Mohon tunggu...
Retno Endrastuti (IBUN ENOK)
Retno Endrastuti (IBUN ENOK) Mohon Tunggu... Human Resources - Diary of Mind

Menyukai tulisan2 ringan dengan topik psikologi populer, perencanaan kota dan daerah, kuliner, handycraft, gardening, travelling...terutama yang kekinian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Khitan Anak Perempuan, Wajibkah?

12 Juli 2023   15:15 Diperbarui: 12 Juli 2023   15:23 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sobat Kompasiana, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bagi umat Muslim khitan atau sunat pada anak laki-laki hukumnya adalah wajib. Lalu bagaimana dengan anak perempuan? Ibun Enok tiba-tiba tergelitik untuk mencari tahu tentang khitan pada perempuan. Kalau dalam budaya Jawa, Ibun Enok ingat sekali Ibu pernah bercerita kalau dulu sewaktu kecil menjalani upacara tradisi Tetesan, sebuah tradisi Jawa untuk khitanan bagi anak perempuan.

Kata khitan dalam istilah medis sirkumsisi, sedangkan dalam bahasa Arab khatnun yang artinya memotong bagian depan, dalam hal ini memotong sebagian dari organ kelamin. Bagi anak laki-laki yaitu dengan memotong kulup (kulit bagian depan kelamin laki-laki) yang merupakan tutup kepala zakar. Manfaatnya agar alat kelamin laki-laki tidak mudah terpapar kotoran sisa air seni yang dapat menempel di bagian kelamin tersebut. Khitan juga dapat mengurangi resiko laki-laki terkena berbagai penyakit, seperti infeksi pada saluran kemih, penyakit menular seksual, dan kanker penis. Sedangkan pada anak perempuan dengan cara hanya memotong sedikit kulit yang menutupi bagian depan klitoris. Khitan perempuan ini diyakini dapat menurunkan kepekaan alat kelamin anak perempuan sehingga hasrat seksual atau libido nantinya tidak terlalu tinggi atau dapat dikendalikan. Dengan kata lain, khitan perempuan dapat menyeimbangkan syahwat (libido) perempuan.

Lalu bagaimana khitan pada anak perempuan? Khitan pada anak perempuan memang masih menjadi hal yang pro dan kontra. Dalam buku Happy Parenting with Qur'an dan Sunah karya Deri Rizki Anggraini dan Yazid Subakti yang Ibun Enok baca, khitan perempuan dalam sudut pandang agama Islam, terdapat berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, dari perbedaan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa khitan perempuan bukanlah ibadah sunah. Khitan perempuan bukanlah anjuran, melainkan sekedar kebolehan, tidak disyariatkan secara agama atau dengan kata lain tidak ada konsekuensi hukum agama sama-sekali. Namun apabila melakukannya adalah suatu kemuliaan bagi perempuan dan suaminya kelak. Kemuliaan disini maksudnya adalah kelak ketika dewasa dan bersuami, maka khitannya itu akan membuat suami merasa dimuliakan serta merasa senang dan nyaman dengan kondisi istrinya yang sudah dikhitan.

Khitan anak perempuan ternyata dipraktekkan di berbagai budaya. Fakta dari temuan World Health Organization (WHO) lebih dari 200 juta anak perempuan dan wanita di 30 negara, paling sering di Afrika, Timur Tengah, dan Asia sudah pernah dikhitan. Di Indonesia sendiri dapat ditemui di tradisi Gorontalo dan Jawa.  Dr. Agus Hermanto, MHI dalam tulisannya "Hukum Khitan Perempuan dan Faidahnya" (https://syariah.radenintan.ac.id/hukum-khitan-perempuan-dan-faidahnya/) mengatakan bahwa praktek kemuliaan (khitan perempuan) sebenarnya lebih tepat sebagai label budaya manusia yang terbatas ruang dan waktu, bukan perintah Allah dan Rasul-Nya. hanya batas menyatakan bahwa ia merupakan tradisi (sunnah qadimah).

Dari sudut pandang medis, menurut berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa khitan perempuan tidak diperlukan karena tidak memiliki manfaat apapun dalam kesehatan. Bahkan dapat merugikan dan membahayakan apabila tidak dilakukan secara benar. Berdasarkan situs halodoc.com, praktek khitan perempuan dapat menyebabkan resiko kesehatan secara langsung /jangka pendek dan berbagai komplikasi jangka panjang yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan fisik. Kondisi ini juga mempengaruhi mental dan fungsi seksualnya.

Resiko kesehatan jangka pendek diantaranya sakit parah, pendarahan berlebihan, terkejut, pembengkakan jaringan kelamin, infeksi, meningkatkan resiko penularan virus HIV, masalah buang air kecil (gangguan retensi urin dan nyeri), gangguan penyembuhan luka, dan kematian karena infeksi termasuk tetanus. Sedangkan resiko jangka panjangnya antara lain nyeri, infeksi genital kronis, infeksi saluran reproduksi kronis, infeksi saluran kemih, susah buang air kecil, masalah vagina (keputihan, gatal, vaginosis bakteri, dan infeksi lainnya), masalah menstruasi (nyeri haid, haid tidak teratur, dan kesulitan mengeluarkan darah haid), keloid, masalah kesehatan seksual (sensitivitas seksual, nyeri saat berhubungan seks, kesulitan penetrasi, dan penurunan jumlah produksi pelumas alami), komplikasi persalinan, resiko perinatal (insiden resusitasi bayi yang lebih tinggi saat persalinan dan kelahiran mati) dan masalah kesehatan mental (gangguan stres pasca-trauma /PTSD, gangguan kecemasan, depresi dan keluhan fisik, seperti sakit dan nyeri tanpa penyebab pasti).

Di Indonesia, praktek khitan perempuan ini telah diatur kebijakannya dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan. Disebutkan dalam peraturan tersebut bahwa sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Akan tetapi apabila berdasarkan aspek budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih terdapat permintaan dilakukannya sunat perempuan yang pelaksanaannya tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat, serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation).

Jadi dapat disimpulkan Sobat Kompasiana, bahwa khitan perempuan adalah sebuah pilihan, tidak wajib atau tidak disunahkan secara syariat agama Islam. Namun apabila berniat akan dilakukan secara tradisi maupun untuk tujuan kemuliaan, maka harus tetap harus dilakukan secara benar, mengingat banyaknya resiko medis yang dapat muncul.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun