2023, apa kata kaleidoskop screen time kamu tahun kemarin? Sudah berapa drama korea yang ditonton? Berapa episode reality show di youtube yang sudah dilike comment dan share? Atau berapa banyak konten review dari selebrgam yang disave di instagarammu, belum lagi reels nyeleneh yang bikin nagih? Gak ketinggalan dong video estetik, seru dan ngetrend di Tiktok yang kamu pantengin berulang-ulang pula. Kalau tahun 2018 atau 5 tahun lalu kamu cukup dengan kuota 5 sd 10 GB per bulan, sekarang baru bisa tenang pakai langgalan internet minimal kuota 30 GB per bulan, itupun masih tergantung sama sinyal wifi rumah atau kantor yang lebih stabil.
Tapi kamu yakin 360 GB lebih yang dihabiskan sepanjang tahun ini cuma dipakai buka Netflix, Youtube, IG dan Tiktok? Kalau whatsapp sih sudah kebutuhan primer itungannya,dari fitur chat sampai video call bagi hampir semua pengguna smartphone sudah mendarah daging lahir dan batin, lagipula besar kuota yang dibutuhkan tidak seberapa dibandingkan aplikasi yang disebut tadi.
Lalu, kuota kamu sebanyak itu dipakai apa lagi?
Karena sekarang jamannya online, pasti kaum onlineshopper setuju dong kalau scrolling etalase belanja di shopee, tokopedia, blibli, lazada dan sebagainya itu kalau kata genZ adalah healling level up, alias cuci mata versi upgrade. Semua setuju kalau online shop selain menyenangkan tapi juga lebih efisien karena hampir semua barang bisa kita temukan di toko online, lebih gampang dan murah. Kita buka gadget, masukin kata kunci untuk pencarian, lalu kita langsung disuguhi pilihan barang yang sama, mirip, atau sejenis. Satu dua kali klik lagi besoknya bim salabim ada kurir yang anterin barang itu ke tangan kita.
Selain memanjakan pembeli, online shop juga bikin penjual happy, anggap saja perluasan pemasaran secara otomatis dan gratis, karena pembeli bisa berasal dari sabang sampai merauke, bahkan luar negeri, padahal belum tentu penjual itu yang mengiklankan produknya secara langsung.
Pasar jenis ini sudah mengalami evolusi, para pembeli sekarang bisa menjadi 'staff pemasaran' dari toko online langgananya melalui review baik tulisan, foto, video atau istilahnya disebut affiliator. Bahkan banyak pula pembeli yang tanpa pamrih sengaja atau tidak sengaja mengiklankan produk yang mereka sukai. Bukan cuma penggunanya yang berjubel, dalam pasar online tidak sedikit pula dari mereka yang fanatik.
Rendahnya barrier dalam pasar online ini membuat persaingan semakin ketat. Pembeli yang selalu penasaran menginginkan sesuatu yang lebih seakan sajian ribuan etalase produk siap beli, dan review netizen masih kurang memuaskan. Pembeli dengan jiwa dan semangat bersaing yang tersisa menemukan cara baru, satu lagi bentuk evolusi digital marketing tercipta yaitu live shopping, dan ini viral!
Konsepnya sama dengan cara tukang obat memasarkan produknya di pasar tradisional, tapi dikemas secara daring. Bagi penjual, inilah panggung sesungguhnya, wadah berekspresi menuangkan kreatifitas dan menunjukan keunikan masing-masing. Melihat keuntungan di depan mata, marketplace dengan senang hati menjadi fasilitator.
Cara jualan live ini awalnya marak di media sosial, Instagram dan FB. Dengan memanfaatkan fitur live, penjual menggaet penonton yang berasal dari follower mereka. Transaksi? Tentu masih manual. Experience berbeda yang dirasakan baik penjual maupun pembeli dari live shopping menjadi daya tarik sendiri, banyaknya orderan menjadi saksi. Penontonya? Bisa mencapai ribuan atau puluhan ribu penonton bagi 'penjual superstar'.. dan tidak sedikit yang menyebut diri mereka pelanggan setia, bisa jadi memang langganan membeli produk atau hanya langganan menonton sang penjual beraksi.
Lantas apa sih menariknya liveshopping?
Pertama, pembeli lebih puas meminta review atas produk yang ingin dibeli. Melalui fitur komentar, penonton bisa request kepada 'host' (istilah pewara dalam liveshopping) untuk menampilkan produk secara live. Disinilah host menjadi pemeran utama yang script utama nya adalah menanggapi komentar penonton. Beda lagi dengan host yang jam terbang nya tinggi, komentar penonton bisa diatur2 sesukanya, dusuruh komen 'mau' penontonnya berbondong2 menyerang chatbox tanpa ampun.
Intinya dalam liveshopping, Bentuk, warna, ukuran, tekstur produk yang direview terasa lebih nyata hampir sama seperti memilih barang langsung, bahkan host tidak segan membandingkan produk lain di etalase toko nya untuk membuat calon pembeli bimbang, beli yang pink atau magenta ya? Akhirnya penonton langung CO (close order) keduanya, penjual senang karena cuan bertambah.
Kedua, royalnya marketplace. Untuk lebih menyemarakan suasana liveshopping, provider marketplace memberikan diskon spesial yang hanya bisa dipakai kalau calon pembeli melakukan CO pada saat penjual live, disinilah pembeli merasa beruntung karena diskonnya bisa sebesar 20%, jadi makin sering CO makin untung (menurut rumus Girl Math yaa..)
Ketiga, kalau kita terbiasa dengan reality show di youtube yang melalui proses penyuntingan sehingga konten nya kurang terasa real, beda dengan live. Tayangan liveshopping berjalan tanpa adanya penyuntingan sehingga terkadang kondisi diluar script awal yang direncanakan bisa membuat penonton atau bahkan host nya sendiri harus berimprovisasi. Disinilah kejutannya, kadang kita bisa temukan penjual yang marah-marah, penonton yang berebut, atau request hal aneh dengan dalih review produk dan sebagainya. Jadi drama nya terasa alami dan jujur, bisa disandingkan dengan drama korea.
Apa saja yang dijual di liveshopping?
Apapun bisa dijual, barang baru atau mantan (bekas), barang yang besar atau kecil, alat rumah tangga, makeup, sembako, elektronik, furniture semua bisa, bahkan barang punya orang maksudnya produk toko lain pun bisa dijual kalau mau. Tentunya barang yang dijual itu harus bisa dideskripsikan oleh host, makin berwujud makin mudah dan menarik.
Siapa saja yang bisa melakukan liveshopping?
Semua penjual yang terdaftar dalam marketplace tentunya. Bukan hal yang sulit saat ini untuk membuka toko, cukup 2-3 menit saja. Namun semakin penjual memiliki kredibilitas baik dalam marketplace itu dengan memiliki 'pangkat' tertentu, maka penontonnya akan semakin ramai. Ada beberapa penjual yang memang menjual produknya saat live saja, ada pula yang memang menyediakan etalase untuk seluruh produk jualannya agar bisa dibeli kapanpun bukan hanya saat live. Masing-masing penjual memiliki strategi dalam bisnisnya, apapun itu yakinlah pembeli dan penjual bisa mengambil untung karena kekurangan dan kelebihan nya.
Jadi, apa kamu tertarik juga ikutan liveshopping? mau ikut jualan atau jadi penonton bukan hal yang salah, ini adalah proses evolusi dari e-commerce, kedepannya pasti masih akan ada lagi hal trending lain yang sayang kalau dilewatkan.
Selamat mencoba...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H