Mohon tunggu...
Retno DaruDewi
Retno DaruDewi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Begini Cara Kami Memulihkan Pencandu Narkotika

9 November 2017   17:32 Diperbarui: 9 November 2017   18:12 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemulihan pecandu atau penyalahguna narkoba membutuhkan waktu yang lama. Tidak ada kata sembuh pada pecandu narkoba. Yang ada adalah kata pulih. Pulih dalam kondisi normal pada fisik, psikis, sosial dan spiritualnya. Pecandu yang  sudah pulih, namun tidak ada jaminan bahwa kecanduan itu tidak akan kambuh kembali. Perjuangan pecandu atau penyalahguna narkoba untuk pulih adalah seumur hidup. Pemulihan membutuhkan waktu yang amat sangat panjang, upaya yang keras, disiplin, niat dan kerjasama antara keluarga, orang-orang yang mencintainya dan pusat rehabilitasi. Semua itu, merupakan kunci untuk tidak kembalinya mantan pecandu atau penyalahguna pada narkoba. Pecandu tidak cukup hanya pulih, namun harus dapat menjalankan fungsi sosialnya dan produktif kembali. Kecenderungan kambuh atau relapseselama proses pemulihan merupakan satu hal penting untuk direspon dan ditangani dengan cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing kasus.  

Jumlah Pecandu atau penyalahguna narkoba di Indonesia adalah 5,8 Juta orang (Data BNN, 2016). Dengan data  data tersebut, berarti ada lebih dari 5 juta orang yang membutuhkan perjuangan seumur hidupnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para konselor dalam upaya melakukan pemulihan. Seorang konselor jangan pernah puas dan berhenti belajar. Setiap kasus memiliki keunikan tersendiri. Setiap kasus harus dilalui dengan banyak belajar. Hal-hal yang harus dikuasai oleh seorang konselor adiksi narkoba adalah antara lain :  soal gejala putus zat, pemulihan termasuk permasalahan yang dialami seorang pecandu narkoba, kemampuan mantan pecandu narkoba dalam menjalankan fungsi sosial dalam masyarakat, produktivitas seorang pecandu narkoba, dan HIV-AIDS akibat komplikasi akibat penyalahgunaan narkoba.

Konselor yang menangani kasus pemulihan pecandu narkoba dilatih untuk terampil  dalam malakukan konseling dan pendampingan. Sebagai professional, seorang konselor dituntut untuk tanggungjawab dana tanggung gugat. Konselor  harus mampu menuliskan serta menyusun secara rinci dan sistematis setiap konseling yang dilakukannya.  Mulai dari pembukaan, membangun rapport.  Tujuan membangun rapport  agar konseli merasa nyaman dan aman. Setelah tercipta rapport,maka akan menciptakan suasana yang kondusif. Selain kondusif didapatkan pula hubungan  yang terapetik.  Dimulai dari mendengar aktif, mengamati reaksi non verbal, ketrampilan paraphrasing(mengulang kembali setiap pernyataan-pernyataan konseli), probing(menanyakan untuk menggali lebih dalam permasalahan konseli), understanding, evaluating.  Melakukan  identifikasi masalah, menggali perasaan konseli, menggali kebutuhan konseli berdasarkan teori FBN (Four Basic Needs), mengkaji masalah konseli dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam melakukan konseling. Teori kebutuhan konseli berdasarkan FBN (Four Basic Needs) yang diperkenalkan oleh RD. Alfons Sebatu, PhD dalam bukunya Penyembuhan Luka batin meliputi antara lain : 1) Kebutuhan akan Self Preservation (SP) termasuk takut, tidak berani, pengecut, tidak aman, bertentangan, tidak puas, depresi, problem sex, tidak mampu, tidak berdaya, stress, burn out (kejenuhan), stress, tidak ada harapan, anti social, kehilangan kekuasaan 2) Kebutuhan akan Romance yang meliputi benci, dendam, tidak mengampuni, marah,kecewa, introvert, terasing, kesepian, tidak dihargai, terlalu dilindungi, tidak adil, tidak diterima, ditolak untuk kemesraan, gagal dalam pernikahan, tidak komit, takut, hasrat, tidak puas dan tidak jujur. 3) Kebutuhan akan money meliputi gagal dalam bisnis, bangkrut, kemiskinan, tekanan dalam pekerjaan, terlalu banyak pekerjaan, terlalu cepat menjadi pencari nafkah, ditipu dalam bisnis, ditipu, dirampok, terlibat bisnis illegal, takut, tidak puas. 4) Kebutuhan akan Recognition meliputi tidak ada kenaikan pangkat, tidak ada apresiaso, rasa diri benar, opportunist, sombong, menghakimi, dihina, malu, tidak dihargai, rendah diri, curiga.

Studi kasus merupakan tinjauan dan praktik konseling secara langsung kepada konseli dengan menggunakan teori-teori yang ada. Melalui Konseling dan pendekatan secara langsung didapatkan kebutuhan dasar dari setiap konseli. Setelah mengetahui kebutuhan dasar, melalui konseling dan pendampingan serta ketrampilan yang dimiliki konselor, konseli  dapat menemukan insight untuk menjalankan hidup selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun