Perundungan atau bullying merupakan salah satu masalah serius yang masih terjadi di lingkungan pendidikan. Menurut data UNICEF (2021), sekitar 1 dari 3 siswa di Indonesia pernah mengalami perundungan di sekolah. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada psikologi, kesehatan mental, dan fisik korban, tetapi juga mempengaruhi proses pembelajaran dan perkembangan sosial-emosional siswa secara keseluruhan.
Psikologi anak yang mengalami perundungan seringkali mengalami gangguan emosional dan psikologis jangka panjang. Mereka cenderung mengembangkan gejala post-traumatic stress disorder (PTSD) atau "Gangguan Stres Pascatrauma", depresi, dan kecemasan (Herman, 2015). Selain itu, perundungan juga dapat mempengaruhi perkembangan otak anak, terutama pada bagian amygdala dan hippocampus, yang berdampak pada kemampuan mengatur emosi dan memori (Teicher, 2002). Oleh karena itu, penting untuk memberikan dukungan psikologis dan intervensi yang tepat waktu kepada anak-anak yang mengalami perundungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Pramesti (2023) menunjukkan bahwa perundungan di sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari verbal (ejekan, ancaman), fisik (pemukulan, pendorongan), hingga cyber-bullying melalui media sosial. Dampak perundungan sangat signifikan terhadap korban, termasuk depresi, kecemasan, penurunan prestasi akademik, dan dalam kasus ekstrem dapat berujung pada pikiran untuk bunuh diri (Widayanti & Siswati, 2022).
Menurut studi longitudinal yang dilakukan oleh Pratiwi et al. (2024), faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku perundungan meliputi dinamika keluarga, pengaruh teman sebaya, iklim sekolah, dan penggunaan media sosial. Pelaku perundungan seringkali memiliki riwayat kekerasan dalam keluarga atau kurangnya pengawasan orang tua (Suryani, 2023).
World Health Organization (WHO, 2023) melaporkan bahwa dampak perundungan dapat berlangsung jangka panjang, mempengaruhi kesehatan mental hingga dewasa. Korban perundungan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan mental, kesulitan dalam hubungan sosial, dan masalah penyesuaian diri di masa dewasa.
Program pencegahan perundungan yang efektif membutuhkan pendekatan komprehensif melibatkan seluruh komponen sekolah. Kementerian Pendidikan Indonesia (2023) telah mengeluarkan pedoman pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah yang menekankan pentingnya:
1. Pendidikan karakter dan empati
2. Pelatihan keterampilan sosial
3. Sistem pelaporan yang aman dan terpercaya
4. Keterlibatan aktif guru dan staf sekolah
5. Kerjasama dengan orang tua dan masyarakat