Mohon tunggu...
Retna Ayu
Retna Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Elegi Botol Bekas

18 Maret 2017   12:20 Diperbarui: 18 Maret 2017   12:57 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ mbak nindy nanti kalo ada tukang rosok barang bekas tolong dipanggil ya. Bunda mau jual botol aqua bekas’ teriakan bunda mengagetkan dari dalam dapur membuyarkan lamunanku. “nggih bunda”, aku pun hanya menjawab sekenanya. Beberapa hari yang lalu dirumah kami ada pengajian yang menyisakan tumpukan botol air mineral bekas.

Perlahan kakiku melangkah menuju pintu depan dan aku duduk di teras rumah. Ku sapukan pandanganku  disekeliling halaman. Sepi.damai.syahdu. Tidak ada yang berubah sejak aku kecil.pandanganku tertuju pada tumpukan botol plastik dibawah pohon mangga itu. “barang-barang yang sudah tak lagi dianggap berguna pasti dibuang,begitu juga dengan manusia”gumam ku.bagaimana nasib botol botol bekas itu setelah ini? Dilebur? Didaur dijadikan bijih plastik kembali? Sayang sekali’,pikirku. Tiba tiba sekilas peristiwa kembali terlintas di benakku, ketika ku buka pesan singkat dari ponselku. Pesan dari orang yang selama ini ku tunggu-tunggu.Sembari tersenyum ku buka pesan itu.

“nindya sayang, sepertinya kita tidak dapat melanjutkan hubungan ini. Aku ingin sendiri dulu”

jantungku berhenti berdetak.serasa kaku tubuh ini tak bisa digerakkan. Ada apa? Inikah jawaban dari puluhan telponku yang kau abaikan. Ratusan pesanku yang hanya kau baca tanpa membalasnya? Apa salahku? Apakah selama ini kita punya masalah? Aku rasa tidak. Dan aku baru menemukan jawabannya saat melihatmu berfoto mesra dengan seorang gadis cantik yang ternyata adalah pacar barumu yang ku ketahui berprofesi sebagai pramugari, hasil pencarian dan stalking di sosial medianya.

‘rosok…rosoke bu…barang barang bekase monitor monitore tv sampun rusak bu………” gaya tukang rosok yang sangat khas berbahasa jawa mengalihkan pandanganku agar tertuju padanya. Aku pun berdiri melangkahkan kaki ke depan gerbang dan tersenyum padanya.

 “ bapak botol bekas purun(mau)? ‘,ucapku. “nggih mbak. Alhamdulilah“jawabnya sembari mengelap wajahnya yang basah oleh keringat.  Deg, beliau mengucap syukur. Aku terbengong penuh keheranan, lalu kulirik gerobaknya sembari berjalan menuju pohon mangga besar itu yang di bawahnya ada tumpukan botol botol.  “gerobaknya kosong, jadi dari pagi beliau belum dapat apa apa”bisikku dalam hati.

Bergegas beliau memasukkan botol botol bekas air mineral itu ke karungnya dan menimbangnya. “tiga kilo mbak, empat ribu” ucapnya. “ iya bapak tidak apa-apa” sahutku. Sembari beliau membereskan botol botol bekas itu, ku ambil sebotol air mineral utuh dan ku sodorkan padanya. Beliau menerimanya dengan ucapan trimakasih. Lalu beliau membuka dompet usangnya dan mengulurkan tangannya, memberiku dua lembar uang dua ribuan lecek.aku menerimanya. Beliau mengucapkan terima kasih dan berlalu.

Tubuhku masih berdiri terpaku dibawah pohon mangga itu. Semilir angin menyejukkan di tengah terik panas siang ini dan aku masih menatap lembaran rupiah lecek ditangan. Seperti ada bisikan jelas terdengar ditelinga. “tidakkah kau bersyukur nindya? Tidakkah kau melihat kebawah? Banyak yang kehidupannya tidak seberuntung dirimu. Bukankah kamu punya wajah yang cukup cantik. Lulusan unuversitas ternama dan kamu sudah mempunyai pekerjaan walau belum sesuai harapanmu. Tidakkah kau mensyukuri semua itu? Lalu apa yang membuatmu sedih meratapi hidup? Merasa kalah dengan sainganmu? Dengar nindya hidup bukan untuk persaingan. Hidup adalah mencari kebahagiaan. Dan jika saat ini kamu belum merasakannya, berarti kebahagiaanmu bukan dengan dia.nindya bangkitlah. Kau pantas bahagia.

“mbak nindy…sudah??”,teriak bunda dari dalam rumah. “sampun bunda”sahutku.

Aku pun tersenyum dan melangkahkan kaki kedalam rumah. Ahh…… kenapa baru terpikir.bukankah botol botol mineral bekas itu bisa ku buat kerajinan tangan yang menarik. Aku dulu pernah memberikan pelatihan industri kreatif bank sampah untuk anak anak jalanan. Pasti akan lebih berguna daripada di lebur lagi. Hemmmm yah….lain kali deh kalo bunda pengajian lagi”,gumamku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun