[caption id="attachment_340010" align="aligncenter" width="300" caption="Bising: Alat pengebor tanah"][/caption]
Pembangunan gedung lantai 11 RS Moewardi Jebres (7/8) tetap dikerjakan hingga larut malam dan menimbulkan suara bising. Warga kampung Kandangsapi Jebres merasa terganggu sehingga melayangkan protes kepada pihak rumah sakit.
Pembangunan gedung pencakar langit yang rencananya untuk menambah jumlah kamar rawat inap dan ruang parkir itu dimulai sejak awal bulan Agustus dan tetap dikerjakan malam karena untuk melakukan efisiensi waktu pembangunan.
Kampung Kandangsapi berada di sebelah barat dan hanya berjarak sekitar 75 meter dari lokasi sumber suara merasakan dentuman suara bising dari alat pengebor tanah sehingga mereka merasa terganggu.
Pertemuan warga RT 02 RW 33 pada Minggu (10/8) kemarin menjadi ajang beberapa warga melakukan protes kepada pengurus RW yang tidak melakukan tindakan atas terjadinya gangguan
"Kami selaku pengurus RW 33 Kelurahan Jebres juga sangat keberatan dengan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan malam hari. Padahal dulu ketika sosialisasi warga sekitar akan diberitahukan saat akan memulai pelaksanaan pembangunan, namun sampai saat ini juga tidak dikabari. Dan dulu disepakati juga kalau pembangunan tidak dilakukan malam hari," jawab Ketua RW 33, Drs Sunardi.
Upaya Santun
Menurut Drs Sunardi, warga layak terganggu ketika dimalam hari terdengar suara dentuman karena berbagai sebab; pertama, terdapat YPAB yang merupakan tempat penampungan bayi dan anak kecil. Kedua, ada dua orang warga sedang sakit sepuh sehingga memerlukan waktu istirahat yang cukup. Untuk itulah dalam waktu dekat pengurus RW 33 akan melakukan upaya dialogis kepada pihak kelurahan dan pihak rumah sakit Moewardi.
"RS Moewardi tidak ngowongke warga Kandangsapi. Waktu pembangunan tentu akan memakan waktu yang lama sehingga layak kalau kami mempertanyakan komitmen mereka," protes salah seorang warga, Kasmuji.
Direktur RS Moewardi, Basuki ketika dihubungi melalui ponselnya tidak menjawab.
Sementara, Wakil Walikota Surakarta, H Achmad Purnomo, saat mendapatkan info mengenai keberatan warga tersebut pada waktu Sarasehan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik Surakarta di rumdin Wawali (18/8) menyarankan untuk melakukan upaya-upaya pendekatan dan komunikasi yang santun.
“Wong Solo itu memiliki cara-cara tersendiri dalam menyampaikan masukan, usul maupun kritik. Walau protes keras, namun tetap bisa tersenyum. Mengkritik tapi yang dikritik tidak merasa sakit hati. Coba layangkan surat secara resmi ke Lurah maupun direktur rumah sakit,”saran Achmad Purnomo.
Kota Surakarta sebagai salah satu kota yang tengah berkembang tentu membutuhkan berbagai fasilitas pelayanan untuk warganya dan akan menarik banyak pihak untuk terlibat dalam dinamika pembangunan kota. Tentu dibutuhkan kesepahaman-sepahaman agar tidak menimbulkan gesekan dan benturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H