Lantunan instrumen lagu "Rek Ayo Rek" menggema ke seluruh penjuru sebuah stasiun besar. Tempat di mana saya tengah menunggu Si Ular Besi, yang akan membawa pulang rindu kembali ke kampung halaman.
Instrumen itu sebagai penanda jika akan ada rangkaian lokomotif yang datang, membawa penumpang dan mengantarkan mereka ke berbagai tempat tujuan.
Tahukah kalian di stasiun mana saya sedang berada?
Yaap benar, di Stasiun Gubeng Surabaya.
Sejak tahun 2018 lalu, instrumen lagu "Rek Ayo Rek" telah mengiringi setiap kedatangan dan keberangkatan kereta api yang singgah di Stasiun Gubeng, menggantikan lagu "Surabaya Oh Surabaya" yang tetap diputar di St. Pasar Turi hingga kini.
Melodinya yang ceria menyiratkan sambutan selamat datang dan ajakan kepada penumpang untuk menengok kemeriahan Jalan Tunjungan sebagai salah satu dari ikon Sparkling Surabaya. Kalau Yogyakarta punya Malioboro, Bandung ada Dago, Jakarta dan Kota Tuanya, bolehlah Surabaya dan Jalan Tunjungannya. Mungkin begitu sekiranya.
Setelah satu instrumen melodi itu digemakan, akan disusul suara announcer stasiun yang memberikan himbauan kepada penumpang terkait info kereta yang akan datang dan ucapan selamat jalan.
Selain di Surabaya, beberapa daerah lain juga memiliki melodi kedatangan yang ikonik. Salah satu yang membekas di benak saya adalah "Gambang Semarang" St. Tawang. Setiap kali saya mengingat instrumennya, saya akan otomatis mengingat gurihnya sate usus di angkringan depan jalan stasiun atau, ingatan bermalam di emperan stasiun karena menunggu jemputan.
Serba-serbi melodi penyambutan kereta api di dunia
Pada tahun 1844, seorang pianis klasik berkebangsaan Prancis bernama Charles Valentin Alkan, untuk pertama kalinya menciptakan komposisi lagu yang merepresentasikan kegembiraan seorang penumpang kereta api, mulai dari keberangkatan sampai setibanya di tempat tujuan.
Etude lagu berjudul Le Chemin de Fer yang artinya rel kereta api ini sempat mendapatkan kritik dan dinilai buruk jika dibandingkan dengan karya Alkan yang lain. Namun meski demikian, melodi riangnya konon menjadi cikal bakal karya orchestra terkenal Arthur Honneger, Pacific 231 yang juga mewakili perkeretaapian.
Di Jepang, East Japan Railway Co atau JR East, memperkenalkan hassha merodi (melodi keberangkatan) pertamanya di berbagai stasiun pada 11 Maret 1989. JR East menggandeng Hiroaki Ide sebagai sound engineering yang bertugas menciptakan melodinya.
Tujuan awal pembuatan melodi keberangkatan kereta ialah untuk mengurangi stress penumpang yang timbul karena hiruk pikuk orang berlalu lalang, suara bising dari mesin kereta api, juga pergerakan puluhan ribu orang saat melewati lorong.
Manfaat melodi kedatangan & keberangkatan kereta api
- Mengingatkan calon penumpang untuk bersiap diri menaiki kereta, serta tetap waspada untuk tidak mendekati peron karena akan ada kereta yang melintas
- Memberikan perasaan lega kepada penumpang setelah duduk dan kereta mulai berjalan
- Mengurangi kebisingan yang disebabkan deru mesin dan lalu lalang mobilitas orang dan barang di stasiun
- Mengingatkan calon penumpang yang masih duduk di stasiun dan keretanya belum tiba, untuk tetap mawas, tidak terkantuk yang berakibat lewatnya gerbong kereta yang dinantinya
- Menjadi sarana pelestarian budaya lewat lagu daerah
- Menjadi identitas suatu daerah, untuk sebagian orang yang sering tertidur di kereta atau yang baru pertama kali naik kereta, agaknya mengenal melodi kedatangan dan keberangkatan dapat membantu untuk mengurangi risiko melewatkan stasiun tujuan.
Melodi kedatangan dan keberangkatan kereta di Pulau Jawa
Melalui beberapa sumber, berikut melodi kedatangan dan keberangkatan kereta yang ada di Pulau Jawa:
DAOP 1 Jakarta
St. Jatinegara, St. Gambir ( Instrumen Kicir-Kicir)
St. Karawang, St. Cikampek (Instrumen Manuk Dadali Standar)
DAOP 2 Bandung
St. Bandung, St. Padalarang, St. Cianjur (Instrumen Manuk Dadali Versi Angklung)
St. Kiaracondong (Instrumen Karatangan Pahlawan)
DAOP 3 Cirebon
St. Cirebon, St. Cirebon Prujakan ( Instrumen Kota Cirebon)
DAOP 4 Semarang
St. Pekalongan, St. Tegal, St. Semarang Tawang, St. Semarang Poncol, St. Batang, St. Kedungjati, St. Cepu ( Instrumen Gambang Semarang Jazz)
DAOP 5 Purwokerto
St. Purwokerto, St. Kroya, St. Slawi (Keroncong Di tepinya Sungai Serayu)
DAOP 6 Yogyakarta
St. Yogyakarta, St. Lempuyangan ( Instrumen Sepasang Mata Bola)
St. Solo Balapan, St. Solo Jebres, St. Purwosari, St. Sragen (Instrumen Bengawan Solo)
DAOP 7 Madiun
St. Madiun (Nasi Pecel Madiun)
DAOP 8 Surabaya
St. Surabaya Gubeng (Instrumen Rek Ayo Rek)
St. Surabaya Pasarturi (Surabaya Oh Surabaya)
St. Bojonegoro (Pinarak Bojonegoro)
DAOP 9 Jember
St. Jember (Jember Pendhalungan)
St. Kalisat (Instrumen Gelleng Sokoh Patrol)
St. Ketapang (Instrumen Luk-Luk Lumbu)
Terima kasih sudah membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H