Islam berasal dari kata aslama, yuslimu, islaaman yang berarti berserah diri, tunduk, patuh dan taat. Islam bukan sekedar agama secara formal, melainkan ajaran yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keadilan dan bahkan persatuan (keguyuban) di tengah miliaran manusia dengan bermacam budaya dan kepercayaan.Â
Ajaran islam yang diwahyukan kepada nabi dan rasul selanjutnya disampaikan dengan metode diskusi dan surat (Gambar 1) yang mengedepankan dialektika, retorika dan logika, bukan melalui kekerasan apalagi peperangan. Bila dicermati, peperangan pun hanya dilakukan sebagai aksi defensif terhadap penindasan dan pemberontakan, bukan sebagai aksi utama dalam menyampaikan ajaran islam.Â
Gambar 1. Gambaran surat yang dibuat Muhammad SAW kepada Raja Heraklius
Islam sebagai peradaban berkembang sejak tahun 610 M hingga era disrupsi saat ini. Peradaban islam yang dimotori dengan wahyu, hadis nabi serta ilmu pengetahuan telah banyak melahirkan kemajuan dalam bidang teknologi, ekonomi, politik dan lainnya. Di samping itu, berkembang pula gerakan-gerakan maupun pemikiran-pemikiran (ijtihad) yang diniatkan baik untuk menyelesaikan persoalan baru, namun berakhir menjadi sebuah fanatisme.Â
Fanatisme umumnya memiliki konotasi yang negatif karena menurunkan tingkat toleransi, menurunkan tingkat keguyuban dan meningkatkan eksklusivitas. Islam sejatinya mengajarkan toleransi, guyub dan inklusif yang tercermin dari persaudaraan muhajirin-anshar, piagam madinah (Gambar 2) dan fathu makkah.
Gambar 2. Piagam madinah sebagai nasionalisme dan persatuan di abad ketujuh
Kata "partisan" menurut KBBI dapat diartikan sebagai pengikut paham, golongan dan partai tertentu. Maka, islam partisan dapat dimaknai sebagai paham, golongan dan partai tertentu yang berazas islam dengan budaya yang berbeda satu sama lain. Adanya islam partisan sejatinya tidak menjadi masalah, selagi tidak menjadi fanatisme. Islam partisan adalah konsekuensi dari adanya bid'ah-bid'ah. Lahirnya bid'ah-bid'ah ialah keniscayaan karena adanya persoalan-persoalan baru yang perlu dijawab dan dicarikan solusi. Nabi Muhammad tidak pernah menyampaikan bahwa Al-Quran harus dibukukan, kemudian 'Umar bin Khattab berpikir bahwa Al-Quran perlu dibukukan akibat banyak matinya hafizh-hafizh Quran di Perang Yamamah dan pada akhirnya 'Utsman bin 'Affan mewujudkan pemikiran 'Umar bin Khattab. Maka, ushul fiqh (Gambar 3) menjadi keilmuan yang dibutuhkan dalam menjawab persoalan-persoalan yang baru dan menjaga kemurnian ajaran islam.Â
Gambar 3. Buku ar-risalah sebagai kajian dan keilmuan ushul fiqh