Berpikir adalah insting manusia, dibekali dengan otak yang super canggih, manusia menjadi spesies paling mulia di atas muka bumi. Lalu hiduplah sekawanan manusia dalam naungan sebuah Negeri yang elok alamnya. Berbagai suku bangsa berkumpul di negeri itu menghimpun kekayaan budaya yang luar biasa. Meskipun terdapat beragam budaya dan adat yang bercampur baur, negeri itu adalah negeri yang damai, nyaris tanpa konflik, drama atau friksi.
Namun ada satu hal yang tak pernah dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di sana, jika seseorang melakukan hal ini akan dianggap aneh dan tak pantas. Hal yang tak patut dilakukan itu adalah ‘bertanya dan mempertanyakan’. Bertanya adalah bukan hal yang melanggar norma dan bukan pula hal buruk, tapi memang di Negeri itu sangat mencintai kedamaian lebih dari apapun, hingga apabila ada yang berupaya merusaknya akan dibenci oleh seluruh Negeri.
Bagaimana mungkin hanya dengan bertanya dapat memecah perang di suatu Negeri? Tentu sangat mungkin, yaitu ketika pertanyaan dapat menciptakan gelombang keresahan yang bergulir pada ketersinggungan atau kehilangan atas sesuatu. Kehilangan keyakinan, tanpa pegangan, tak mendapatkan jawaban, kebingungan adalah mimpi buruk, setidaknya bagi orang-orang di Negeri itu.
Apa yang terjadi bila seseorang mempertanyakan sesuatu di Negeri itu? Tidak, mereka tidak akan dipenjara karena tidak ada hukuman yang akan pengadilan jatuhkan pada mereka. Namun mereka akan dikucilkan, ditinggalkan, dikecam seperti binatang yang mengkanibalkan binatang lainnya yang terlahir lemah dan menjadi beban bagi kawanan. Bertanya adalah dosa social, mangsa empuk bagi sebagian yang nyinyir  yang merasa aman dilindungi moralitas kolektif dengan alasan kedamaian yang persisten.
Bukankan Negeri yang damai adalah idaman semua orang? Tapi  apa jadinya kalau tak ada lagi pertanyaan yang diajukan diatas bumi ini? Kalau benar adalah gravitasi yang menjaga poros planet ini tetap berputar atau benda langit lainnya berada pada posisi semestinya, maka bumi ini akan tetap lestari meski manusia tidak saling bertanya. Kalau benar manusia merupakan hewan, ya.. hewan pun hidup dengan damai dan mereka memang sepertinya tidak pernah bertanya. Apakan benar manusia lebih mulia daripada hewan?
Karena takut, orang-orang di Negeri itu menjadi tumpul, tak tajam lagi pikiran mereka untuk menggali, mencari tau, kritis. Pertanyaan menjadi langka, bukan hanya yang terucap lirih dan menguap sia-sia, bahkan pertanyaan kini enggan untuk mengisi ruang sempit di kepala orang-orang di Negeri itu. Kini anak-anak di negeri itu berkutat pada kemonotonan yang tak pernah rindu inovasi, masa muda tanpa isi pikiran yang liar dan masa tua yang jauh dari bijaksana. Pikiran mereka penuh kesombongan, bahwa diri mereka sudah paling baik, pertahankan saja tak perlu dirubah-ubah, berubah dan bergerak adalah kebodohan. Itu pilihan mereka, tak ada yang salah dengan pilihan, karena pilihan hanya memiliki konsekuensi bukan jawaban.
Negeri yang elok alamnya, santun manusianya, kaya budayanya tengah berjalan mundur karena tidak ada yang lebih baik dari kemarin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H