Pada tahun 2008 tepat pada saat krisis keuangan terjadi, Luxemburg mengalami tekanan politik dimana negara tersebut digadang gadang sebagai "Surga Pajak". Tak berhenti dari situ, Luxemburg mendapati banyak kritik diluar negeri mengenai kebijakan pajak dan negara tersebut juga masuk kedalam "list abu-abu" Organization for Economic Cooperation Development (OECD). Menanggapi berbagai masalah pajak tersebut, pada tahun 2010 Amerika Serikat menyusun penerapan Undang-Undang Kepatuhan Pajak Rekening Asing.Â
Dimana yang berarti wajib melakukan tukar informasi di negara-negara yang ingin mempertahankan akses ke pasar keuangan Amerika Serikat. Mendapati hal tersebut, Luxemburg mengambil langkah untuk negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat, dan hal tersebut juga disebarluaskan ke Uni Eropa sesuai dengan hukum Uni Eropa.
Setelah diputuskannya mengenai kerahasiaan perbankan, presentasi sektor keuangan Luxemburg semakin menekan pada "transparansi", dan juga keunggulan-keunggulan atau layanan terbaik untuk ditawarkan daripada berfokus pada tariff perpajakan. Luxemburg juga melakukan perubahan posisi dengan kembali pada pertahanan multilateralisme yang kuat dan juga berfokus pada pengembangan regulasi internasional di sektor keuangan yang tentu juga harus dipastikan "lapangan permainan yang setara".Â
Dalam hal ini pula Luxemburg menolak proposal komisi Eropa untuk pajak seluruh Eropa atas perusahaan teknologi besar, Luxemburg juga berpendapat bahwa mengenai kerangka kerja tingkat OECD agar terhindar dari pemaksaan diri atas kerugian kompetitif. Pemerintah Luxemburg telah menerima segala kritik signifikan dan memahami bahwa cara pembuatan kebijakan hanya dapat dipahami melalui lensa multilateral (Bourbaki, 2016).
Dari segala gejolakan pertempuran politik mengenai perpajakan, pada saat ini Luxemburg telah menjadi salah satu pusat keuangan global. Pada data indeks keterbukaan pasar tahun 2015 yang terdapat di The International Chamber of Commerce (ICC), tercantum bahwa Luxemburg berada pada posisi ketiga tertinggi di dunia. ICC menilai dengan beberapa kriteria seperti perdagangan yang terbuka, kebijakan yang dimiliki, investasi FDI yang terbuka, dan juga infrastruktur yang digunakan (ICC Open Markets, 2015).Â
Berdasarkan data tersebut dapat tergambar negara-negara yang memilih mempercayakan investasi mereka terhadap Luxemburg, dengan adanya pajak yang kompetitif, peraturan yang juga baik untuk investor, maka Luxemburg menjadi salah satu pusat keuangan global yang memadai. Namun ternyata tidak hanya itu, The Legatum Institute melakukan studi mengenai Good Governance pada 142 negara dan Luxemberg berada pada posisi ke enam terbaik (Legatum Prosperty Index, 2015).
Menjadi pusat keuangan global, sebagai salah satu produsen baja terbesar didunia, melakukan transparansi tindak kejahatan dan memberantas korupsi, dan juga sumber daya manusia yang memadai membuat Luxemburg mencapai kemajuan yang signifikan.
Hal tersebut juga ditandai dengan perolehan PDB Perkapita tertinggi. Diambil dari data IMF tertulis bahwa pada tahun 2023 Luxemburg mencapai PDB Perkapita 128,82. Dimana jumlah tersebut merupakan jumlah PDB Perkapita tertinggi. Hasil yang dimiliki oleh Luxemburg tidak semata hanya untuk negaranya saja namun Luxemburg juga menjadi donor di Bank Dunia dan melakukan berbagai kerjasama bilateral dengan negara-negara lainnya seperti Indonesia dan Uni Emirat Arab. Dalam kerjasamanya dengan Indonesia merupakan salah satu penunjang kegiatan perdagangan dan ekspor Indonesia. Hal ini tentunya sangat membantu Indonesia dan negara-negara lainnya.
REFERENCES
Harmsen, Robert., Hgenauer, Anna. (2020, Februari). Luxembourg and The European Union.