Mohon tunggu...
RESKY AULIYA
RESKY AULIYA Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pelajar

suka main voly

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membasmi Anemia Pendekatan Inovatif WHO untuk Kesehatan Wanita di Dunia

23 Agustus 2024   09:13 Diperbarui: 23 Agustus 2024   09:22 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan global yang paling krusial, terutama di kalangan wanita usia reproduksi. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin atau jumlah sel darah merah dalam tubuh, yang secara signifikan mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen. Dampaknya sangat serius, mulai dari kelelahan yang berkepanjangan hingga peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan. Secara global, sekitar setengah miliar wanita mengalami anemia, dengan prevalensi tertinggi di Asia Selatan dan Afrika Barat.

Menyadari dampak yang begitu luas, WHO (World Health Organization) telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi prevalensi anemia pada wanita usia reproduksi sebesar 50% pada tahun 2025. Target ini mencerminkan urgensi masalah ini dan pentingnya penerapan strategi inovatif untuk mengatasinya.

Anemia pada wanita umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, yang esensial untuk produksi hemoglobin. Namun, anemia tidak hanya disebabkan oleh defisiensi zat besi. Faktor-faktor lain seperti kekurangan gizi (misalnya, kekurangan vitamin B12 dan asam folat), infeksi kronis (seperti malaria dan infeksi cacing tambang), serta kondisi genetik seperti thalassemia, juga berperan dalam tingginya angka anemia di berbagai negara.

Tantangan utama dalam upaya penanggulangan anemia adalah beragamnya faktor penyebab serta perlunya intervensi yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Di banyak negara, akses terhadap makanan kaya zat besi dan suplemen gizi masih terbatas, terutama di wilayah pedesaan dan komunitas yang kurang mampu. Selain itu, tingginya prevalensi infeksi di berbagai wilayah semakin memperburuk kondisi anemia.

Untuk mencapai target pengurangan anemia yang ambisius, WHO telah merumuskan strategi komprehensif yang berbasis pada bukti ilmiah dan praktik terbaik dari berbagai negara. Strategi ini mencakup intervensi gizi, fortifikasi pangan, distribusi suplemen, serta pengendalian infeksi.

Salah satu pendekatan utama dalam mengurangi anemia adalah melalui fortifikasi pangan, yaitu penambahan zat besi dan mikronutrien penting lainnya ke dalam makanan pokok seperti tepung, garam, dan gula. Fortifikasi pangan telah terbukti efektif di berbagai negara, seperti Vietnam dan Venezuela, di mana kebijakan fortifikasi makanan berhasil secara signifikan mengurangi prevalensi anemia pada wanita dan anak-anak.

Selain fortifikasi, WHO juga mendorong diversifikasi diet sebagai upaya pencegahan anemia. Pola makan seimbang yang kaya akan sayuran hijau, daging merah, ikan, serta sumber zat besi nabati seperti kacang-kacangan, sangat penting untuk memastikan asupan zat besi yang memadai. Pendidikan gizi juga menjadi elemen penting, mengingat banyaknya masyarakat yang belum menyadari pentingnya zat besi dalam pola makan sehari-hari.

Di negara-negara dengan tingkat anemia yang sangat tinggi, distribusi suplemen zat besi dan multivitamin menjadi strategi yang efektif. Suplemen ini biasanya didistribusikan melalui program kesehatan ibu dan anak, terutama selama masa kehamilan dan menyusui, ketika kebutuhan zat besi meningkat secara signifikan.

Contohnya, di India, program suplementasi zat besi yang ekstensif telah membantu mengurangi prevalensi anemia di kalangan wanita hamil. Program ini tidak hanya menyediakan suplemen, tetapi juga mengintegrasikan pemeriksaan kesehatan rutin dan pendidikan gizi, sehingga memberikan pendekatan holistik dalam pencegahan anemia.

Pendekatan inovatif WHO juga menekankan pentingnya pengendalian infeksi dan penyakit yang dapat menyebabkan anemia. Program pengendalian malaria, misalnya, sangat krusial di Afrika, di mana malaria menjadi penyebab utama anemia pada anak-anak dan wanita hamil. Penggunaan kelambu berinsektisida, pengobatan profilaksis, dan penanganan infeksi secara cepat merupakan langkah efektif dalam mengurangi beban anemia yang terkait dengan malaria.

Di beberapa negara, program pemberian obat cacing (deworming) juga menjadi bagian dari upaya pengendalian anemia, terutama di daerah dengan prevalensi tinggi infeksi cacing tambang yang dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan defisiensi zat besi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun