Pada tahun 2020, sebuah lembaga riset global bernama Institute for Economic and Peace melakukan penelitian menyangkut indeks perdamaian di tingkat global ( Global Peace Index /GPI ) dan index terorisme global (Global Terorisme Index/GTI). Institute for Economix and Peace adalah lembaga riset global yang banyak mengulas perdamaian di banyak negara. Mereka juga mempelajari kecenderungan bagaimana terorisme bekerja dan bagaimana cikal bakalnya. Mereka juga mengadakan pelatihan bagi periset dan aktivis untuk mempelajaris strategi kontrapropaganda.
Berdasar riset mereka, didapat bahwa tingkat perdamaian paling rendah dan tingkat terorisme tertinggi adalah negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Sekali lagi ini adalah hasil riset mereka yang berbasis keilmuan sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Hasil riset mereka menunjukkan dalam masalah perdamaian / GPI, ada enam negara yang paling tidak damai yaitu Somalia (158), Yaman (159), Sudan (160), Iraq (161), Suriah (162), dan Afghanistan (163). Sedangkan negara yang tingkat terorismenya paling tinggi adalah Afghanistan (1), Iraq (2), Nigeria (3), Suriah (4), dan Somalia (5).
Dari sekian negara di atas, jika kita telisik ke datang yang bisa dicari dengan google, negara-negara itu adalah adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama muslim. Tidak ada negara dengan moyoritas penduduknya non muslim masuk dalam dua katagori di atas. Apa yang salah dengan agama Islam?
Tidak ada yang salah dengan agama Islam. Malah Islam adalah agama yang mengajarkan damai kepada pemeluknya. Al-Qur'an hanya membahas 2% dari seluruh isi kitab suci itu tentang peperangan dan kekerasan. Hanya saja hal itu harus dikaitkan dengan konteksnya, kenapa ayat itu muncul dan bagaimana situasi yang menyertainya.
Studi global mengungkap bahwa ada banyak faktor yang menimbulkan terorisme atau kekerasn di sebuah wilayah yaitu jaringan pertemanan, lingkungan, ketidakadilan, balas dendam, sosial, solidaritas, perubahan politik, psikologi, ekonomi, ideologi, dan lainnya.
Namun, ideologi kekerasan bisa menjadi faktor utama seseorang untuk melakukan aksi terorisme. Misalnya, di dalam sejarah Islam ada sebuah doktrin atau pemahaman keagamaan yang skripturalis dan literalis. Pemahaman ini akan berpotensi besar melahirkan kekerasan dan terorisme.
Doktrin-dokrin ini bisa diajarkan dalam dakwah beberapa ulama yang menganut Islam konservatif. Hal ini juga terjadi di Indoensia, meski Islam di sini mayoritas adalah moderat dan Wali Songo dulu menyebarkan agama Islam dengan damai dengan jalan alkuturasi, namun tidak bisa dipungkiri beberapa pendakwah mengajarkan hal berbeda.
Penting bagi kita untuk merawat semangat Wali Songo dalam menyebarkan agama. Keberagaman yang dimiliki oleh Nusantara (Indonesia) koheren dengan cara dan konten Wali Songo melakukan dakwah. Karena itu kita perlu merelevansikan Islam damai dengan keberagaman Indonesia
Kita memang negara dengan mayoritas penduduk muslim, tapi jangan pernah kita masuk dalam peringkat tertinggi untuk GPI dan GTI. Sangat perlu bagi kita untuk menjaga relevansi dakwah dan merawat keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H