Hanya saja dalam memecahkan masalah, tak jarang mereka merasa kesal, pundung, tak sabar, juga frustasi karena masalahnya tak kunjung usai (orang dewasa juga seperti ini sih terkadang).
Disini perlunya orang lain sebagai partner yang membantu mereka untuk memahami permasalahannya dan membiarkan mereka untuk menemukan jalan keluarnya sendiri.
Begitupun ketika orang dewasa menghadapi masalah, ketika sudah sampai diubun-ubun berfikir dan tak ditemui pemecahan mutakhir, orang dewasa memerlukan partner diskusi atau sekedar kawan minum kopi untuk menajamkan kembali intuisi.
No Pain, No Gain!
Anak-anak juga begitu, ketika ia tahu bahwa mist dari parfume ternyata sangat pedih jika terkena mata dan sangat pahit jika tertelan, maka di pikiran mereka akan muncul tanda “fear” agar lebih berhati-hati ketika bertemu dengan benda yang sama. Kejadian buruk yang pernah menimpa mereka akan selalu mereka ingat dan tersimpan dalam Long Term Memory.
Dari kejadian itu, bukan hanya anak yang belajar, tetapi kita sebagai orang dewasa juga seperti diingatkan, bahwasannya ketika kita berbaur dengan anak-anak kita harus lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Tugas orang dewasa adalah meminimalisir timbulnya risiko bahaya yang mungkin menimpa mereka.
Masa anak-anak memang tidak akan pernah terulang lagi, tetapi semua peristiwa yang pernah dilewati akan terus hidup dan terbawa sampai dewasa nanti. Jadi, sudahkah kita belajar dari (masa) anak-anak?
*Tulisan pertama saya di Kompasiana, yang saya persembahkan untuk memperingati Hari Anak Sedunia tanggal 20 November lalu.
Teruslah bertumbuh, teruslah menjadi anak-anak pemberani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H