Mohon tunggu...
Retika NiluhAlfala
Retika NiluhAlfala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 STIKOSA - AWS

Halo.. Salam kenal saya Retika atau akrab dipanggil Tika. Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almameter Wartawan Surabaya (STIKOSA - AWS). saat ini saya sedang menempuh pendidika S1 dengan jurusan Broadcasting. saya bisa dibilang masih belum handal dalam menulis, tapi coba dulu saja ya kan? jadi saya menunggu respon dari para kompasianers terkait tulisan saya agar saya bisa berkembang lagi :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Opini: Penyiaran Aksi Demo 11 April 2022, Media Harus Lebih Selektif

13 April 2022   16:55 Diperbarui: 13 April 2022   17:07 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Opini : Penyiaran Aksi Demo 11 April 2022, Media Harus Lebih Selektif

Oleh : Retika Niluh Alfala Putri

Pada hari Senin (11/04/2022) terjadi aksi demo yang dilakukan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan gedung DPR RI. Banyak media yang menaruh perhatian pada aksi demo tersebut bahkan media luar negeri. 

Aksi tersebut ditayangkan di berbagai media, baik televisi maupun media online. Demo memang identik dengan kekerasan, namun apakah hanya perihal kekerasan saja?

Dalam beberapa berita tentang demo yang diunggah, media lebih banyak menunjukkan aksi negatif dari demo. Seperti kerusakan yang dilakukan oleh pendemo atau aksi lempar benda yang diarahkan ke polisi. 

Sudah jelas pada Standar Penyiaran pasal 23 bahwa tidak seharusnya media menayangkan aksi kekerasan, seperti melempar benda, melakukan kekerasan dan sebagainya. 

Namun, pada nyatanya hal tersebut yang menjadi sorotan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang mengira bahwa demo hanyalah tindakan anarkis selain penyampaian aspirasi.

Selain penayangan kekerasan, media juga menunjukkan terkait tulisan demo yang menurut media menarik. Seperti adanya tulisan "lebih baik 3 ronde dengan ayang, daripada 3 periode", tidak ada kesan lucu atau menghibur dari tulisan tersebut bahkan tidak ada kesan penyampaian aspirasi, melainkan hanya kata-kata dewasa dan tidak memiliki sangkut paut dengan permasalahan. 

Dengan media menyorot pendemo yang menulis dengan kata -- kata seperti itu, menunjukkan bagaimana sikap mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi, dibandingkan dengan opini yang relevan mereka memilih untuk menggunakan kata-kata yang tak ada kaitannya.

Terkait beberapa permasalahan yang telah dijelaskan, diharapka media dapat lebih memilah dalam pengambilan berita. Seperti meminimalisir bahkan tidak perlu ditayangkannya tindakan kekerasan pada aksi demo kemarin. 

Dan juga terkait poster nyeleneh tidak perlu sebaiknya tidak perlu diberitakan, karena kata-kata yang digunakan dirasa kurang etis dan takutnya orang-orang akan berfikir bahwa mahasiswa saat ini tidak memiliki etika dalam menyampaikan pendapat. 

Karena yang dibutuhkan saat ini adalah mewakili aspirasi masyarakat kepada pemerintah sehingga tidak akan lagi ada terjadinya demo dan negara dapat berkembang maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun