Meningkatnya pearan media sosial sebagai sumber berita, untuk membagikan berita dan sebagai rujukan bagi media massa, hal tersebut menunjukkan bahwa media massa dan media sosial tidak saling berlawanan tetapi meraka terhubung satu sama lain. Media sosial adalah tempat lahirnya benyak cerita yang memasuki media mainstream. (insidious competition, 2010). Bahwa didalam buku tersebut berisi tentang cerita dan isu-isu yang memperoleh perhatian di meda sosial
Kita sering menyebut kata jurnalis dan media. Lalu apa itu Jurnalis dan media ?. Jurnalis adalah berasal dari kata dasar jurnalistik yaitu jurnal, artinya laporan atau catatan. Orang yang melakukan aktivitas secara rutin tersebut disebut dengan jurnalis, wartawan, atau reporter. Sedangkan media adalah berasal dari kata jamak yaitu medium yang mempunyai arti alat, sarana, atau saluran. Dalam konteks komunikasi media dibagi menjadi dua pengertian, yaitu pengertian media secara umum dan khusus. Secara umum, yaitu segala jenis alat komunikasi, termasuk surat kabar, radio,TV, telepon, faksimil, dan surat. Sedangkan media secara khusus yaitu media merupakan singkatan dari “media massa” yang berarti komunikasi dengan orang banyak. Kata media jika dilihat dari sudt padang junalistik dan pers adalah merupakan singkatan dari media massa, namun bisa disebut media massa jika memiliki syarat, yaitu bersifat publisitas, dikonsumsi publik – universalitas, pesannya bersifat umum – periodisitas, berkala – kontinuitas, berkesinambungan – aktualitas, berisi hal-hal baru.
Kini popularitas media sosial seperti facebook, twitter, youtube, blog, dan instagram digunakan untuk mempublikasikan informasi dan berita. Dalam 24 jam media sosial tidak henti-hentinya dibanjiri informasi dan berita terbaru. Selain itu pengguna jejaring sosial yang aktif, biasanya merespon dari suguhan informasi atau berita dengan cara berkomentar, berkritik, memberikan jalan keluar ketika terdapat konflik.
Sama seperti kondisi saat ini, bahwa mengkonsumsi media di era digital merupakan tren, hal tersebut memicu media untuk memanfaatkan dalam memproduksi berita. Lantas, apa manfaat media sosial pagi pengguna ? survai membuktikan bahwa, 76 persen digunakkan sebagai sarana memantau informasi, 46 persen sebagai sumber ide berita, 36 persen sebagai sarana eveluasi, 31 persen sebagai sember berita, 24 persen sebagai bahan sarana verifikasi.
Dulu persebaran berita hanya berada dalam satu jalur, yaitu dari jurnalis ditujukan kepada masyarakat dalam bentuk cetak atau elektronik. Tetapi kini dengan adanya perkembangan teknologi tidak hanya jurnalis melainkan pengguna jejaring sosial dapat mempublikasikan tentang kejadian atau peristiwa disekitar. Berita tersebut selain dilengkapi teks tetapi juga dilengkapi foto dan video dan persebarannya pun sangat kencang. Menurut UU No. 40/1999 tentang pres, pres adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik seperti mencari, memperoleh, memeiliki, menyimpan, mengelolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, videa, data dan grafik Lantas timbul satu pertanyaan, seberapa dekat hubungan interaksi jurnalisme dengan media sosial ?
Adanya hubungan diantara keduanya dapat dikatakan bahwa jurnalis dan media merupakan satu perangkat pada bagian dimana menjadi pusat informasi yang masih terpercaya bagi publik. Menurut survey yang dilakukan Edelm Trust, ia menunjukkan media di Indonesia mendapatkan polling sebesar 80% dengan nominasi menjadi institusi publik yang paling dipercaya, tercantum dalam berita http:/nasional.viva.com/news/read/285957-kepercayaan-terhadap-media-di-ri-tertinggi
Sebelum media sosial berkembang, journalism memposisikan dirinya dalam memproduksi berita pada media massa. Hingga sekarang kedudukan media massa masih diakui, hanya saja mekipun media sosial menjadi sorotan masyarakat kedudukan kedua media tersebut masih balance. Menurut (Cangara, 2002), media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan- pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanisme seperti surat kabar, film, radio, dan TV.
Potensi media sosial dilihat dari kecepatan atau ukuran berita, adanya hubungan dengan tokoh publik, dan berdasarkan isu- isu yang berkembang dimasyarakat. Media sosial memiliki dampak terhadap pemberitaan dan komunikasi publik. Seperti dalam berita online, melalui media online berita tersebut dapat diakses secara global. Lalu apakah berita online tersebut merupakan salah satu hasil dari journalism online ?
Untuk menjawab iya atau tidak saya rasa masih perlu ada pembuktian yang lebih dalam. Tetapi setidaknya saya medeskripsiakn mengenai kemunculan berita online dengan journalism online, Awalnya kemunculan jurnalisme online sendiri merupakan bentuk dari pesatnya perkembangan teknologi dalam perkembangan jaman. Bahwa jurnalis dituntut untuk mengikuti perkembangan jaman, alhasil journalis mengikuti pola tersebut bahwa dengan adanya berita online jurnalis diberikan kesempatan untuk berlatih menciptakan warna baru dalam konten ataupun bentuk fisik dari berita online. Bahwa berita online tersebut harus dilengkapi teks, gamar, dan video.
Keberadaan media sosial sendiri dijadikan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam hal informasi dan komunikasi. Hal tersebut dilakukan karena dalam memenuhi segala kebutuhan akan informasi, mau tidak mau harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Kecepatan dalam mempublikasikan informasi dan berita setidaknya meringankan kerja seorang jurnalis, ia hanya mencari tahu melalui media sosial tanpa harus pergi atau telfon kepada pihak terkait.
Dengan kecanggihan dan berkembangnya media sosial, jurnalis dituntut untuk membongkar dan menjelajahi berbagai media sosial. Hal tersebut bertujuan agar beritan dan informasi yang didapatakan dapat beragam. Sebelum media sosial lahir, ketika itu media massa merupakan satu pilar terbentuknya Negara yang demokratis dan masyarakat madani. Pada akhirnya media massa dijadikan sebagai wadah perbedaan pendapat yang sehat, terkontrol, tidak memojokkan kelompok yang bersebrangan dengan dirinya. (Sudibyo, et. Al.2001).
Seperti halnya di Indonesia mendapatkan hasil dari gelar pers Dewan Pers saat membahas diskusi pengguna konten media sosial oleh jurnalis. Bahwa survai membuktikan, sebanyak 32 persen jurnalis menggunakan jejaring sosial untuk menulis informasi personal, 40 persen untuk menulis informasi mengenai berita menarik di media, lalu 41 persen sebagai sumber berita, sedangkan 46 persen dimanfaatkan dalam konten percakapan di akun Twitter dalam peliputannya.
Sebagai contoh data pada tahun 2012, Ricard Bagun adalah pemimpin redaksi kompas. Pada saat itu ia menjadi pembicara bersama dengan presenter Metro TV Najwa Shihab dan rekan yang lainnya, guna mempresentasikan hasil survey yang diadakan dewan pers dalam kurun waktu 29 November 2011 hingga 3 Februari 2012. Ketika itu Najwa Shihab membagi pengalaman pribadi dlam memanfaatkan konten media sosial dalam proses pencarian ide dalam bahan bincang-bincang deprogram acaranya, Mata Najwa.
Dari segi ide, usulan narasumber, sudut pandang wawancara, tanggapan dari pemirsa terjadi secara real time. Dengan kata lain semua isi dalam program acara tersebut dapat dibilang mengalir. Ada seketika waktu ketika Najwa kesulitan menghubungi narasumbernya, alhasil Najwa mencoba mencari jawaban dengan melakukan riset melalui media sosial. Setiap media mempunyai berbagai macam fungsi yang masuk kedalam fungsi pers. Namun, terkait dengan banyaknya kepentingan yang menunggangi media pada saat ini. Kepentingna tersebut dapat kita lihat pada yang dikonsumsi.
Interaksi junalis dengan media sosial, merupakan inovasi atau kepraktisan jurnalis dalam memproduksi berita. Hal tersaebut dapat terjadi karena masayarakat saat ini sudah menyukai dan mencari informasi dari sosial media, sehingga saat ini jurnalis dituntut untuk mengunakan inovasi sosial media dalam menyampaikan berita. Dari faktor tersebut, muncul adanya hubungan antara jurnalis dengan media sosial.
Sejauh ini apakah semua jurnalis menggunakan media sosial dalam aktivitas nya ?.
Sumber:
Telofski, R. (2012). Insidious competition: The battle for meaning and the corporate image. Bloomington, IN: The Kahuna Content Company
Dja’far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Ghalia Jakarta, 1985.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H