Mohon tunggu...
Resya Firmansyah
Resya Firmansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Storyteller Yesterday Afternoon

Amatir yang tidak tertarik banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Wajah Sepakbola Indonesia dan Peran Strategis Badan Bank Tanah

26 Januari 2025   23:54 Diperbarui: 27 Januari 2025   00:03 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Wijilan Yogyakarta (Google Maps/ Duanmasbrata)

Meski lapangan-lapangan itu jauh dari standar FIFA, namun tetap berhasil melahirkan pemain-pemain berbakat yang membawa Brasil ke ranking puncak dunia sepak bola. Saat ini, Brasil menempati peringkat kelima FIFA.

Indonesia bisa belajar dari keberhasilan ini. Jika Badan Bank Tanah mampu merealisasikan rencana tersebut, ini bisa menjadi titik awal untuk membangun ekosistem sepak bola yang lebih inklusif.

Witan Sulaeman (Dok Resya Firmansyah)
Witan Sulaeman (Dok Resya Firmansyah)
Saya pernah membaca kisah perjalanan Witan Sulaeman, Rizky Ridho, dan Pratama Arhan sebelum mereka menjadi pesepak bola profesional. Ketiganya lahir dari lapangan kecil di kampung mereka. Ini membuktikan bahwa jika anak-anak diberi fasilitas yang memadai, mereka memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi pemain berkualitas.

Namun, kita juga perlu memahami bahwa fasilitas seperti lapangan hanyalah satu bagian dari ekosistem yang diperlukan. Pengembangan sepak bola yang berkelanjutan membutuhkan lebih dari sekadar ruang bermain. Sistem pembinaan pemain muda yang terstruktur, konsisten, dan terintegrasi adalah kunci untuk mencetak talenta sepak bola yang kompetitif di tingkat internasional.

Kita dapat belajar dari Jerman, yang telah sukses mereformasi ekosistem sepak bolanya setelah kegagalan di awal tahun 2000-an. Dalam buku Das Reboot: How German Football Reinvented Itself and Conquered karya Raphael Honigstein, diceritakan bagaimana Jerman mengembangkan jaringan akademi sepak bola yang berfungsi sebagai pusat pembibitan talenta muda. Akademi-akademi ini tidak hanya fokus pada penguasaan teknik dan taktik, tetapi juga pada pembentukan karakter, mental, dan fisik pemain sejak usia dini.

Hasilnya sangat terlihat. Talenta seperti Thomas Mller dan Joshua Kimmich adalah produk dari sistem tersebut, dan mereka memainkan peran penting dalam kemenangan Jerman di Piala Dunia 2014. 

Mimpi Besar Sepak Bola Indonesia 

Indonesia bisa mengambil pelajaran dari strategi ini. Lapangan sepak bola rakyat yang disediakan oleh Badan Bank Tanah seharusnya tidak hanya menjadi tempat bermain, tetapi juga bagian dari program pembinaan pemain muda yang terintegrasi. Kerja sama dengan sekolah sepak bola lokal, asosiasi sepak bola daerah, dan bahkan institusi pendidikan dapat menjadi langkah awal untuk membangun ekosistem yang mendukung.

Bayangkan jika setiap lapangan yang dibangun dilengkapi dengan program pelatihan usia dini yang melibatkan pelatih bersertifikasi. Anak-anak juga akan belajar teknik dasar, strategi permainan, hingga membangun mental kompetitif.

Pelibatan Asprov PSSI dan masyarakat setempat dalam pengelolaan lapangan bisa menjadi langkah penting untuk mendukung keberlanjutan program ini. Dengan menjadikan lapangan rakyat sebagai pusat kegiatan, kompetisi lokal dapat diadakan secara rutin.

Dari sinilah bibit-bibit unggul dari berbagai daerah bisa teridentifikasi. Melalui kompetisi tersebut, bakat alami dapat bertemu dengan program pembinaan yang tepat, menciptakan pemain yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki mental yang kuat untuk bersaing di level profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun