"Tantangan apanih ko nyinggung-nyinggung berat badan? Mau body shaming?"
" Eh engga ko, beneran engga"
Obesitas atau kegemukan yang berlebih menjadi salah satu isu klasik yang sering  mampir dijadikan tema dalam melakukan promosi kesehatan. Pasalnya, masalah kesehatan yang satu ini merupakan salah satu risiko munculnya Penyakit Tidak Menular (PTM) lainya, seperti diabetes, penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan kanker.
Tahun 2019 lalu, di masa Covid-19 belum menjadi primadona. Perusahaan tempat saya bekerja mendadak serius menanggapi masalah obesitas, menyusul ada seorang karyawan berperawakan tambun yang  meninggal dunia secara tiba-tiba, disinyalir karena serangan jantung.
Divisi kami yang kebagian mengurusi masalah keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, mencanangkan program unik untuk memonitor berat badan karyawan, baik yang bekerja di kantor maupun di site project, khusunya bagi karyawan yang bertubuh tambun.
Program itu bertajuk tantangan untuk menurunkan berat badan atau kami menamakannya Weight Loss Challenge ( WLC). Ya, semacam lomba banyak-banyakan gitu lah, tapi yang harus dibanyakin penurunan berat badannya.
Tujuan terselubungnya program ini  agar supaya, karyawan lebih sadar untuk menjalankan pola hidup sehat dan mampu mengontrol berat badannya agar tidak melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh (IMT) normal. Sehingga dapat meminimalisir risiko timbulnya PTM seperti yang disebutkan diatas.
Perlu diketahui, seseorang memiliki berat badan ideal/normal jika nilai IMT yang dimilikinya bekisar antara 18,5 -- 22,9kg/m2, jika kurang dari angka tersebut, maka masuk dalam kategori kurus, sebaliknya jika berlebih masuk dalam kategori overweight atau obesitas.
PR besar!
Kata yang terlintas dibenak ku waktu itu. Mengingat karyawan yang berada di site kami mayoritas adalah bapak-bapak dengan beban pekerjaan tinggi, dan membutuhkan banyak asupan karbohidrat untuk menunjang aktivitas mereka.
Rasanya cukup berat, jika melihat keseharian mereka yang bekerja di lapangan, khususnya yang berbadan tambun untuk mengikuti tantangan ini.
Jangankan memikirkan berat badan, jadwal libur saja sering kelewat, apalagi progres mengejar seperti kuda liar. Lagian yang biasanya khawatir dengan berat badan kan, perempuan. Terus dari site ini siapa yang mau jadi perwakilan?
Begitulah kiranya, kata-kata pesimis yang menggelitik telingaku.
Tapi ternyata dugaanku salah, selepas sosialisasi terkait obesitas dan WLC  yang disampaikan oleh dokter perusahaan pada Toolbox Meeting pagi. Satu persatu karyawan mulai berdatangan ke klinik untuk mendaftarkan diri menerima tantangan ini.
Semua karyawan boleh ikut, tak terkecuali yang bertubuh ideal pun. Tercatat ada 42 nama yang merelakan dirinya untuk dipantau.
Apa yang membuat mereka tertarik mengikuti tantangan ini?
Sudahkah tadi ku tuliskan jika ini adalah program unik dengan hadiah yang sangat menarik. Pemenang adalah orang yang berhasil paling banyak menurunkan berat badannya dalam kurun waktu 4 bulan pemantauan.
Hadiah yang berhak didapatkan pemenang ialah, sebuah gawai pintar Samsung S Series keluaran terbaru, dan berbagai merchandise kece yang dibagikan untuk seluruh peserta, yang tentunya tidak kalah apik.
Akhir-akhir ini baru ku tahu, ternyata motif peserta ikut WLC ini bukan hanya hadiah saja, tetapi lebih ke apresiasi terhadap perusahaan karena sudah memperhatikan kesehatan mereka. Jadi yaa, saling tepo seliro. Kann lemahh, gini aja terharu...
Obesitas memperparah covid-19 dalam tubuhÂ
Penelitian di World Medical Health and Policy menyebutkan adanya hubungan antara berat badan dan risiko kematian pada individu yang terkena Covid-19.
Temuan oleh tim peneliti dari University of North Carolina menyebutkan jika orang dengan obesitas dan Covid-19, berisiko dua kali untuk dirawat lebih intensif di rumah sakit.
Di Kota Lille Prancis, dari 124 pasien Covid-19, 85 diantaranya harus menggunakan Invasiv Mechanical Ventilation atau alat bantu pernafasan mekanis, yang mana rata-rata IMT setiap pasien tersebut diatas normal.
Sementara di California, dari sekitar 6000 pasien Covid-19, hasil dari studi kohort retrospektif menemukan bahwa pasien dengan IMT 40 kg/m2 memiliki risiko kematian lebih tinggi jika dibanding pasien dengan IMT 18,5 -- 24 kg/m2.
Hasil ini didukung penelitian dari pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di US, yang mengemukakan jika risiko kematian penyitas obesitas yang mengidap Covid-19 meningkat hingga 50 persen.
Mengapa demikian?
Kelebihan berat badan dituding dapat memperparah Covid-19 lewat penyakit penyerta (komorbid) yang ditimbulkannya. Sumber lain mengatakan juga jika, orang dengan berat badan berlebih cenderung berpeluang lebih tinggi mengalami peradangan dalam tubuh sehingga hal ini memperburuk kondisi sakit. Jadi, faktor-faktor tersebut mempersulit pasien untuk segera pulih dari Covid-19.
---
Di Indonesia sendiri, kenaikan berat badan menunjukkan tren naik selama masa pandemi, umumnya terjadi pada orang-orang yang beraktivitas dari rumah (Work Form Home, School From Home) yang membuat gerak mereka terbatas. Apalagi ditemani camilan-camilan kesayangan, dan tidak didukung dengan workout yang cukup. Hampir bisa dipastikan, tubuh mengembang seperti kue yang kelebihan baking soda.
Mungkin WLC ini bisa diterapkan bersama-sama untuk tetap menjaga berat badan ideal selama pandemi. Coba ajak sahabat, keluarga, atau sesama karyawan untuk melakukan tantangan ini dengan iming-iming hadiah menarik yang disepakati, seperti voucher liburan beserta tiket pesawat misalnya. Hehe
Terima kasih sudah membaca
Referensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H