Sekilas Tentang Jemparingan
Tahukah kamu tentang Jemparingan? Ya jemparingan adalah olahraga memanah khas Mataraman. Jemparingan sudah ada sejak lama menjadi bagian salah satu keahlian prajurit Keraton Mataram. pada awalnya Jemparingan hanya dilakukan oleh orang-orang di dalam tembok keraton, seperti raja dan keluarganya, para pangeran, pengawal raja, prajurit keraton dan  abdi dalem. Ketika Sultan Hamengku Buwono I mulai memimpin Keraton Kasultanan Yogyakarta, Jemparingan mulai dikenalkan kepada masyarakat luas diluar keraton.
Jemparingan ditujukan untuk membentuk karakter seseorang. Dengan Jemparingan diharapkan akan tumbuh karakter kesatria yang mempunyai sikap welas asih, mengalah namun pemberani. Jemparingan merupakan bagian dari olahraga sekaligus budaya Jawa khususnya Keraton Mataraman. Bahkan saat pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I, beliau sudah mendirikan sekolah khusus Jemparingan. Hal ini dilakukan karena beliau mengikuti anjuran Nabi Muhammad bahwa setiap orang hendaknya punya tiga keahlian yaitu memanah, berkuda dan berenang.Â
Sekitar tahun 1700-1800 an Jemparingan tumbuh subur di tanah Mataram. Baik yang asli maupun yang mengadaptasi dari negara lain terutama Turki. Mengingat waktu itu terjalin silaturahmi yang harmonis antara Keraton Yogyakarta dengan Pemerintahan Turki. Bahkan jaman perang perebutan kekuasaan di tanah Jawa pangeran Diponegoro juga menggunakan anak panah sebagai senjata  dan melakukannya dengan berkuda. Pangeran Diponegoro juga menciptakan sebuah tembang macapat tentang Adab Jemparingan. Tembang ini biasanya dinyanyikan saat melihat para prajurit berlatih memanah.Â
Panahan kalau dalam Bahasa Jawa menggunakan kata manah yang artinya hati. Hati menjadi pusat saat berlatih memanah. Sama halnya  dalam Jemparingan  fokusnya adalah mengolah rasa untuk bisa lebih tenang, mengenal karakter diri sendiri. Jemparingan bukan tentang menang kalah tapi tentang bagaimana bisa fokus ke sasaran dengan tepat tanpa emosi ataupun ambisi. Saat hati tenang dan pikiran fokus sesungguhnya target pasti tercapai.Â
Jemparingan Langenastro
Ada banyak komunitas Jemparingan yang ada saat ini, salah satunya adalah Langenastro. Jemparingan Langenastro berdiri pada 18 Maret 2012, (Selamat Ulang Tahun ke 11 🎉) atas prakarsa masyarakat Kampung Langenastran Yogyakarta. Berawal dari keinginan untuk menghidupkan kembali tradisi sembari berolahraga dan berolahrasa. Jemparing sendiri berati anak panah. Terbuat dari  bambu dengan ujung besi baja yang digunakan oleh Keraton Yogyakarta sejak tahun 1934. Sedangkan Langenastro diambil dari nama kampung.Â
Dahulu ini adalah kampung prajurit yang tinggalnya di dalam benteng keraton. Merupakan prajurit pengawal khusus Raja Yogyakarta. Prajurit pengawal ini disebut Langenastro sedangkan kampung tempat tinggalnya disebut Langenastran. Jemparingan Langenastro berkiblat pada tradisi dan mempunyai beberapa aturan tersendiri berbeda dengan olahraga panahan lainnya.Â
Menggunakan pakaian adat Jawa, untuk pria mengenakan Surjan, jarik dan blangkon atau iket disebut juga udeng. Mempunyai makna Ben mudeng (supaya paham). Baik pria maupun wanita wajib mengenakan udeng. Sementara untuk pakaian wanita mengenakan jarik dan kebaya. Dilakukan dalam posisi duduk bersila. Duduk bersila mempunyai makna sejajar, untuk bersama-sama berolahraga dan berolahrasa.
