Sobat Kompasiana, di era digital ini semakin banyak berseliweran informasi yang tidak akurat alias hoaks. Parahnya, informasi tersebut tidak hanya bohong, menipu tetapi juga mengandung provokasi negatif. Lansia menjadi kelompok rentan karena sasaran empuk kejahatan digital seperti phising, scamming, penipuan jual beli online, tawaran hadiah dan semacamnya. Oleh karena itu, semua orang harus memiliki literasi digital, tak terkecuali lansia.
Wikipedia mendefinisikan literasi digital (kemelekan digital) yaitu kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang membutuhkan keterampilan kognitif dan teknis. Pemanfaatan media informasi haruslah secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum (UU ITE / Informasi dan Transaksi Elektronik). Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri dalam berbagai seminarnya tentang literasi digital mengistilahkan literasi digital dengan kecakapan digital, yaitu kecakapan menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi data dan informasi, serta berpartisipasi dalam transformasi digital.
Memang pengguna media digital saat ini lebih didominasi dari kalangan anak muda dari usia anak-anak, remaja sampai dewasa, sehingga butuh kemampuan literasi digital ini. Namun, ternyata kelompok lansia pun membutuhkan sekali kemampuan ini. Kenapa?
Para lansia menurut pengamatan Ibun Enok seringkali berhasrat ingin langsung membagikan atau memforward  informasi yang didapatnya baik dari WAG atau media sosial ke berbagai WAG-nya baik pertemanan maupun keluarga tanpa mengecek kebenarannya. Informasi berantai tersebut diteruskan hanya karena berasumsi dianggap akan bermanfaat bagi orang lain.Â
Parahnya, WAG yang mengandung informasi hoaks ini sudah merambah ke WAG pengajian-pengajian yang seharusnya menebarkan informasi positif pengetahuan agama. Nampaknya, ada berbagai oknum yang sengaja membuat konten informasi yang bersifat hoaks dan provokasi kebencian. Apalagi jelang pemilu tahun 2024, arus informasi dari berbagai WAG dan media sosial sebegitu dahsyatnya, sehingga semua kalangan termasuk lansia harus lebih berhati-hati lagi.
Lalu bagaimana dinamika psikologis yang menyebabkan kelompok lansia menjadi rentan terhadap informasi hoaks dan provokatif?
1. Â Penurunan fungsi kognitif lansia
Hal ini menyebabkan lansia berkurang kemampuannya dalam menggunakan media informasi dengan cermat dan tepat. Misalnya dalam menerima dan memroses informasi yang bersifat hoaks serta beradaptasi dengan teknologi media informasi, lansia tidak lagi mampu secara akurat memfilter, memroses, mengkonfirmasi dan mengevaluasi pesan informasi yang diterimanya.Â
2. Efek FOMO (Fear of Missing Out)
Tak hanya anak muda, efek FOMO ternyata juga dapat melanda lansia. Rasa takut atau cemas apabila ketinggalan informasi dan tren di media sosial itulah FOMO. FOMO dapat menyebabkan seseorang merasa tertinggal dan berpikir bahwa kehidupan orang lain di media sosial lebih menyenangkan dibanding hidupnya sendiri. Lansia butuh pengakuan akan keberadaannya dari orang lain terutama generasi muda bahwa mereka juga tak mau kalah dalam mendapatkan informasi terkini.
3. Perasaan insecure lansia
Lansia selama ini seringkali merasa tersisihkan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, merepotkan, menjadi beban dan sumber masalah. Sebaliknya, sebenarnya keberadaan lansia masih dapat bermanfaat dan diberdayakan dengan membekali literasi digital. Perasaan insecure ini menyebabkan lansia masih ingin dianggap dan tidak menjadi beban, sehingga berusaha keras untuk beradaptasi dengan perkembangan jaman, khususnya teknologi informasi.Â
4. Perasaan kesepian (loneliness) lansia
Ketika memasuki usia lansia, secara psikologis perasaan kesepian akan muncul dalam kesehariannya. Perasaan kesepian inilah yang menyebabkan lansia cenderung ingin mencari kelompok pertemanan baru dengan bergabung dengan berbagai macam komunitas WAG. Ketika sudah tergabung dalam suatu komunitas, perasaan sepinya diharapkan akan hilang dan berganti dengan keterikatan dan keterlibatan terhadap komunitasnya (group involvement).Â
Semakin mendalam tergabung dalam sebuah komunitas akan membentuk trust terhadap kelompoknya itu. Rasa yakin dan percaya secara penuh terhadap komunitas (termasuk anggota yang tergabung) inilah yang lama-lama mampu mendorong lansia untuk bergerak cepat atau malah cenderung  impulsif dalam meneruskan berbagai macam informasi yang beredar dalam komunitas, WAG misalnya.Â
Dengan adanya faktor-faktor psikologis yang menyebabkan lansia menjadi rentan di era teknologi informasi, yuk kita dampingi lansia di sekitar kita untuk bersama-sama belajar agar melek digital. Lansia butuh lebih mendapatkan banyak bimbingan dan pengawasan dalam penggunaan media digital. Memang tidak mudah dalam menyampaikan kepada lansia, karena biasanya mereka ingin dianggap benar dan mempunyai lebih banyak pengalaman hidup. Cukup gunakan saja bahasa yang sederhana, tidak menggurui, mudah dipahami dan santun dalam menyampaikan pembelajaran literasi digital, agar tidak menjadi perdebatan panjang dan salah paham.
Salam literasi digital!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H