Sobat Kompasiana, bertepatan dengan tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional dan Nasional atau sering dikenal dengan istilah May Day. Sejarah singkatnya, hari buruh ditetapkan pertama kali oleh federasi internasional, kelompok sosialis, dan serikat buruh di Amerika Serikat pada era 1880-an untuk merayakan hak-hak pekerja dan pencapaian jam kerja 8 jam sehari di Amerika Serikat serta  untuk mendukung hak-hak pekerja (cnnindonesia.com).
KBBI mendefinisikan buruh sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Buruh sendiri ada berbagai macam, misalnya buruh pabrik, buruh tani, buruh gendong, buruh cuci, sampai ASN pun dapat dikatakan sebagai "buruh pemerintah". Jadi, semua pekerja yang diupah selain pengusaha dan penguasa dapat disebut sebagai buruh.Â
Berbicara tentang buruh, suatu ketika Ibun Enok berbelanja ke Pasar Beringharjo di Kota Yogyakarta dan melihat beberapa buruh gendong atau sering disebut "mbok gendong". Buruh Gendong merupakan orang yang bekerja dengan menawarkan jasa tenaga fisiknya kepada orang lain, yaitu menggendong barang untuk mendapatkan upah. Mayoritas buruh gendong ini adalah perempuan, berusia tengah baya bahkan ada yang sudah lansia. Mereka ada yang berdomisili jauh dari Pasar Beringharjo, misalnya dari Kabupaten Kulon Progo.Â
Ibun Enok pun menjadi trenyuh melihat para pejuang rupiah dari membantu orang lain mengangkat barang ini dan tertarik untuk mengulas tentang apa yang dapat kita pelajari dan teladani dari buruh gendong.
Hampir setiap hari buruh gendong memulai pekerjaannya dari matahari mulai terbit sampai waktu senja tiba, kadang juga  bisa sampai malam hari. Upah yang diterima pun belum tentu banyak, rata-rata 30-50 ribu per hari. Terkadang malah ada yang hanya mendapatkan 1 orang yang butuh dibantu dengan upah 20 ribu saja. Jumlah buruh gendong pun banyak, sehingga mereka harus saling berbagi pelanggan.Â
Buruh gendong mempunyai latar belakang kehidupan yang mayoritas berasal dari keluarga menengah ke bawah. Tekadnya untuk menjadi buruh gendong biasanya disebabkan karena keterbatasan lapangan pekerjaan dan faktor ekonomi.
Demi membantu ekonomi keluarga, mereka rela menggendong beban sampai puluhan kilo di punggung. Bisa terbayang bagaimana kondisi kesehatan punggung mereka apabila setiap hari harus mengangkat beban berat. Potensi untuk mengalami cedera punggung sangat tinggi.Â
Berbagai studi penelitian pun ternyata telah dilakukan terkait buruh gendong ini. Berikut ulasan kesimpulan hasil penelitiannya.Â
1. Penelitian Sowanya Ardi Prahara dan Prof. Drs. Koentjoro, MBSc.,Ph.D (2010) dari Universitas Gadjah Mada tentang  Makna Kerja Buruh Gendong Perempuan di Pasar Beringharjo Yogyakarta : Sebuah Studi Fenomenologi
Penelitian bertujuan untuk memahami makna kerja bagi buruh gendong perempuan di pasar Beringharjo Yogyakarta dengan pendekatan studi fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo Yogyakarta merasakan kenyamanan dalam kerjanya karena merasa bahwa bekerja adalah perwujudan orientasi ekonomi guna mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya dan perwujudan otonomi diri.Â
Kerja dimaknai sebagai rejeki pemberian Tuhan, kehidupan sosial dan sebagai sarana untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Rasa nyaman dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh adanya motivasi, role model, faktor-faktor pendorong, nilai-nilai yang mereka yakini dalam kehidupan dan diterapkan dalam pekerjaan, kondisi buruh gendong perempuan di dalam pekerjaannya dan strategi coping (pemecahan masalah) yang dilakukan.
2. Penelitian Sri Yulita Pramulia Panani (2021) dari Universitas Gadjah Mada tentang Pandangan Buruh Gendong di Yogyakarta terhadap Peran Ganda Perempuan
Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana buruh gendong mempertahankan eksistensinya sebagai perempuan Jawa yang dapat berperan ganda untuk membantu ekonomi keluarga dan bagaimana cara pandang terhadap peran ganda perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan Jawa tidak hanya berkarakter halus dan penurut tetapi juga kuat, tangguh dan tegas dalam mengambil keputusan. Buruh gendong memandang peran ganda sebagai bagian dari kehidupan yang harus dihadapi dengan kemauan dan keikhlasan. Mereka menangani konflik peran ganda dengan cara efisiensi manajemen waktu dan pembagian beban dalam pekerjaan rumah tangga. Selain itu, dapat diketahui bahwa wanita dengan peran ganda tidak hanya terbatas ingin berkontribusi dalam keluarga, namun juga membantu keluarga dengan tulus ikhlas.Â
3. Penelitian Trina Melianingsih dan Sheila Oksapariana (2008) dari Universitas Negeri Yogyakarta tentang Eksistensi Kehidupan Buruh Gendong Perempuan di Pasar Beringharjo
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi dan upaya yang dilakukan buruh gendong untuk menjaga eksistensi mereka dalam menghadapi dinamika kehidupan di Pasar Beringharjo dan bagaimana peran modal sosial dalam berperan sebagai bagian dari upaya tersebut.