Peralatan Yang Digunakan Untuk Jemparingan
Sama dengan panahan alat yang digunakan adalah busur dan anak panah. Dalam Bahasa Jawa disebut gendewa dan jemparing. Gendewa biasanya terbuat dari kayu sebagai pegangannya (cengkolak) dan bambu sebagai sayap atau swiwinya, tempat mengikatkan tali atau sendeng. Tali atau sendeng terbuat dari nilon. Ukuran gendewa biasanya disesuaikan dengan tinggi badan pemakai.Â
Anak panah atau jemparing terbuat dari bambu, bilah anak panah disebut deder, dengan ujung logam yang disebut bador. Bagian pangkal ada godongan yang terbuat dari bulu angsa dan pengunci atau disebut nyenyep untuk mengunci anak panah (jemparing) sebelum dilontarkan.Â
Panjang jemparing 68 cm atau 72 cm. Bandulan atau wong-wongan atau sasaran  terbuat dari jerami yang dibalut dengan kain putih dengan  ukuran 30 cm diameter 3 cm.  Pada bagian atas wong-wongan berwarna merah disebut kepala, jika mengenai kepala akan mendapat poin tertinggi 3, lalu bagian leher atau jonggol berwarna kuning jika mengenai leher akan mendapat poin 2, dan yang putih badan dengan poin 1. Saat mencoba bermain saya sempat bertanya targetnya kecil sekali, apakah ada yang bisa mengenai target? Ternyata banyak, kuncinya adalah latihan dan mengolah rasa untuk fokus.
Teknik Jemparingan
Setelah menggunakan busana yang ditentukan, khususnya menggunakan udeng karena waktu pertama datang kami tidak tahu jika harus menggunakan pakaian tradisional. Lalu dari pihak paguyuban juga mengatakan kalau mau pertandingan wajib menggunakan pakaian sesuai ketentuan, karena ini hanya latihan dan baru pertama jadi diperbolehkan menggunakan pakaian bebas tetapi wajib menggunakan udeng. Jika tidak membawa udeng dari komunitas menyediakan ya, bisa dipinjam atau dibeli dengan harga Rp 20000. Sebagai pemula kami belajar dari awal.Â
Cara memasang sendeng pada gendewa, bagaimana duduk bersila dengan postur badan tegap menghadap ke samping. Untuk perempuan bisa timpuh atau bersila mana yang lebih nyaman. Memahami mana posisi atas gendewa dan mana posisi bawah. Mengikuti arahan para senior yang dengan sabar berbagi ilmu dan membimbing satu persatu sampai paham.Â
Mengangkat gendewa meletakkannya mencoba menarik sendeng sekuat mungkin dengan posisi yang tepat. Sekitar satu jam kami belajar dengan melihat dan akhirnya mempraktekkan langsung. Saran sebaiknya ada pemanasan terlebih dahulu supaya tangan tidak kaku terlebih untuk yang jarang berolahraga. Jika memperhatikan dengan baik setiap arahan pasti akan bisa melakukan dengan baik, paling tidak setiap gerakan yang dilakukan tepat untuk meminimalisir terkena jepretan sendeng.Â
Kami mengawali dari lontaran berjarak 20 meter dengan masing-masing 3 jemparing dilakukan berulang-ulang. Apakah ada yang kena sasaran di wong-wongan? Tentu belum bisa karena ini baru pertama kami melakukan. Tapi menyenangkan ternyata dan tidak terlalu sulit. Kami pun mencoba lontaran 30 meter. Rasanya senang sekali mencoba sesuatu yang baru. Apakah anda tertarik mencobanya? Untuk siapapun yang ingin belajar paseduluran Langenastro terbuka untuk siapapun yang ingin berlatih tanpa dipungut biaya.Â
Jika belum mempunyai alatnya bisa pinjam punya kelompok, gendewa yang tersedia cukup banyak juga jemparingnya. Namun karena ini alat bersama jika saat latihan mematahkan/ merusakkan anak panah ada biaya yang harus diganti. Pengalaman kami latihan kemari semua aman terkendali tidak ada yang rusak satupun padahal ada teman yang anak panah terlontar jauh melebihi sasaran tapi tetap aman, kebutuhan kena di pohon pisang. Jadi jangan khawatir atau takut sebelum mencoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H