Menjadi guru bukanlah cita-cita saya. Tetapi seiring berjalannya waktu saya mencintai profesi sebagai guru. bahkan menurut suami saya terlalu menghayati peran sebagai guru. Benarkah ?...
Saya memiliki empat tas yang saya gunakan secara bergantian untuk pergi ke sekolah . Tiga dari empat tas tersebut adalah hadiah dari siswa-siswa saya. Begini ceritanya. Tahun 2008, saat itu saya masih GTT (Guru Tidak Tetap) di sebuah SMA di Kota Karanganyar. Di SMA saya ada tradisi memberi hadiah kepada guru ,khususnya wali kelas saat peringatan Hari Guru di Bulan November. Sesaat setelah upacara selesai para wali kelas diminta berdiri berjajar di hadapan peserta upacara untuk menerima rangkaian bunga dan hadiah dari masing-masing perwakilan kelas yang menjadi tanggung jawab mereka. Setelah upacara usai, rekan-rekan guru tadi sibuk membuka hadiah. Tentu saja macam-macam bentuknya. Saya cukup bahagia menerima setangkai bunga mawar plastik dari pengurus OSIS.Tentu saja, sebagai GTT saya bukan siapa-siapa. Jabatan wali kelas adalah hak guru PNS. Siapa yang menyangka hari itu saya akan menerima 4 bingkisan hadiah dari empat kelas yang saya ajar ? saya sendiri tidak pernah bermimpi menerimanya. Tapi itulah yang terjadi. Kejutan pertama datang dari kelas yang jamnya terlewat karena dipakai untuk upacara.Sang ketua kelas sengaja datang ke ruang guru menemui saya untuk menyerahkan hadiah itu. Saya ucapkan terima kasih sambil sedikit GR, ha..ha.. .Kejutan berikutnya datang pada saat saya mengajar jam 3-4. Saat sedang asyik menerangkan, dari belakang ketua kelas muncul membawa roti ulang tahun lengkap dengan lilinnya. Siapa yang ulang tahun ? Norak sekali mereka . Ternyata roti dan sebuah bingkisan adalah persembahan buat saya. Masih ditambah lagi sebuah puisi tentang pengorbanan seorang guru. Saya tidak tahu harus bersikap bagaimana. Jujur saya malah membayangkan Bu Mus dalam Laskar Pelangi . Saya tidak menangis ,saya tidak terharu. Malah sedikit ingin tertawa rasanya. Sebagai ungkapan terima kasih saya kepada siswa yang telah menghargai saya.. jam pelajaran hari itu kami lewatkan dengan cerita. Ya cerita! Kali ini saya bercerita tentang buku Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Buku itu saya pandang paling pas untuk memberikan semangat belajar bagi siswa-siswi saya. Bagian yang paling sering saya kutip adalah bagaimana kesepuluh Laskar Pelangi tetap semangat bersekolah meskipun bangunan sekolah tak layak, harus berjuang mengayuh sepeda berpuluh kilometer untuk berangkat sekolah, dsb. Biasanya saya bandingkan dengan kondisi sekolah kami yang tentu jauuuh lebih layak. Saya sindir mereka yang berangkat ke sekolah dengan sepeda motor merk terbaru, uang saku yang lebih dari cukup. Ketika saya lontarkan sindiran itu biasanya satu dua anak menanggapi dan menggoda teman mereka yang suka membolos atau malas. Biasanya lagi celutukan teman mereka akan diakhiri dengan tawa renyah seisi kelas . Saya tentu saja ikut tertawa. Saya sering membawa buku ke kelas. Kebetulan saat itu saya membawa Sang Pemimpi buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi. Saya minta seorang siswa membaca bagian Baju Safari Ayahku. Bagian itu menceritakan bagaimana Ayah Ikal yang bersahaja yang hanya memiliki satu baju safari kebanggaan. Baju itu dengan bangga beliau kenakan untuk mengambil rapor anaknya. Berpuluh kilometer sang ayah mengayuh sepeda hanya untuk mengambil rapor anak kebanggaanya. Bebarapa anak tertunduk mendengarkan cerita . Beberapa lagi semakin tertunduk ketika saya ingatkan untuk menghormati orang tua yang dengan susah payah telah menyekolahkan mereka. Terinpirasi dari buku itu juga saya tulis dengan besar-besar THE POWER OF DREAM di papan tulis. Selanjutnya meluncur dengan deras motivasi dari saya untuk mereka yang punya hasrat untuk kuliah tapi terhalang keinginannya. Di SMA saya jumlah siswa yang melanjutkan kuliah tidak lebih dari 30 % . Yang diterima di perguruan tinggi negeri lebih sedikit lagi jumlahnya. Seperti juga Pak Balia saya akan bangga kalau dari 40 kepala di ruang kelas itu ada 2-3 anak yang terinspirasi oleh kata-kata saya. Begitulah cara saya mendekatkan diri kepada siswa. Ketika bel berbunyi saya meninggalkan kelas dengan perasaan GR yang lebih tinggi lagi ha..ha. Belum genap sepuluh langkah meninggalkan pintu kelas, dari kelas samping muncul siswa membawa bingkisan dan menyerahkannya kepada saya. Hari itu saya menerima 4 bingkisan dari siswa. Masuk ke ruang guru dengan membawa tiga bingkisan tentu saja menarik perhatian teman-teman guru. Yang terjadi selanjutnya adalah komentar-komentar bersahutan tentang bingkisan itu. Yang sedikit membuat saya tidak enak hati adalah "keberhasilan " saya mendapatkan empat buah bingkisan mengalahkan para wali kelas yang NB adalah PNS dipakai sebagai simbol perlawanan teman-teman GTT. Bahwa untuk menjadi guru yang dihargai siswa tidak memerlukan embel-embel PNS. Siswa tidak memandang apakah guru tsb PNS atau hanya guru GTT. Mengapa mereka menghargai saya ? saya hanya bisa menebak-nebak karena jawaban pastinya mereka yang tahu. Yang saya tahu mereka berwajah ceria, bebas berbicara, bahkan kadang tertawa lepas di jam pelajaran saya. 1. Saya mengenal nama siswa Apalah arti sebuah nama ? Sangat berarti ! Siswa akan sangat bangga bila guru memanggilmereka dengan menyebut nama. Tidak hanya kamu, kau, kowe dsb. 80% nama siswa di kelas saya hafal. hanya siswa yang betul-betul terlalu 'biasa' yang saya tidak tahu. 100% siswa (yang laki-laki ha..ha) saya kenal, siswi yang pintar , bodoh, nyeleneh, malas biasanya saya kenal. 2. Saya Suka sekali bercerita di kelas Barangkali dalam memori siswa saya adalah guru tukang cerita. Materi pelajaran apa pun bisa saya sampaikan dengan cerita. Nah untuk yang ini memang saya harus bersyukur punya hobi membaca. Sejak SD saya sudah gemar membaca. mulai dari majalah Bobo, Kuncung, Ananda. Saya ingat kelas 4 SD mulai membaca serial silat Wiro Sableng yang populer di masa itu. Bertahap saya mulai membca Kho Ping Ho, Senopati Pamungkas karya Arswendo Atmowiloto, Api di Bukit Menoreh, Lupus, novel-novel Mira W, Marga T, novel terjemahan Agatha Cristie, Barbara Cartland dsb. Intinya selara baca saya masih "Gado-gado". Setelah kuliah di Fakultas Sastra selera baca saya mulai terarah. Saya mulai membaca buku-buku sastra Ahmad Tohari, Pramudya, Romo Mangun dsb . Saya mulai merasakan membaca sangat bermanfaat untuk pengembangan diri kita. Saya bisa merasakan setelah selesai membaca buku seperti mendapat suntikan semangat baru. Sedikit banyak daftar buku yang saya baca memengaruhi siapa diri saya. Saya yakin saya tidak akan bisa banyak bercerita dan memotivasi siswa bila tidak banyak membaca buku. Tahun 2009 saya menerima SK pengangkatan CPNS dan di tempatkan di SMA pinggiran di Karanganyar. Ketika tahu saya akan pindah banyak siswa yang menyesalinya. Mereka menginginkan saya tetap mengajar mereka. Suatu saat setelah kepindahan saya , saya berkesempatan hadir ke SMA lama untuk pertemuan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran ). Saat tahu saya datang, siswa-siswa yang pernah saya ajar sedang olah raga di lapangan, mereka beramai-ramai menyerbu saya berebut minta jabat tangan, sebagian lagi cipika cipiki . Ha..ha.. rasanya bak artis saja. Saat itu saya sempat terharu.. ternyata mereka masih menghargai saya. " Bu,.. ngajar di sini saja bu, " " Bu , ngajar saya lagi Bu"dsb.. kalimat-kalimat yang senada meluncur dari mulut mereka. Dan mereka sangat senang ketika tahu.. tas hadiah dari mereka masih pakai. Yah.. saya belum berniat untuk menggantinya karena tas itu meski sederhana adalah penghargaan tertimggi siswa terhadap profesi saya sebagai guru. terima kasih anak-anakku !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H