Strategi pertama adalah bergabung dengan asosiasi buruh di Pasar Beringharjo "Sayuk Rukun". Upaya yang dilakukan melalui banyak aktivitas dalam asosiasi tersebut seperti kerjasama, simpan pinjam, dan kegiatan keagamaan (menambah pengetahuan agama) yang diikuti dengan pelayanan kesehatan.Â
4. Penelitian Sultan Aryatama (2022) dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta tentang Strategi Bertahan Hidup Buruh Gendong di Pasar Beringharjo Timur pada Masa Pandemi Covid-19.Â
Kondisi Pasar Beringharjo Timur yang lebih sepi saat pandemi Covid-19 dan banyaknya kios pedagang yang tutup sementara telah berdampak pada menurunya pelanggan yang menggunakan jasa buruh gendong.
Hal ini mendorong para buruh gendong menerapkan berbagai strategi bertahan hidup, yaitu: strategi alternatif penghasilan dengan bekerja menjaga toko pedagang di Pasar Beringharjo Timur dan menjual anak ayam di tempat tinggal asal, strategi menghemat pengeluaran dengan mengurangi pola makan, menurunkan mutu makanan, dan menghemat biaya pengeluaran sehari-hari, Â serta strategi jaringan sosial dengan menjalin hubungan baik dengan teman dan kelompok paguyuban YASANTI untuk saling membantu satu sama lain.
Sebagai informasi, Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) adalah organisasi yang berbasis di Yogyakarta dan fokus pada peningkatan kondisi dan aspirasi perempuan di masyarakarat melalui pembentukan organisasi pekerja, advokasi, dan pedidikan.
5. Penelitian Rika Ramadhanti dkk (2022) dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta tentang Kehidupan Sehari-Hari Buruh Gendong Wanita Pasar Beringharjo Yogyakarta Dalam Fotografi Dokumenter
Penelitian ini bertujuan mendokumentasikan gambaran kehidupan sehari-hari buruh gendong di Pasar Beringharjo. Foto digunakan sebagai visualisasi perempuan pekerja buruh gendong yang memiliki potensi kuat dalam bekerja, meskipun secara fisik sebenarnya lebih kuat laki-laki. Informasi terkait buruh gendong dikumpulkan melalui observasi dan ditampilkan secara visual dengan medium fotografi. Karya fotografi yang diciptakan merupakan karya fotografi dokumenter.
6.  Penelitian Verena Violeta Widyanti  (2022) dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta tentang Kerawanan Sosial Buruh Gendong Perempuan Pasar Beringharjo.
Buruh gendong perempuan mengalami kerawanan sosial yang diakibatkan karena kondisi pasar yang sepi akibat pandemi Covid-19. Potensi kerawanan sosial ekonomi muncul karena jumlah orang dari kelompok miskin makin bertambah sebagai akibat kehilangan pekerjaan dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi keluarganya menjadi terhambat.
Penelitian menemukan beberapa faktor kerawanan sosial buruh gendong perempuan Pasar Beringharjo, antara lain: Pertama, faktor Kerawanan buruh gendong yang dilihat dari modal sosial partisipasi dan resiprositas. Ketidakaktifan buruh gendong dalam mengikuti kegiatan sosial sehingga dapat meningkatkan kerawanan sosial dalam masyarakat.Â
Sedangkan dalam resiprositas antar buruh tidak terdapat kerawanan, justru buruh gendong melakukan pola saling berbagi dalam melakukan aktivitas ekonomi, antara seseorang yang mempunyai penghasilan berlebih dan kurang, serta kepedulian yang tercermin dalam sikap tolong menolong membawakan barang gendongan.
Kedua, faktor  kerawanan karena konflik akibat persaingan dalam perebutan barang dagangan. Buruh gendong dapat merasa cemas jika memiliki konflik dengan buruh lainnya, sehingga dapat mengganggu pekerjaan.Â
Ketiga, faktor kerawanan kesehatan dapat dilihat dari usia dewasa sampai dengan lansia. Kerawanan terutama pada kesehatan persedian tulang lutut akibat menggendong dalam jumlah beban yang berat.
Dari gambaran tentang bagaimana kehidupan sehari-hari buruh gendong bekerja keras tanpa menyerah mencari upah, memaknai pekerjaannya sehingga merasa nyaman, memandang peran gandanya sebagai perempuan dengan kemauan dan keikhlasan, menerapkan berbagai strategi bertahan hidup, dan menghadapi berbagai kerawanan sosial di masyarakat, kita dapat mengambil banyak pembelajaran berharga. Kita harus senantiasa bersyukur, bersemangat dan berjuang atas pekerjaan dan kehidupan yang kita jalani.Â
Selamat Hari Buruh!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI