Masih saja ada pihak-pihak yang mempertanyakan Pancasila sebagai dasar negara. Indonesia yang berkembang menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar, dirasa tidak relevan menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Belakangan, baru diketahui bahwa pihak-pihak yang mempertanyakan itu ternyata ingin menawarkan ideologi baru, yang dianggap relevan dengan penduduk muslim terbesar. Padahal, para pendiri bangsa ini dengan tegas menyatakan, bahwa Indonesia bukanlah negara Islam, tapi Indonesia merupakan negara beragama yang mengakui banyak agama. Karena itulah sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah salah salah satu nilai universal yang ditawarkan Pancasila. Bahwa semua orang di Indonesia apapun agamanya, sama-sama menjunjung tinggi Tuhan YME yang telah memberikan kemerdekaan dan keberagaman bagi Indonesia.
Indonesia tidak hanya menganut banyak agama, tapi juga mempunyai suku dan budaya yang beragam. Ini artinya, setiap manusia Indonesia melekat perbedaan didalamnya. Namun nilai-nilai budaya di negeri ini mengajarkan, meski saling berbeda tapi tetap saling menghargai, saling menghormati dan saling tolong menolong. Karena itulah, sila kedua Pancasila mengajarkan kepada kita untuk selalu memanusiakan manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama, karena itulah apapun agama dan latarbelakangnya, kita harus memberikan perlakukan yang sama. Tidak dibenarkan karena berbeda agama, maka kita harus memberikan perlakukan yang berbeda pula. Sikap semacam itu tidak dikenal dalam masyarakat Indonesia.
Karena masyarakat Indonesia merangkul setiap perbedaan, secara otomatis mereka sangat mengedepankan persatuan dan kesatuan. Dalam sila ketiga Pancasila ini, persatuan menjadi mutlak dilakukan. Indonesia merupakan negara dengan geografis sangat besar. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah suku yang besar. Perlu kiranya tetap menjunjung tinggi persatuan dalam keberagaman. Betul, besarnya keberagaman ini tidak menutup kemungkinan memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat. Karena itulah menjadi tugas kita bersama untuk saling mengingatkan, agar tidak mudah terprovokasi informasi menyesatkan di dunia nyata dan dunia maya.
Membangun nilai-nilai universal harus terus disuarakan, mengingat Indonesia begitu beragam. Perbedaan bisa saja memicu terjadinya perselisihan. Namun, lagi-lagi Pancasila mengajarkan kepada kita untuk musyawarah jika terjadi perselisihan. Tentu saja dalam musyawarah ini dituntut untuk melepaskan ego pribadi, dan harus mengedepankan kepentingan publik. Jika pendapat kita tidak diterima, maka kita juga harus legowo. Bahwa Indonesia tumbuh menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar, itu merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Namun bukan berarti kelompok muslim bisa leluasa memaksakan kehendaknya. Karena di Indonesia juga ada masyarakat yang memeluk Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, bahkan juga masih ada yang menganut aliran kepercayaan.
Mari kita terus mendorong nilai-nilai universal ini muncul ke publik. Karena seiring perkembangan teknologi, media sosial seringkali dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyuarakan sentimen SARA. Kebencian kepada seseorang atau kelompok tertentu terus dimunculkan. Hal-hal semacam ini harus kita lawan. Tentu bukan dengan cara saling membenci atau saling melakukan tindak kekerasan. Namun harus dengan cara yang tepat, agar semua pihak merasakan win win solusi. Dengan menusung nilai-nilai universal, diharapkan bisa menciptakan keadilan, agar terdistribusi secara merata bagi seluruh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H