Mohon tunggu...
Retno Puspitasari
Retno Puspitasari Mohon Tunggu... Penulis - Ummu wa Rabbatul bait

Hidup akan bahagia jika mempersembahkan cinta pada Sang Pencipta Kehidupan akan lebih menyenangkan jika kita taat pada-Nya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekspor Pasir Berimbas pada Masyarakat Pesisir?

10 Juni 2023   06:00 Diperbarui: 10 Juni 2023   07:03 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bagian masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan, penulis merasa sedih dengan keputusan Presiden Jokowi, meneken  PP No. 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. PP ini sebenarnya juga menuai kritik dari berbagai pihak. PP ini kembali membolehkan ekspor pasir yang sudah 20 tahun dihentikan melalui Keppres No 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.

Tak bisa dipungkiri, kebijakan ini akan berimbas pada daerah-daerah berpantai di perbatasan negeri, seperti Batam dan wilayah lain di Kepulauan Riau. Kompas.id melansir kebijakan membuka keran ekspor pasir laut, rawan mengulang mimpi buruk nelayan di Kepulauan Riau. Dampak rusaknya pesisir akibat penambangan pasir laut yang pernah marak puluhan tahun lalu masih terasa sampai sekarang. Sejak 1976, pasir dari perairan Batam dan Karimun, Kepri, diambil secara ugal-ugalan untuk mereklamasi Singapura. Tambang pasir laut mengakibatkan ekosistem laut dan pesisir rusak. Ikan menghilang dan nelayan sengsara Pulau-pulau kecilpun mengalami abrasi karena pasir laut di sekitarnya dikeruk terus-menerus. Salah satu contohnya Pulau Nipah di desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, sudah terendam laut

Pendapat Pakar

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, menyatakan, memang sedimentasi atau pendangkalan laut menjadi salah satu penyebab kerusakan laut. Di daerah-daerah pesisir yang banyak terumbu karang misalnya, ekosistem lautnya jadi mati karena ada sedimentasi laut. (Liputan6.com, 31/5/2023). Namun jika pemerintah benar-benar ingin memulihkan laut yang mengalami sedimentasi, bersihkan dulu segala sesuatu di daratnya, agar tidak mengirim sedimentasi ke laut, setelah itu baru membersihkan sedimentasi laut.  

Afdillah bahkan menyebut, alasan sedimentasi hanya greenwashing ala pemerintah. Membuat kebijakan yang seolah-olah baik, memberikan perlindungan lingkungan, namun yang terjadi aturannya membuka ruang eksplorasi ekstraktif.

Selain itu, Guru besar IPB, Prof. Didin S. Damanhuri juga berkomentar bahwa bisnis pasir laut ini, sangat menggiurkan. Khususnya di kawasan yang berdekatan dengan Singapura. Karena negeri Singa itu, ingin terus memperluas daratannya. Prof. Didin menduga terjadi lobi dari Singapura agar Presiden Jokowi meneken PP ini. Menariknya, Prof. Didin mengkaitkan munculnya PP 26 tahun 2023 dengan miskinnya investor yang masuk ke IKN Nusantara. Bisa jadi, langkah  ini bertujuan untuk mengundang investasi dari Singapura.  Dan sejalan dengan dugaan ini, Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo membawa sekitar 130 pengusaha Singapura jalan-jalan ke IKN Nusantara. Arahnya jelaslah, menggiring mereka membangun bisnis di IKN Nusantara. (Inilah.com, 31/5/2023)

Ekspor Pasir dalam Pandangan Islam

              Islam adalah agama yang sempurna. Tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual, Islam memiliki aturan lengkap mulai dari aturan bangun tidur sampai membangun negara. Termasuk dalam urusan ekspor pasir ini.

              Jika dilihat dari kronologinya, penandatanganan PP 26 tahun 2023 kental dengan aroma kapitalistik. Untuk memdapatkan sejumlah dana, negara membuat kebijakan yang membahayakan masyarakat.

Dalam Islam, pantai merupakan salah satu kepemilikan umum. Kaum muslimin berserikat untuk bisa memanfaatkannya. Tidak boleh ada yang mengkapling pantai sehingga menghalangi kaum muslimin untuk mengambil manfaat dari pantai. Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishodi menjelaskan bahwa milik umum adalah apa saja yang termasuk dalam fasilitas atau kepentingan umum. Jadi, segala benda yang jika tidak terpenuhi dalam komunitas masyarakat menjadikan mereka bersengketa dalam rangka mendapatkannya, dipandang sebagai fasilitas atau kepentingan umum .

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api." (HR Abu Daud)

Selain menggunakan kepemilikan umum dengan tidak tepat, kebijakan ini juga akan membahayakan lingkungan laut, pesisir dan pulau kecil. Pola arus dan gelombang laut juga akan berubah.  Pengerukan pasir pantai akan menghambat para nelayan mencari ikan. Ikan bahkan akan menghilang karena rusaknya ekosistem di pantai. Selain itu, daerah pantai juga akan mengalami abrasi.

                             Apakah kita rela kondisi ini terjadi? Allah SWT berfirman,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum : 41)

Dari sini jelas, bahwa kebijakan untuk mengeruk pasir pantai, berimbas buruk pada masyarakat pesisir sehingga harus dicegah. Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun