeri. Banyak kasus di luar negeri , orang oerang kaya berganti kewarganegaraannya karena merasa risih dengan kekuatan otoritas pajak di negaranya, tapi saya belum pernah mendengar orang yang tidak mampu berganti kewarganegaraan karena pajak hanya dikenakan bagi rakyat yang “mampu”

3.Memberikan keadilan bagi pelaku usaha, masyarakat, orang kaya yang telah benar dan patuh dalam kewajiban perpajakannya

Otoritas Pajak harus kuat untuk menjamin perlakuan pajak yang sama di mata undang-undang perpajakan. Wajib Pajak yang jujur melaporkan tentu akan memiliki selisih kekayaan yang lebih kecil dibandingkan yang mengemplang pajak, Dengan selisih tersebut, di tengah situasi perekonomian yang kompetitif ini mengakibatkan perbedaan yang krusial terjkait kegiatan usaha wajib pajak, yang mana pengemplang pajak akan mempunyai dana lebih untuk melakukan banyak hal dalam memenangkan persaingan.

Jangan sampai Wajib Pajak yang terverifikasi patuh menuntut ke pemerintah untuk memberikan keadilan yang sama di mata UU perpajakan.

sebagai contoh : "Bagaimana bisa seorang pengusaha yang patuh diperiksa selalu sementara ada pejabat merangkap pengusaha malah tidak pernah sekalipun diuji kebenaran pelaporan pajaknya dikarenakan ketidakberdayaan otoritas pajak terhadap tekanan politik dan ketidaktersediaan wewenang.

4.Otoritas Pajak Menguat , Pemerintah tepat janji dan masyarakat terutama masyarakat tidak mampu bahagia

Anda perhatikan selama pesta demokrasi ini banyak janji politik yang disqampaikan oleh partai partai idola saudara dan capres cawapresnya, indah indah bukan? dan kebanyakan programnyqa menyentuh masyarakat umum, kelas menengah ke bawah, kalau bisa segalanya dipermurah, namun belajar dari pemilu sebelumnya , berapa persen terealisir?? tidak banyak bukan. karena peserta pemilu saat itu dan masyarakat termasuk saya lupa terhadap hal penting yaitu Uang yang dipakai untuk merealisirkan janji janji itu dari mana??  tidak ada yang dapat menjelaskan sehingga pada saat pemenang pemilu meraih keekuasaan, mereka bingung darimana pembiayaan janji politik tersebut dan akhirnya anggaran terbatas sehingga mengikat ruang gerak pemerintahan. jadi jangan terbujuk dulu dengan janji kalau tidak jelas duitnya darimana hehehhee

Pajak adalah sumber utama penerimaan negara, jika penerimaan pajak maksimal maka pembiayaan belanja pun dapat dilakukan mandiri dan pemerintah dapat berbuat lebih.  janji janji politik yang indah indah pun bukan menjadi isapan jempol belaka.

lalu pihak pihak mana yang berkepentingan dalam menggembosi otoritas pajak pada saat itu, berikut daftarnya :

1.Masih ingat sebelum kasus gayus ada, Ditjen Pajak kala itu akan mengumumkan 10 Penunggak Pajak terbesar?  salah satunya adalah Capres saat ini, bahkan beliau sempat terlibat konflik dengan sri mulyani kala itu

#menolaklupa, silakan googling

2.Kreditur Asing/Pihak Asing

Jelas, kalau negara bisa dibiayai secara mandiri , Indonesia tidak dapat diatur atur lagi. toh Indonesia telah merdeka dari jeratan hutang heheheh, jadi bagaimana caranya? hambat penerimaan pajaknya mulai dari peraturan peraturan yang disusupi kepentingan mereka untuk mendistorsi/mengurangi penerimaan pajak atas nama investasi dan pengairahan ekonomi untuk sektor usaha tertentu atau memaksa internal Pajak membuat aturan melalui Kemenkeu sebagai atasan DJP sehingga menimbulkan permasalahan administrasi dan kebingungan di unit operasional atas nama pelayanan , menyusupkan antek antek mereka ke wilayah pimpinan pemerintahan dan memiliki akses mempengaruhi kebijakan perpajakan sampai dengan menghambat ruang gerak otoritas perpajakan dengan mengebiri kewenangan yang wajib dimiliki unit pajak di negara negara maju.

3.Pengemplang-Pengemplang Pajak

Masih ingat kasus asian agri, antara tahun 2007-2008 otoritas pajak gencar gencarnya menyelidiki kasus agri yang ntah kebetulan atau apa, kasus gayus mencuat dan mengalihkan fokus Ditjen Pajak dari asian agri. Otoritas pajak tidakdapat fokus di saat itu akibat sentimen negatif sehingga kasusnya molor dan aktor aktor uatamanya dipindahkan kemana mana. Alhamdullilah, saat ini kasus tersebut mulai menunjukan sisi terang kembali. masyarakat harus mengawal kasus ini tentunya KPK juga. Ditjen Pajak dan KPK telah memiliki hubungan hangat jauh sebelum kasus gayus karena KPK memahami bahwa Gayus merupakan hasil dari kefektifan sistem kontrol yang dibangun oleh ditjen pajak namun celakanya lolos pada saat berada di pengadilan di luar wewenang pajak.

banyak sindikat sindikat perusahaan besar yang juga pengemplang pajak mengambil untung dari ketidak fokusan aparat pajak pada saat itu, banyak potensi uang negara yang hilang akibat pengembosan unit pajak kala itu.

4. Kaum economy Neoliberal

Kaum ini bermuka dua, di negara asalnya , kaum ini tidak pernah menentang kemandirian unit pengumpul pajak dari sisi SDM, Anggaran dan Organisasi. namun di negara negara yang memiliki hutang besar, mereka seolah seolah tak bergeming di saat unit pengumpul pajak di negara tersebut tidak diberikan wewenang selayaknya di negara asal paham ini.

kenapa?? karena mereka tidak mau Indonesia lepas dari cengkraman hutang asing.. mereka berkepentingan untuk menjaga hubungan Tuan negara kapitalis  dan Budak negara berkembang kalau tidak dari hutang darimana lagi kemampuan menekan dan memaksakan kehendak pada suatu negara. Jaman ini militer sudah bukan merupakan trend.

Oleh karenanya, dengan mendukung Partai dan Presiden yang mampu memperkuat unit pengumpul pajak negara ini, kita telah menolong diri kita sendiri, anak dan cucu kita kelak juga membantu peningkatan derajat bangsa ini.

"Boleh Rijit untuk urusan belanja, tapi lebih flexible dalam Penerimaan" ( someone, 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun