Sy percaya betul pak pejabat itu, walo cm pejabat Kecamatan, mampu membeli handphone termahal. Lebih2 dia merupakan seorang pribumi yang mempunyai beberapa bisnis yang lumayan bagus di daerahnya. Tp entah knp dia tak melakukannya. Mungkin dia ga terlalu ngeh dng pembentukan citra diri, mgkn jg dia merasa sudah cukup dng handphone yg ada; toh fungsinya sama aja. Dia melihat fungsi, bukan gengsi. Sah2 saja juga kan?
Eh teman...namun jngn salah loh. Terkadang benak kita sbg masyarakat umum jg suka aneh. Kalo liat pejabat atau seleb yang tampil sederhana, kita seringkali justru mencemooh mereka, "Seleb gembel," "pejabat susah," "Ga banget tuh politikus, dandanannya mirip bungkus nasi warteg!"Â Well, jangan2, selain krn prestise, kemewahan yg ditunjukan para public figure di dunia nyata jg krn tuntutan atau permintaan masyarakat. Benar?
Maka dalam dunia yang semakin konsumeristik dan materialistik skrng ini sngt ga populer kalo masih bilang "salah" pada orang yang menggunakan kemewahan. Itu krn sikap hidup "bermewah2" merupakan kebutuhan, citra dan permintaan. Jangan melawan arus deh, walau arus itu bnyk kotoran manusianya. Oh my!
Dan di dunia yg demikian msh ada orang seperti pak pejabat tadi; anggap saja dia sebuah anomali, anggap saja dia sebuah keanehan! Jumlah orang2 aneh seperti itu (dan sejenisnya) ga akan banyak; setiap kurun zaman selalu begitu. Mereka adalah orang2 yg terasing yg selalu memberi makan "kualitas" atau "substansi" dlm diri dan kehidupannya. Krn itu sebetulnya mrk jg punya prestise sbg buah dr tindakan dan sikap yg aneh itu. Prestise yg diperoleh dng harga tdk mahal.
Bahan Bacaan:
Joko Santoso, Jalan Tikus Menuju Kekuasaan, Gramedia: 2006.