Mohon tunggu...
resitriana
resitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang

Saya seorang mahasiswa di UIN Imam Bonjol Padang dengan prodi Komunikasi Penyiaran Islam. Saya memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Candaan Yang Berlebihan Dianggap Sebagai Gurauan : Saat Itulah Awal Terjadinya Bullying

12 Desember 2024   20:10 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:43 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bullying atau perundungan banyak dipahami hanya dalam bentuk kekerasan fisik. Namun, bullying juga ada terjadi dengan bentuk verbal dalam candaan atau hardikan. Walaupun demikian, banyak menanggap bahwa candaan yang berlebihan seperti menghina fisik adalah suatu hal yang sepele, dan mengelak dengan ucapan " hanya bercanda" Tanpa ada memikirkan bagaimana dampak psikologis penerimanya.

Ada banyak kasus yang menggambarkan betapa sangat seriusnya dampak dari perundungan verbal ini sebanyak 41% siswa di Indonesia pernah mengalami perundungan, lebih tinggi dari rata -- rata negara OECD sebesar 23 % di Indonesia.

Dari semua perundungan yang terjadi secara fisik bermula dari perundungan atau bullying verbal. Bullying ini sangat berdampak serius pada kesehatan mental pada korban, seperti mengalami sulit mempercayai orang, tidak percaya diri, kecemasan yang berlebihan, bahkan memiliki pikiran atau perilaku yang berhubungan dengan bunuh diri, bahkan dampak ini bisa terbawa hingga bertahun -- tahun lamanya.

Dalam momen ceramah di salah satu pondok pesantren di Magelang, Jawa Timur, penceramah guz Miftah membuat candaan kepada penjual es teh tentang jualannya belum habis, lalu melontarkan kalimat olokan kepada seorang pedagang es teh tersebut candaan ini memicu respon emosional para netizen, sehingga netizen mengecam Gus Miftah dan membantu pedagang es tersebut. Karena candaan Gus Mifta tersebut dinilai melukai secara personal.

Sebagai publik figur, apalagi penceramah komunikasi menjadi cara pertama membangun citra dan mempengaruhi publik. Tetapi bercanda yang berlebihan dan tidak tepat dapat menciptakan ketersinggungan atau bahkan memicu konflik. Maka dari itu, seorang pabrik figur harus memahami cara bercanda yang tetap menghormati orang lain.

Perundungan verbal dengan candaan yang berlebihan, hardikan, julukan kasar begitu menyakitkan. Sebuah studi menjelaskan bahwa kata-kata dari seseorang yang meyakinkan ini dapat meninggalkan luka psikologis yang sangat dalam termasuk stres, kecemasan, depresi, bahkan kehilangan percaya diri.

Selain perundungan yang terjadi dari publik figur Gus Miftah, pada sekolah juga ada terdapat perundungan verbal maupun kekerasan fisik. Seperti pada kasus perundungan verbal terjadi di Pasuruan, SMA 4 Kota Pasuruan. Seorang siswa kelas 2 dibully oleh teman - temannya hingga masuk ke rumah sakit jiwa ( RSJ ) dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraij mengungkapkan, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh pihaknya, tercatat hingga September 2024 tercatat ada 293 kasus kekerasan di sekolah dengan terdapat 31 % kasus perundungan dari kasus kekerasan lainnya.

Begitu sangat seriusnya perundungan verbal dan fisik yang terjadi. Untuk memutus perundungan ini hendaklah masyarakat ikut andil dengan meningkatkan literasi komunikasi psikologi. Agar memahami tentang komunikasi empati, asertivitas, dan kesadaran emosional.

Sekolah dan komunitas perlu menyediakan layanan konseling untuk mendukung korban perundungan. Di sisi lain, pemerintah harus hadir dengan regulasi yang lebih efektif untuk menerapkan kebijakan anti-bullying secara tegas, baik di lingkungan pendidikan maupun masyarakat. Perkataan, baik berupa candaan atau ejekan, bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Kata-kata memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan seseorang. Jika digunakan secara tidak tepat, komunikasi dapat menjadi alat yang melukai. Sebaliknya, jika dimanfaatkan dengan bijak, komunikasi dapat menjadi sarana untuk saling mendukung dan memperkuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun