Mohon tunggu...
Retno Setyowati
Retno Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - Psikolog Klinis

- Psikolog Klinis - Plant lovers

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ancaman Depresi pada Korban Perselingkuhan

30 Agustus 2020   20:40 Diperbarui: 30 Agustus 2020   21:01 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita  itu hanya diam menunduk sambil  sesekali mengusap air matanya.  Setelah beberapa saat  terlihat tenang, dengan suara terbata-bata  mengatakan bahwa rumah tangganya sudah hancur,  masa depan anak-anak berantakan. Wajahnya tampak lelah dan menahan beban berat karena sudah beberapa minggu ini sering menangis dan hanya mengurung diri di kamar.  Dunia terasa berhenti berputar, enam belas tahun bahtera rumah tangga yang diarungi jadi luluh lantak berantakan dalam waktu seketika.  

            Maraknya kasus perselingkuhan yang terjadi akhir-akhir ini seperti sudah menjadi hal yang lumrah  hampir diseluruh belahan dunia. Di Indonesia sendiri angka perceraian yang disebabkan oleh kasus perselingkuhan juga  mengalami peningkatkan secara signifikan. Sebagai contoh seperti kejadian di kabupaten Serang, mengutip pernyataan  Ketua Pengadilan Agama Serang Dalih Effendy mengatakan, masyarakat yang mengajukan cerai ke Pengadilan Agama pada tahun 2018 dan 2019 jumlahnya tidak jauh berbeda yaitu sekitar 2.500-an. Penyebab kasus perceraian banyak, ada faktor ekonomi, faktor ketidakharmonisan yang disebabkan adanya orang ketiga atau perselingkuhan, dan sepertinya yang lebih banyak ( dalam fin.co.id).

            Adanya ancaman hukuman  pidana bagi pelaku sepertinya tidak menyurutkan niat dari pelaku untuk tetap melakukan hubungan perselingkuhan. Meskipun tidak tersirat secara langsung namun hal tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP ) yakni pelaku pada kasus perselingkuhan dapat dikenakan pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf a KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Namun dalam kenyataannya banyak korban perselingkuhan yang enggan untuk meneruskannya ke jalur hukum.  Apalagi dijelaskan dalam KUHP pasal 284 ini merupakan suatu delik aduan yang absolut, artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan. Ketika pihak yang dirugikan memilih diam tentu saja persoalan tersebut  sulit untuk mendapat jaminan penyelesaian dari negara.

Bell (dalam Sari, 2012) menjelaskan beberapa penyebab atau alasan seseorang terlibat dalam perselingkuhan, yaitu:

  • Mencari variasi baru pengalaman seksual
  • Melakukan pembalasan atas ketidaksetiaan pasangan
  • Menentang norma monogami; menunjukkan penolakan terhadap norma masyarakat yang dianggap membatasi kebebasannya
  • Mencari kepuasaan emosional yang tidak tepenuhi dalam perkawinan
  • Memiliki hubungan persahabatan dengan seseorang diluar perkawinannya
  • Suami atau istri mendorong hubungan gelap tersebut; biasanya suami mendorong istri melakukan hal yang sama. Contohnya  'mate swapping' dan 'swinging' (saling bertukar pasangan)
  • Membuktikan bahwa masih muda dan menarik
  • Terlihat hanya untuk memperoleh kesenangan

Bayang-bayang gangguan psikologis

Perselingkuhan adalah salah satu faktor penyumbang memburuknya  hubungan dalam  sebuah keluarga dan kesehatan.  Menurut riset dari Medical daily (dalam theasianparent) melaporkan dari  studi terbarunya bahwa seseorang yang menjadi korban perselingkuhan memiliki potensi menderita penyakit mental depresi dan kecemasan yang lebih besar daripada mereka yang belum pernah diselingkuhi.  

Rasa sedih dan sakit hati akibat pengkhianatan dalam ikatan pernikahan dapat menyebabkan stress berkepanjangan, mengingat peristiwa tersebut sangat  menguras emosi dan tidak bisa dianggap selesai meskipun sudah ada upaya perdamaian dan saling meminta maaf dari pihak terkait. Apabila hal ini tidak segera dituntaskan maka dapat memicu munculnya berbagai penyakit fisik ataupun psikologis.

            Hasil riset kesehatan dasar (Risketdas) tahun 2018 oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, prevalensi depresi total penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun Indonesia mencapai 6,1%. Diketemukan juga bahwa perempuan juga lebih rentan terhadap depresi daripada laki-laki. Melihat prosentasi tersebut tentu saja ini sudah merupakan suatu sinyal yang perlu diwaspadai bahwa perselingkuhan dapat menjadi salah satu penyumbangnya.

Masyarakat awam banyak yang belum memahami mengenai  munculnya gejala gangguan depresi,  bahkan  masih dianggap bukanlah sesuai yang penting dan perlu mendapat perhatian khusus. Padahal kalau dapat segera ditangani sedari awal tentu saja akan lebih mudah untuk mendapatkan penanganan secara lebih cepat dan tepat. 

Mayor Depression Disorder (MDD)

Korban perselingkuhan  dalam konteks ini  belum tentu suami atau istri namun tidak menutup kemungkinan anak-anak mereka juga turut mengalaminya.  Untuk itu penting dikenali gejala-gejala gangguan depresi atau yang dikenal dengan Mayor Depresion Disorder (MDD) yang berpotensi dapat dialami para korban.

Merujuk pada  Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5 (DSM-5) (APA, 2013) dikemukakan bahwa seseorang dapat didiagnosa MDD apabila menampilkan sedikitnya lima ciri dibawah ini selama dua minggu secara terus menerus dan terjadi perubahan fungsi/aktivitas sehari-hari. Salah satu gejala harus mencakup: alam perasaan depresif atau kehilangan minat. Ciri-ciri tersebut antara lain :

  • Alam perasaan depresif hampir sepanjang hari
  • Kehilangan minat pada seluruh atau hampir seluruh aktifitas hampir sepanjang hari
  • Penurunan berat badan signifikan tanpa diet atau kenaikan berat badan atau perningkatan/penurunan napsu makan hampir setiap hari
  • Masalah tidur
  • Gangguan psikomotor
  • Kejenuhan
  • Perasaan tidak berharga atau bersalah hampir setiap hari
  • Kehilangan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi.
  • Pikiran ingin mati atau pikiran bunuh diri berulang.

Perlu diperhatikan disini  bahwa gejala tersebut secara signifikan menganggu kehidupan sosial, pekerjaan dan keberfungsian hidup lainnya. Bukan merupakan efek dari pengobatan atau kondisi medis lainnya (termasuk kehilangan hal yang bermakna).

Keluhan-keluhan MDD yang dialami para korban tersebut lambat laun secara sistemik mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku.  Apabila sudah mulai merasakan gejala-gejala seperti yang disebutkan diatas maka disarankan untuk mencari pertolongan dengan mendatangi psikolog untuk mendapatkan penanganan dan terapi yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan. Bersikap pasif dan enggan untuk membuka diri tentu saja akan menghambat proses penyembuhan dan akan semakin memperburuk keadaan.

Terapi Memaaafkan

Apabila istri mengetahui perselingkuhan suami, reaksi pertama yang muncul adalah shock dan hampa (Spring  dalam Sari 2012). Selain itu istri akan merasa keyakinan diri dan rasa aman yang selama ini diperoleh dari suami merupakan sesuatu yang tampak naif dan palsu. Untuk mengatasi perasaan sakit hati dan kecewa dan mengembalikan hubungan seperti sebelumnya diperlukan perilaku memaafkan. Meskipun hal ini butuh proses panjang  dengan adanya itikad dari pasangan yang selingkuh untuk benar-benar bertobat untuk tidak mengulangi perilakunya kembali.

Momen Hidup Kembali

Ibarat gelas yang sudah pecah apabila direkatkan tidak akan menjadi sempurna. Sama halnya dengan  keluarga yang pernah retak juga tidak akan kembali menjadi utuh seperti sediakala. Pada beberapa orang ada yang kemudian mengambil jalur mediasi, perdamaian dan kekeluargaan namun adapula yang berujung pada perceraian.

Larut dalam kesedihan dan menyalahkan keadaan tentu saja tidak akan menyelesaikan masalah sehingga perlu mengambil langkah-langkah yang paling mudah  dilakukan untuk beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Dukungan dan perhatian dari orang-orang sekitar tentu saja akan membuat menjadi lebih tegar dan dapat memotivasi dirinya untuk bangkit membangun hidup kembali.

Referensi :

APA, A.P.A (2013) Diagnostic and Statistical  Manual of Mental Disorder (DSM-5)

KUHP  

Kartika Sari (2012) Forgiveness pada Istri sebagai Upaya untuk Mengembalikan Keutuhan Rumah Tangga Akibat Perselingkuhan Suami, 

Selingkuh Donimasi Penyebab Perceraian (2020)

Theasianparent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun