Mohon tunggu...
Octorina Respatiningdyah
Octorina Respatiningdyah Mohon Tunggu... Swasta -

Pelancong jalanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata Bangkalan, Gadis Lusuh yang Malas Berdandan

21 Februari 2016   22:52 Diperbarui: 21 Februari 2016   23:29 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disebelah kanan parkiran pesarean Aermata ada jalan kecil menuju pareal penambangan bukit kapur. Jalan kecil menanjak yang hanya cukup untuk satu mobil. Sebenarnya ini adalah areal penambangan batu kapur yang sampai sekarang masih aktif (foto kiri atas). Berbeda dengan Jaddih yang warna bukit kapurnya putih maka disini warnanya berwarna warni. Gradasinya juga lebih bagus. Cocok untuk berfoto ria. Ada tempat parkir,yang dikelola oleh penduduk setempat, untuk mobil dan sepeda motor meski sempit.

Memasuki areal pertambangan ada dua orang pria yang meminta uang masuk Rp.5,000.-/orang.  Ada plang terpasang tapi sepertinya tidak resmi. beberapa orang pengunjung yang orang madura menolak membayar dan nyelonong saja ke dalam areal. Karena tidak mau ribut akhirnya kami bayar tapi kami menolak ditemani berkeliling. Ini adalah modus untuk meminta bayaran lagi. Hati hati.

Awalnya kami ingin mengunjungi tambang kapur Jaddih. Tapi peringatan beberapa orang bahwa arah menuju kesana adalah rawan begal maka kami batalkan. Promosi buruk yang bisa menebalkan stigma yang selama ini sudah melekat.

Bebek Songkem

Dalam perjalanan pulang kami mampir ke Bebek Songkem Pak Salim (foto kanan bawah). Dari arah balik ke Surabaya letaknya disebelah kiri setelah bebek Sinjay yang terkenal itu. Jika bebek Sinjay dibumbu ungkep lalu digoreng maka bebek Songkem dibumbu pedas, dibungkus daun lalu dikukus tanpa air selama 3 jam. Jangan heran kalau berasa bau sangit tapi disitulah khasnya. Bisa dimakan langsung atau digoreng lagi. Menurut saya bumbunya kurang meresap kedalam daging bebek. Ditemani nasi hangat, lalapan dan sambal mangga muda jadilah makan siang yang nikmat. Songkem artinya sungkem atau posisi membungkuk laiknya orang meminta maaf kepada orang tua. Bebek dibentuk pada posisi sungkem ketika dimasak. Pemiliknya mengklaim bebek ini rendah kolesterol karena dalam proses pengukusan tanpa air maka  lemak dan minyak bebek akan berkurang banyak. Bisa dicoba sebagai alternatif pilihan.

Saya berharap pemerintah daerah Bangkalan lebih memperhatikan potensi wisata daerah. Jika sumber daya alam tidak memadai maka pariwisata bisa jadi potensi. Jika suatu tempat sudah menjadi jujugan para pengunjung seharusnya pemda lebih tanggap untuk menangani secara langsung. Sehingga tidak ada lagi oknum oknum yang akan membuat pengunjung enggan datang. Siapkan sarana dan prasarananya. Dulu pantai pantai Lombok juga kotor  tapi sekarang betapa cantik dan bersihnya. Sumber daya manusia juga harus dipersiapkan terutama penduduk sekitar tempat wisata. Jangan sampai mereka malah meresahkan pengunjung, sebagaimana pengalaman saya di pesarean Aermata.

Selain wisata alam pemda juga bisa mengembangkan wisata spiritual. Meski pamor tidak sehebat beberapa tempat di Jawa Timur atau Jogya dan Jawa Tengah tapi bisa jadi alternatif pendapatan daerah. Yang harus dihapus adalah kesan kumuh. Pesarean Aermata sama sekali tidak menunjukkan aura makam tua. Serasa makam biasa yang dihuni para pengemis brutal dadakan.

Bangkalan juga memiliki benteng pertahanan yang dibangun oleh penjajah Belanda yaitu benteng Erfprins. Jarang ada yang tahu bahwa tembok yang dikepung pedagang kaki lima itu adalah tembok bersejarah. Jika dibersihkan bisa jadi objek wisata unggulan sebagaimana benteng pertahanan di Chiang Mai seperti Tae Pae Gate, Cha Puak Gate. Di Chiang Mai sisa reruntuhan tembok dirawat dengan baik. Sangat bersih apalagi berdampingan dengan sungai yang juga bersih berisi ikan besar besar tanpa ada yang pernah berusaha mengambil. Gate ini jadi ikon kota Chiang Mai.

Wisata lain yang bisa dikembangkan adalah pecinan. Di Madura ada 3 kelenteng  salah satunya di Bangkalan. Ini bisa jadi objek wisata dengan tema jejak pecinan di Madura. Akulturasi budaya dan agama bisa dijual setelah dikemas apik. Perayaan Imlek dan Cap Go Meh dengan sentuhan budaya lokal bisa bisa dimasukkan dalam katalog wisata daerah. Letak klenteng yang berdekatan dengan benteng Erfprins memudahkan untuk menjual keduanya dalam 1 paket.

Saya berharap pemda serius mengembangkan potensi daerah ini. Suatu hari nanti jika ada yang bertanya 'Ada apa di Madura?' maka saya bisa dengan bangga berpromosi, sebagaimana saya mempromosikan Lombok setiap kali saya bepergian. Bukan seperti sekarang, dengan garuk garuk kepala, hanya bisa menjawab 'apa ya? rasanya tidak ada apa apa disana'. Kalau Lombok yang dulu sama lusuhnya bisa berbenah dan berdandan cantik tentu Bangkalan dan Madura (umumnya) bisa melakukan hal yang sama. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun