Perencanaan adalah proses sistematis dalam menentukan tujuan dan langkah strategis yang akan dilakukan untuk mencapainya. Menurut Mulyasa (2019), perencanaan pendidikan mencakup identifikasi kebutuhan, analisis sumber daya, serta penentuan prioritas untuk mencapai tujuan institusi pendidikan.Â
Dalam konteks pengadaan sarana dan prasarana, perencanaan bertujuan untuk memastikan bahwa fasilitas yang disediakan relevan dengan kebutuhan siswa, guru, dan kurikulum yang diterapkan.
Bryson (2018) dalam teorinya tentang strategic planning menekankan bahwa perencanaan strategis harus berbasis analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Dalam pengelolaan sarana prasarana pendidikan, analisis ini digunakan untuk mengevaluasi kekuatan internal, kelemahan, peluang eksternal, dan ancaman yang memengaruhi proses pengadaan fasilitas.Â
Menurut penelitian Wahyuni (2020), perencanaan pengadaan sarana dan prasarana yang efektif memerlukan pendekatan berbasis data untuk menentukan kebutuhan fasilitas secara akurat.
 Hal ini mencakup pengumpulan data terkait jumlah siswa, proyeksi pertumbuhan populasi sekolah, dan jenis fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran. Di sekolah berbasis Islam seperti SMP ITQan, pendekatan ini juga harus mempertimbangkan kebutuhan khusus terkait sarana keagamaan, seperti masjid, ruang tahfiz, dan fasilitas pendidikan berbasis nilai Islami Arikunto (2019) menjelaskan bahwa perencanaan pengadaan sarana prasarana mencakup beberapa tahap:Â
(1) identifikasi kebutuhan,Â
(2) analisis prioritas,Â
(3) penyusunan anggaran, danÂ
(4) dokumentasi rencana pengadaan.Â
Tahap identifikasi kebutuhan melibatkan partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk guru, siswa, dan komite sekolah, untuk memastikan rencana yang dirancang sesuai kebutuhan operasional.
Efisiensi dan efektivitas menjadi prinsip utama dalam perencanaan pengadaan. Efisiensi berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya yang optimal, sedangkan efektivitas mengacu pada sejauh mana sarana yang direncanakan dapat mendukung tujuan pendidikan.Â
Penelitian oleh Rahman dan Putri (2021) menyebutkan bahwa sekolah yang berhasil dalam perencanaan pengadaan sarana biasanya memiliki tim khusus yang mengelola anggaran dan memprioritaskan fasilitas yang memiliki dampak langsung terhadap pembelajaran.Â
Studi oleh Saputra (2022) menunjukkan bahwa keterlibatan stakeholder, seperti guru, orang tua, dan masyarakat, sangat penting dalam proses perencanaan. Di SIT, pengelolaan berbasis komunitas ini mencerminkan nilai-nilai Islami, seperti musyawarah dan tanggung jawab kolektif. Melibatkan stakeholder tidak hanya meningkatkan akurasi perencanaan tetapi juga mendorong dukungan untuk pelaksanaan rencana tersebut.Â
Dalam konteks pendidikan Islam, perencanaan pengadaan sarana prasarana juga harus selaras dengan nilai-nilai Islami. Hal ini mencakup prinsip keadilan dalam distribusi sumber daya, efisiensi sebagai bagian dari amanah, serta orientasi kepada kemaslahatan siswa dan guru.Â
Menurut Syamsuddin (2020), sekolah Islam terpadu dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip ini dalam perencanaan untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pembentukan karakter Islami.Â
Menurut Rahmat dan Lestari (2021) mengidentifikasi beberapa kendala umum dalam perencanaan pengadaan sarana di sekolah, termasuk keterbatasan anggaran, kurangnya pelatihan manajemen, dan minimnya data kebutuhan fasilitas yang valid. Untuk mengatasi kendala ini, sekolah perlu melakukan pelatihan manajemen fasilitas dan bekerja sama dengan pihak eksternal, seperti pemerintah atau donatur.Â
Penelitian oleh Fitriani (2022) tentang SIT di Jawa Barat menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan yang baik selalu dimulai dengan analisis kebutuhan yang mendalam, penyusunan rencana yang terukur, dan evaluasi berkala. Sekolah yang mengintegrasikan teknologi dalam perencanaan, seperti menggunakan sistem informasi manajemen, cenderung lebih efektif dalam merencanakan pengadaan sarana dan prasarana.
Berdasarkan teori dan kajian yang relevan, pengelolaan sarana dan prasarana di SMP ITQan Islamic School dapat ditingkatkan melalui pendekatan perencanaan strategis berbasis data. Pendekatan ini dimulai dengan melakukan analisis mendalam terhadap kebutuhan fasilitas sekolah, baik untuk kegiatan akademik maupun non-akademik, seperti kegiatan keagamaan dan pengembangan karakter Islami.Â
Data ini dapat diperoleh melalui survei kepada guru, siswa, dan orang tua, serta analisis kebutuhan jangka panjang berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah siswa.Â
Melibatkan stakeholder menjadi langkah penting dalam proses perencanaan. Hal ini sesuai dengan prinsip musyawarah dalam nilai-nilai Islam, yang memungkinkan semua pihak memberikan masukan dan ikut serta dalam pengambilan keputusan. Komite sekolah, guru, siswa, dan komunitas sekitar dapat berkolaborasi untuk menentukan prioritas pengadaan fasilitas yang benar-benar dibutuhkan.Â
Dengan begitu, keputusan yang diambil lebih inklusif dan mencerminkan kebutuhan nyata seluruh pihak.
Penggunaan teknologi juga menjadi salah satu implikasi penting. Sistem informasi manajemen sekolah (SIMS) dapat digunakan untuk mempermudah pencatatan dan analisis data terkait pengadaan dan penggunaan sarana prasarana. Dengan SIMS, SMP ITQan dapat memonitor penggunaan fasilitas secara real-time, mengidentifikasi kebutuhan mendesak, dan merencanakan pengadaan secara lebih efisien. Teknologi ini juga mempermudah pelaporan dan transparansi kepada pihak-pihak terkait, termasuk donatur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI