Assalamualaikum Warahmatullahi wabaraqatuh.
Alhamdulillah, saya bisa memberanikan diri untuk menuliskan sepenggal kisah saya di kompasiana.com, dengan tidak bermaksud apa pun sehingga saya harap bisa menjadi contoh bagi yang lain perihal tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Menjadi penulis? Saya memang hobi menulis sejak sd. Apa pun keseharian yang terjadi saya tulis di buku diary. Tapi belum terbesitpun untuk menjadi penulis pada saat itu. Sebagai introver akut, maka hal yang paling mudah untuk mengekpresikan segala rasa yaitu dengan menuangkan dalam tulisan, tanpa harus bicara.Â
Tulisan pertama saya yaitu artikel yang berhasil di tempel di mading smp kala itu. Saya sedikit lupa, kalau tidak salah judulnya, "Siapa bilang matematika itu sulit?" Yang alhamdulillah berhasil menarik perhatian murid yang lain. Tulisan kedua yaitu cerpen. Memang, itu ialah tugas bahasa indoensia, tapi waktu itu Ibu Yayah, selaku guru bahasa Indonesia menyebut tulisan saya bagus dan beliau meminta izin kepada saya untuk menempelkan tulisan cerpen saya ke mading. Walaupun saat SD sempat mengikuti lomba puisi antarsekolah dan berhasil menjadi juara 3 kala itu, tetapi masih belum terpikirkan apapun.Â
Beralih ke SMA, Saya masuh aktif menulis dengan memenangkan beberapa kejuaraan, seperti cipta puisi dan sempat menulis cerpen dan novel keseharian. Tapi sama, pada saat itu saya masih belum terpikirkan untuk menjadi seorang penulis.
Hingga akhirnya Allah menguji kehidupan saya. Jalan kesuksesan saya berkelok, berbeda dengan yang lain. Saya tidak lulus PTN, padahal saya sangat ingin kuliah. Tapi karena terkendala biaya, itu mengharuskan saya untuk gapyear selama setahun dan melanjutkan kuliah di swasta. Awalnya malu karena hanya di swasta, karena tujuan utama saya yaitu melanjutkan di perguruan tinggi negeri atau kedinasan. Tapi faktanya, menjadi juara umum dari jenjng SD sampai SMA tidak menjamin diterima oleh PTN. Tetap saja, takdir di atas segalanya.
Titik balik hidup saya terjadi ketika saya mulai lulus dari SMA. Di mana saya harus kerja di luar kota di saat teman-teman kuliah. Di mana saya harus berjuang menghidupi biaya kuliah saya. Di mana saya harus mencari pundi rupiah untuk membayar biaya semester. Di situ saya tertampar dengan keadaan yang mana masih banyak orang lain yang lebih layak menempuh pendidikan tinggi tetapi mereka tidak bisa.
Saya resign dari pekerjaan saya karena saya berniat kuliah di kampung halaman dengan beasiswa. Tetapi, Allah terus menguji saya dengan nama saya yang tertera di kelas karyawan dan otomatis gugur sebagai pendaftar beasiswa. Dengan bermodal nekad dan yakin, bismillah saya jalani dengan ikhlas.Â
Banyak yang meragukan langkah saya.