Mohon tunggu...
Retty Hakim
Retty Hakim Mohon Tunggu... Relawan - Senang belajar dan berbagi

Mulai menulis untuk portal jurnalisme warga sejak tahun 2007, bentuk partisipasi sebagai warga global.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Terindah: 100 Tahun Penuh Syukur

30 Juli 2022   16:55 Diperbarui: 30 Juli 2022   17:03 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak dari Bernadette Wirayadi dalam peluncuran buku 100 Tahun Penuh Syukur, 23 Juli 2022 di Jakarta (dok: dr. Francinita Nati)

Memang tidak semua kisah beliau bisa terekam dengan detail dalam buku ini, tetapi kisah dan semangat hidup yang ingin dibagikannya agar siapapun yang membaca buku ini bisa ikut terinspirasi dan tidak letih berjuang. Bersyukur kepada Tuhan adalah kunci utama untuk sukses menjalani kehidupan ini.

Peluncuran buku pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2022, seakan menguatkan betapa Sang Bunda memberikan kasihnya pada anak-anaknya, memberikan warisan kasihnya untuk diteruskan pada anak dan cucu mereka. Pada hari itu anak-anak, cucu dan cicit bersatu, berkumpul mengenang kasih itu. 

Keluarga besar dan teman-teman dalam undangan terbatas karena kondisi pandemi yang belum mereda, bisa merasakan pesan yang ingin disampaikannya untuk selalu bersatu, saling mengasihi, saling membantu. Bahkan membantu orang-orang yang hadir dalam kehidupan mereka, karena Tuhan akan selalu memberi kembali pada waktuNya.

Ngadiyo, dari penerbit Diomedia, dalam pesan yang disampaikan melalui video, menjelaskan betapa kuat pesan itu terasakan pada saat menyunting buku tersebut. 

Buku Biografi Bernadette Wirayadi
Buku Biografi Bernadette Wirayadi

Dan pesan Oma Bernadette tersampaikan melalui  lagu kesayangannya, Hidup Ini Adalah Kesempatan, diharapkan pembaca ikut termotivasi untuk sungguh-sungguh mengisi hidup yang diberikan dengan hal-hal yang berguna dan berarti bagi Tuhan.

Hingga akhir hayatnya, Bernadette Wirayadi (Tan Sioe Eng) setia menggunakan "kubaya nona-nona" alias kebaya yang biasa digunakan oleh perempuan peranakan. 

Sebagai tanda kasih pada ibunda mereka, anak-anak perempuan yang bisa menggunakan kebaya ibundanya malam itu hadir dengan memakai kebaya bundanya.  

Kecintaannya pada budaya lokal disampaikannya dengan setia berkebaya, bahkan di balik mantel musim dingin ketika berjalan-jalan ke luar negeri. 

Sungguh sosok inspiratif yang sangat menarik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun