Mohon tunggu...
Retty Hakim
Retty Hakim Mohon Tunggu... Relawan - Senang belajar dan berbagi

Mulai menulis untuk portal jurnalisme warga sejak tahun 2007, bentuk partisipasi sebagai warga global.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arjuna dalam Kacamata Sanskerta 2019

23 Juni 2019   18:49 Diperbarui: 24 Juni 2019   17:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihat saja Nakula dan Sadewa yang paling sering mengocok tawa penonton. Mereka dengan santai menggunakan logat Betawi dan melemparkan candaan dalam bahasa gaul terkini. Dengan cuek juga mereka melanjutkan pantun dengan lagu rap. Mereka bermain, bertengkar, dan menjalani hdiup dengan santai. Khas anak muda...

Perlengkapan yang digunakan juga dibawa santai, Nakula dan Sadewa dengan girang ditampilkan bermain sepeda. Lakon yang ditampilkan terkadang terasa pengaruh Lenong Betawi, terkadang terasa kilasan gaya Opera van Java. Ada kalanya gaya teatrikal yang kuat mencuat. Semuanya tampil cair tanpa beban. 

Pemakaian properti tidak menjadi beban dalam drama musikal Arjuna (foto: Retty N. Hakim)
Pemakaian properti tidak menjadi beban dalam drama musikal Arjuna (foto: Retty N. Hakim)

Para bidadari yang datang menggoda Arjuna dalam pertapaannya dengan bebas digambarkan melalui tarian balet yang tampil memukau dalam kekuatan permainan cahaya di atas panggung teater. 

Permainan cahaya dan gerak lagu yang mempesona juga tampil dalam adegan Bale Sigala-gala yakni kebakaran di Jatugreha yang didiami Kunthi dan Pandawa bersama Draupadi. Pakaian para penari yang memerankan lidah-lidah api yang menari-nari membakar rumah tampil hidup dalam kostum yang mampu memperkuat kesan visualnya. 

Api yang membakar kediaman Pandawa akibat iri hati dan ketakutan Duryodhana (foto: Retty N. Hakim)
Api yang membakar kediaman Pandawa akibat iri hati dan ketakutan Duryodhana (foto: Retty N. Hakim)

Sikap sombong Arjuna mencapai titik keterpurukannya ketika Draupadi, sang istri, dipermalukan oleh Duryodhana beserta Dursasana dan para Kurawa. Bagaimana seorang suami tidak mampu membela istrinya, merupakan pukulan yang sangat berat baginya. Sanskerta 2019 memang memilih untuk melihat kisah dari sudut pandang Arjuna, terlepas dari kontroversi versi India di mana Draupadi harus menjadi istri kelima Pandawa, atau versi Jawa di mana ia lebih dikenal sebagai istri Yudhistira.

Ketidak-berdayaan Draupadi ditambah keputus-asaan yang dirasakannya karena tidak dibela oleh suaminya, Arjuna, diperankan dengan gemilang oleh Jane Anastasha. Didukung dengan koreografi apik dari Siko Setyanto dan tim koreografernya, peristiwa Draupadi mempertahankan tubuhnya, walaupun terlindungi oleh kain bajunya yang tidak pernah habis karena pertolongan Dewa Khrisna, merupakan penyampaian visual yang sangat kuat. 

dokpri
dokpri
Arjuna, yang diperankan oleh Abednego, tampil tidak berdaya untuk membela Draupadi. Bahkan ketika ia berniat untuk pergi bertapa agar dapat menambah ilmu guna mampu mengalahkan Duryodhana, tuduhan tajam Draupadi menghunjam, "Sudah tidak mampu melindungi, mau pergi pula..." Tetapi Arjuna berhasil meyakinkan Draupadi kalau kepergiannya bukan penghindaran, melainkan untuk memperkuat diri agar bisa membalaskan dendam Draupadi. 
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
 Walaupun digoda oleh para bidadari, Arjuna tetap setia dalam tapanya. Dari seorang yang sombong, yang menganggap hebat dirinya, Arjuna sudah mengalami transformasi yang memampukannya mengakui betapa ia membutuhkan bantuan Ilahi. Dengan bekal pasupati, anak panah sakti yang diperolehnya dari Mahadewa, ia akhirnya berhasil mengalahkan Kurawa. 
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Bagian akhir dari kisah Arjuna ini sangat saran pesan moral, walaupun mungkin tidak perlu semuanya dinyatakan secara verbal. Pesan tentang pengampunan, tentang kejujuran, kerendahan hati seharusnya tersampaikan dalam lakon. Walaupun Arjuna merupakan titik pandang utama dari kisah ini, tapi dari setiap tokoh sebenarnya sudah tereksplorasi pesan moralnya.

Yudhistira yang jatuh dalam kelemahan dirinya yang suka berjudi, sampai hati menjual saudara-saudaranya beserta Draupadi. Duryodhana yang selalu mendapat  dukungan dari Dretarastra terlalu tamak untuk membiarkan Pandawa hidup senang di atas kerja keras mereka sendiri. Rasa iri, ketamakan, dan termakan hasutan membuatnya terus berupaya jahat.

Sutradara Markus Hardjanto beserta seluruh tim kerjanya sukses membawa penonton untuk berinteraksi dengan penampilan teater tanpa terkesan berat dan membosankan. 

Semangat Sanskerta 2019 sebenarnya sangat menarik bila direfleksikan juga pada kondisi politik NKRI akhir-akhir ini. Inilah nilai terpenting dari sebuah tontonan, dimana penonton pulang bukan hanya terpuaskan dari segi visual tapi juga digugah untuk refleksi diri dan terinspirasi untuk menjadi bagian dari perubahan. 

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun