Mohon tunggu...
Resti Sari
Resti Sari Mohon Tunggu... Perawat - tie

Penulis amatir, pengkhayal profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kala PDIP dan Golkar Berlomba 'Sumbang' Kepala Daerah Korup

23 Oktober 2018   15:34 Diperbarui: 23 Oktober 2018   15:39 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PDI Perjuangan kian menguatkan dominasinya dalam memuncaki daftar kader kepala daerah terkorup. Selama 2018, partai politik besutan Megawati Soekarnoputri ini, menyumbang tujuh kepala daerah untuk menghuni hotel prodeo. Rupanya, gaji besar yang diterima Presiden RI ke-5 itu selaku 'guru' Pancasila, tak serta merta membuat para kadernya mengamalkan norma-norma yang termaktub dalam ideologi bangsa. Menjadi oposisi atau penguasa, mereka tetap tampil sebagai jawara penyamun uang negara.

Korupsi di negeri ini sudah seperti ketiak ular. Panjang berlanjut, tak ada putus-putusnya. Kemaren gubernur ini yang digelandang ke penjara, esoknya bupati itu yang jadi tersangka. Sejak awal tahun, sudah 18 kepala daerah yang ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Tujuh orang di antaranya berasal dari PDIP, lima dari Golkar, dan sisanya masing-masing satu orang dari Nasdem, Perindo, PNA, Berkarya, serta PAN.

Sejak era reformasi bergulir, PDIP dan Golkar tampak seperti tengah terlibat perlombaan. Keduanya berpacu dalam perebutan sabuk juara partai terkorup di Indonesia. Dari tahun 2002, tercatat telah terjadi 341 kali perkara korupsi yang dilakukan oleh kader dari 12 partai politik. Kader PDIP menjadi jawara dengan menyumbang 120 kasus. Angka tersebut hanya mampu disusul oleh Golkar di posisi kedua dengan dengan 82 kasus korupsi.

2016

Persaingan kedua parpol ini kian sengit dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Kedua parpol ini bersaing mengirimkan kader-kader yang menjabat kepala daerah untuk menjadi pesakitan di penjara KPK. Pada 2016 misalnya,   dari 10 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi, PDIP menorehkan keunggulan dengan menyumbang tiga kader korup ke KPK. Mereka adalah Ojang Sohandi (bupati Subang), Bambang Kurniawan (bupati Tanggamus), dan Taufiqurrahman (bupati Ngajuk).

Sementara Golkar tercatat memiliki dua kader yang diciduk KPK, yaitu Suparman (bupati Rokan Hulu) dan Yan Anton Ferdian (bupati Banyuasin). Namun, di tahun berikutnya, parpol yang berjaya selama Orde Baru ini, mengejar ketertinggalannya dengan tertangkapnya lima kader kepala daerah dalam kasus korupsi. Separuh dari total kepala daerah yang ditangkap KPK pada tahun tersebut, yakni 10 orang. Sedangkan PDIP masih konsisten dengan menambah tiga kepala daerah lagi dalam daftar panjang kader koruptor mereka.

2017

Lima kader korup Golkar yang tertangkap pada 2017 itu adalah Ridwan Mukti (gubernur Bengkulu), Siti Mashita Soeparno (wali kota Tegal), OK Arya Zulkarnaen (bupati Batubara), Tubagus Iman Ariyadi (wali kota Cilegon), Rira Widyasari (bupati Kutai Kartanegara). Sementara tiga kader korup dari PDIP adalah Sri Hartini (bupati Klaten), Eddy Rumpoko (wali kota Batu) dan Mas'ud Yunus (wali kota Mojokerto).

2018

Memasuki tahun 2018, jumlah kepala daerah yang dipakaikan 'rompi oranye' KPK meningkat gila-gilaan. Baru 10 bulan berselang, sudah 18 kepala daerah yang menjadi tersangka. Peningkatan tersebut seiring dengan bertambah banyaknya kader PDIP yang diduga terlibat kasus korupsi, yakni tujuh orang. Sementara itu, giliran Golkar yang kali ini konsisten dengan torehan yang sama di tahun sebelumnya, yaitu lima kader koruptor.

Ketujuh kader PDIP tersebut adalah Marianus Sae (bupati Ngada), Abu Bakar (bupati Bandung Barat), Agus Feisal Hidayat (bupati Buton Selatan), Tasdi (bupati Purbalingga), Syahri Mulyo (bupati Tulungagung), Samanhudi Anwar (wali kota Blitar), dan Pangonal Harahap (bupati Labuhanbatu). Sedangkan dari Golkar adalah Nyono Suharli Wihandoko (bupati Jombang), Imas Aryumningsih (bupati Subang), Ahmadi (bupati Bener Meriah), Setiyono (wali kota Pasuruan), dan Neneng Hassanah Yasin (bupati Bekasi).

Entah apa yang salah dengan negeri ini. Setiap tahun rakyat selalu disuguhi pemimpin yang terlibat skandal korupsi. Jika terus dibiarkan, lama-lama bangsa ini akan binasa. Karena banyak pemimpin yang tak punya nurani, mengejar jabatan hanya untuk ambisi pribadi, menumpuk pundi-pundi kekayaan materi. Sudahlah, mari kita bersama menghentikan semua ini. Jangan lagi berikan suara kepada orang-orang dan partai politik pengusung kandidat korup ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun