Mohon tunggu...
Restika Susanti
Restika Susanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi, Strata 2 Universitas Lampung

Saya merupakan mahasiswi Strata 2 Universitas Lampung, dengan konsentrasi Hukum Keperdataan dan Bisnis. Saya sejak Strata 1 terfokus dengan konsentrasi keperdataan. Saya banyak mendapatkan pelajaran yang sangat memberi saya pengalaman yang banyak terkait dengan keperdataan seperti tentang waris, hibah, perceraian dan dispensasi perkawinan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertimbangan Hakim Menjadi Penentu Dalam Perkara Dispensasi Perkawinan

14 Oktober 2024   19:57 Diperbarui: 14 Oktober 2024   20:11 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/teori-pertimbangan-hukum-hakim.html

Dispensasi perkawinan merupakan mekanisme yang diajukan oleh orang tua di Pengadilan Agama untuk mengizinkan anak di bawah usia minimal pernikahan untuk menikah. Namun, pernikahan dini sering kali menimbulkan dampak negatif baik secara fisik, psikologis, maupun sosial bagi anak. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara dispensasi perkawinan dan apakah pertimbangan tersebut telah mencerminkan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum. Permohonan dispensasi perkawinan sering kali diajukan karena alasan-alasan mendesak, seperti adanya kehamilan di luar nikah atau tekanan sosial dan ekonomi. Namun, pernikahan di usia muda bisa membawa konsekuensi negatif, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana hakim mempertimbangkan permohonan dispensasi ini dan apakah keputusan yang diambil sudah sesuai dengan prinsip keadilan.

https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/teori-pertimbangan-hukum-hakim.html
https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/teori-pertimbangan-hukum-hakim.html

1. Faktor yang Dipertimbangkan Hakim

Hakim dalam berbagai kasus dispensasi perkawinan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti kesiapan mental, kesehatan, dan dampak sosial jangka panjang bagi anak-anak yang menikah di usia muda. Faktor ekonomi dan sosial sering kali menjadi alasan mendesak bagi orang tua untuk mengajukan permohonan dispensasi. Hakim juga memperhatikan situasi darurat, misalnya, ketika calon pengantin sudah hamil di luar nikah, di mana pernikahan dini dianggap sebagai solusi untuk menjaga kehormatan keluarga. Di sisi lain, hakim juga mempertimbangkan perlindungan terhadap anak, terutama dalam kasus di mana perkawinan dapat merugikan masa depan anak secara fisik dan psikologis.

2. Prinsip Keadilan dan Kepastian Hukum

Tidak semua putusan Hakim terkait dispensasi perkawinan mencerminkan prinsip keadilan yang ideal. Dalam beberapa kasus, meskipun dispensasi diberikan, keputusan tersebut belum tentu memberikan perlindungan yang memadai bagi anak-anak yang terlibat. Beberapa putusan hakim menekankan bahwa permohonan dispensasi dapat ditolak jika perkawinan diperkirakan akan berdampak negatif pada masa depan anak. Selain itu, pentingnya kepastian hukum juga diangkat dalam putusan. Hakim diharapkan memutus perkara dengan mempertimbangkan semua bukti dan argumentasi yang diajukan, serta memastikan bahwa keputusan yang diambil memberikan kepastian bagi semua pihak. Dengan demikian, meskipun dispensasi merupakan pengecualian terhadap ketentuan hukum, hakim tetap harus menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan bagi pihak-pihak yang terlibat.

Putusan terkait dispensasi perkawinan tidak selalu mencerminkan keadilan yang ideal bagi anak-anak. Dalam beberapa kasus, dispensasi diberikan berdasarkan situasi darurat atau tekanan sosial, tetapi sering kali mengabaikan dampak jangka panjang bagi anak. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara Pengadilan Agama, Kementerian Agama, dan lembaga perlindungan anak untuk meminimalisir praktik pernikahan dini serta memperkuat perlindungan hukum bagi anak-anak.

Penulis merekomendasikan beberapa langkah untuk memperbaiki mekanisme dispensasi perkawinan di Indonesia seperti Kerjasama Lintas Lembaga: Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, dan lembaga perlindungan anak harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif pernikahan dini dan memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak. Penegakan Kepastian Hukum: Hakim harus lebih teliti dalam mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pernikahan dini dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya adil, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Pendidikan dan Kesadaran Sosial: Upaya peningkatan pendidikan tentang bahaya pernikahan dini perlu ditingkatkan, terutama di daerah-daerah dengan tingkat permohonan dispensasi yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun