Setelah kami semua berkumpul, Ibu Ida mulai menjelaskan bahwa yang menempati bangunan ini sekarang adalah generasi ke 4. Bangunan ini sudah berusia lebih dari 170 tahun. Ada beberapa yang masih asli dan ada pula yang sudah direnovasi. Menengok sejarah sejenak keluarga disini merupakan keluarga saudagar. Dahulu Kotagede terkenal dengan kain tenunnya.
Selain pusat perdagangan berlian dan permata. Namun sayang peralatan menenun sudah tak ada yang tersisa. Sebelum akhirnya dijadikan warung kopi, tempat ini juga sering digunakan untuk berbagai kegiatan warga setempat. Â Baru akhir tahun 2020 tercetuslah konsep untuk menjadikan warung kopi. Sampai saat ini perbaikan juga masih dilakukan di sana sini. Masih dalam rangka soft opening, saat kami datang.Â
Sebagai penutup kurang afdol rasanya kalau ke Warung Kopi tapi tidak minum kopi. Kamipun langsung memesan beberapa gelas kopi untuk menambah nikmat suasana. Saat kami datang baru tersedia kopi tubruk hitam, disajikan dalam gelas dengan gula terpisah. Jadi kita bisa atur manisnya sesuai selera, atau bisa dinikmati tanpa gula.
Tanpa terasa waktu berlalu malam menggantikan sore, lampu mulai dinyalakan, mempercantik bangunan klasik 170 tahun. Tidak ada kesan angker ataupun seram, yang ada seperti berada di rumah sendiri dan bikin betah.
Sebuah bangunan tua mencoba disulap menjadi tempat yang  nyaman untuk bersantai menikmati suasana sore di sisi timur Kota Yogyakarta. Itulah kesan yang kami tangkap selepas mengunjugi Warung Kopi Lumbung Mataram.
Buat yang ingin bersantai bareng teman, kerabat atau keluarga  dengan suasana berbeda, bisa langsung datang  ke Kawasan Heritage Kotagede di Jalan Purbayan gang IV, kurang lebih 1 kilo meter ke arah timur dari Makam Raja-raja Kotagede.Â