Mohon tunggu...
Retty Hakim
Retty Hakim Mohon Tunggu... Relawan - Senang belajar dan berbagi

Mulai menulis untuk portal jurnalisme warga sejak tahun 2007, bentuk partisipasi sebagai warga global.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tolong, Jangan Jadikan Sekolah Sebagai Tempat Pembodohan!

19 September 2014   18:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:13 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu definisi Sekolah adalah usaha untuk menuntut kepandaian. Sementara, dalam sebuah contoh yang diberikan, disebutkan bahwa kata "sudah masak sekolahnya" berarti "sudah pandai benar". Tapi apakah benar sekolah membuat pandai?

Pagi ini, saya baru saja kesal. Salah satu pertanyaan soal PKN untuk siswa SMP kelas VII, yang saya dapatkan dari buku cetak anak saya adalah, "Sebutkan siapakah yang disebut sebagai pendiri negara (founding fathers)?" Anak saya menjawab dengan yakin, "Mr. Muh. Yamin, Mr. Supomo, Ir. Sukarno, dan seluruh rakyat Indonesia." Lho...lho..., sepanjang pengetahuan saya, yang biasanya disebut-sebut sebagai founding fathers Indonesia adalah Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta. "Jawabannya harus itu, Ma...kurang seluruh rakyat Indonesia saja saya disalahkan," kata anak saya menjelaskan. Tapi kemana nama Muhammad Hatta?

[caption id="attachment_360064" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"][/caption]

Jadilah kami bertanya kepada Om Gugel, dan ternyata jawaban wikipedia versi bahasa Inggris (walaupun secara ilmiah dilarang mengutip wikipedia, tapi rasanya masih cukup akurat mengintip ke wikipedia) adalah Sukarno dan Muhammad Hatta.

Sebuah tulisan dari Iwan Satyanegara Kamah di Balytra.com, cukup detail menjelaskan bahwa istilah founding fathers itu dicomot begitu saja dari istilah yang digunakan di Amerika Serikat. Istilah founding fathers ini di negara asalnya adalah orang-orang yang menandatangani Deklarasi AS, ditambah tokoh yang hadir dalam konvensi yang mengesahkan konstitusi negara tersebut. Nah, menurut paparan penulis di tulisan berjudul "Siapa Pendiri Bangsa (Founding Fathers) Republik Indonesia?" itu, sebenarnya ada sekitar tiga puluh orang yang hadir pada waktu naskah Proklamasi dirumuskan dan disetujui, tetapi hanya dua yang menandatanganinya.

[caption id="attachment_360067" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"]

1411100455965799940
1411100455965799940
[/caption]

Masih panjang uraian untuk pendiri bangsa Republik Indonesia ini, sehingga akhirnya anak saya bertanya, "Jadi, saya jawabnya apa dong?" Dengan kesal saya menjawab, "Jawab saja sesuai mau gurumu, asal kamu ingat itu hanya untuk mencari nilai di rapor ya... "

Penulis buku memang tidak secara langsung mengatakan bahwa Founding Fathers NKRI adalah tiga nama tersebut, tetapi dengan pandai menggiring guru untuk membuat risalah jawaban singkat tiga nama tokoh tadi. Dalam uraiannya, pengarang buku menuliskan:

"Dalam pengertian umum, pendiri negara adalah seluruh rakyat Indonesia yang telah berjuang melawan penjajah, dengan semangat cinta tanah air, nasionalisme, rela berkorban jiwa, raga, harta, benda, waktu, tenaga dan sebagainya demi meujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Pendiri negara dalam arti khusus adalah para tokoh pejuang nasional yang telah merumuskan dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia."


Selanjutnya setelah beberapa uraian mengenai keberagaman asal para tokoh yang masuk dalam BPUPKI yang berjumlah 62 orang, dijelaskan bahwa para tokoh itu antara lain adalah Mr. Muh. Yamin, Mr. Supomo, Ir. Sukarno. Nama ketiga tokoh ini cukup sering disebutkan, sehingga anak-anak juga menganggap bahwa guru mereka mengambil nama-nama itu sesuai dengan buku cetak.

Walaupun secara langsung penyusun buku tidak salah, karena adanya kalimat "antara lain" tersebut, tetapi kesalahpahaman sudah terjadi dan entah berapa puluh anak yang menerima masukan yang sama.

Ini bukan kejadian pertama yang saya temui. Pada waktu mereka di SD, juga ada kesalahan dari penulis buku dalam mencantumkan foto lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" dari pelukis Raden Saleh dengan menggunakan foto lukisan "Penyerahan Pangeran Diponegoro" dari pelukis Belanda Nicolaas Pieneman. Kesalahan yang kelihatannya kecil...tapi bisa jadi berdampak besar. Padahal sayang sekali, karena kedua lukisan yang berbeda itu memiliki filosofi yang berbeda dalam memandang kisah penangkapan Pangeran Diponegoro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun