Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Posisi Menentukan Prestasi, Berlaku di Tempat Kerja Anda?

4 Februari 2023   15:00 Diperbarui: 5 Februari 2023   05:17 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jabatan tinggi di kantor (Sumber: shutterstock)

Dulu waktu masih jaman kita bersekolah (kecuali kalau Anda memang masih sekolah) pasti setidaknya sekali pernah mendengar ungkapan, "Posisi menentukan prestasi". Entah ungkapan ini muncul dari mana, apakah berdasarkan survei ilmiah, atau hanya berdasar pandangan. Intinya bahwa posisi di mana seorang siswa duduk bisa menggambarkan prestasi anak yang bersangkutan.

Biasanya siswa rajin dan cerdas sering duduk di bangku yang lebih depan, sedangkan semakin kebelakang diisi siswa yang katanya "biasa saja" atau cenderung agak nakal. Mungkin kalau dilihat secara ilmiah, semakin siswa duduk di depan sudah pasti semakin dekat dengan guru. Hal itu membuat penjelasan yang diberikan oleh guru semakin jelas ditangkap dibanding siswa yang duduk di belakang. Tapi bisa juga dibantah, sebuah ruang kelas pasti sudah dihitung untuk bisa menangkap suara guru secara cukup jelas dari segala penjuru meski guru menjelaskan tanpa pengeras suara, betul gak ya?

Tetapi menurut penulis, ungkapan "posisi menentukan prestasi" hasil dari pemikiran yang agak kuno. Karena penulis yakin yang dilihat dan diartikan dari kata "prestasi" adalah secara akademis. Padahal di dunia modern ini, ketika ilmu pengetahuan semakin berkembang. Banyak orang sudah mulai menyadari dan disadarkan jika prestasi tidak seharusnya hanya dilihat dari nilai akademis. 

Setiap anak atau setiap orang ternyata memiliki kecerdasan dan kemampuan lebih di area tertentu dan kurang di area yang lain, setiap orang bisa berbeda. Ada yang cerdas dalam akademis, ada yang dalam softskill, ada juga dalam hal psikomotorik dan yang lainnya.

Jadi siswa yang posisinya di kelas  sering duduk di belakang menurut penulis tidak berarti mereka kurang dibanding dengan siswa yang duduk di depan. Tidak sedikit juga pada akhirnya malah mereka lebih sukses, karena mungkin lebih bisa berpikir kreatif, tidak kaku.

Tetapi sebenarnya yang penulis ingin bahas bukan terkait masa sekolah, melainkan "posisi menentukan prestasi" dalam dunia kerja. Terutama dalam lingkup perusahaan di mana persaingan dunia kerja baik saat mencari pekerjaan dan bahkan ketika sudah bekerja tetap begitu tinggi (persaingannya).

Lalu maksudnya bagaimana? Kita yang saat kerja duduk lebih depan lebih berpotensi untuk memiliki prestasi lebih dibanding yang duduk dibelakang? Bukan, tetapi posisi di sini adalah jenjang karir atau jabatan seseorang dalam bekerja. Jadi maksudnya semakin tinggi jabatan semakin dianggap berprestasi? Itu kan hal yang memang seharusnya dan selumrahnya ya? Ada yang salah dengan itu?

Yang penulis maksud di sini tentang bagaimana seseorang "menjaga" prestasinya, atau lebih tepat lagi menjaga dan mempertahankan karirnya, jabatannya. Masih belum nangkap maksudnya? Penulis buat dalam contoh kasus saja.

Pernahkah Anda temui, ketika dalam bekerja, ada hal yang tidak beres dalam koordinasi yang dilakukan atasan misalnya, yang menyebabkan kesalahan dalam pekerjaan yang dikerjakan tim, tetapi pada akhirnya ketika dievaluasi kesalahan itu menjadi kesalahan anak buahnya. Setidaknya pasti kita yang sudah bekerja pernah menemui atau mendengar cerita dari orang lain.

Fenomena ini akan lebih sering terjadi pada perusahaan yang masih menerapkan sistem kontrol dan evaluasi secara konvensional ya, maksudnya ketika laporan pekerjaan dibuat berjenjang dari bawah ke atas sampai akhirnya laporan final diterima bos. Kenapa bisa terjadi kesalahan atasan berpindah jadi kesalahan bawahannya? 

Sederhana, karena semakin tinggi posisi, semakin seseorang memiliki kewenangan lebih, memiliki akses mengubah laporan untuk menentukan benar salah, dan tentu saja memiliki akses lebih terbuka kepada bos untuk menyampaikan apa yang "menurutnya" benar (walau mungkin tidak benar). 

Hal ini menyebabkan orang-orang yang memiliki posisi tinggi dengan karakter tidak jujur akan dengan mudah mengubah laporan dari yang mungkin seharusnya menjadi kesalahan dan tanggung jawabnya menjadi seolah-olah itu adalah kesalahan dan tanggung jawab anak buahnya. Pada akhirnya anak buah yang mendapat konsekuensi dari masalah itu, bahkan bisa sampai pemecatan, dan yang seharusnya bertanggung jawab? Aman dong ya.

Dalam sistem kontrol perusahaan yang masih konvensional, apalagi perusahaan besar dengan pekerja mencapai ratusan bahkan ribuan, tentu saja direktur atau general manager sebagai pimpinan tertinggi tidak mungkin bisa mengontrol satu persatu bagian dari perusahaan. 

Para manager tertinggi ini hanya akan bekerja dan mengambil keputusan berdasarkan setiap laporan-laporan yang diterima. Kalau laporannya tidak sesuai fakta, selama tidak ada bukti jelas yang membantah laporan itu ya sudah pasti laporan akan dianggap valid.

Celah seperti kasus di atas seringkali menjadi jalan untuk seseorang mengorbankan orang lain (yang posisinya lebih rendah) untuk mengamankan karirnya, mengamankan jabatannya. Memanfaatkan pengaruhnya yang lebih besar kepada atasan.

Seorang pemimpin yang bertanggung jawab akan menghadapi kesalahan yang dilakukan oleh dirinya atau bahkan mungkin kesalahan timnya dan memposisikan dirinya digaris depan untuk bertanggung jawab. 

Tetapi pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan karirnya sendiri akan melemparkan seseorang dari timnya untuk bertanggung jawab. Menjadikan anak buahnya korban atas ketidakcakapan dirinya sendiri.

Siapa sih yang mau karirnya rusak? Pasti setiap orang akan berusaha bekerja dengan baik dan maksimal untuk menjaga karir dan reputasi serta meningkatkannya. Tapi kalau itu dilakukan dengan cara mengorbankan orang lain, mengorbankan anak buahnya sendiri, bukankah itu menjijikan? Atau yang penting perut sendiri tetap kenyang? Jangan-jangan Anda dan saya pernah melakukan itu.

Atau Anda mungkin pernah menjadi korban dalam kasus seperti ini, ya sudahlah ya. Pada akhirnya di dalam dunia kerja pasti ada seleksi alam. Walaupun kadang alamnya tidak adil. Anggaplah perusahaan itu, atau tim itu tidak pantas untukmu, dan yakinlah bahwa nantinya kamu akan mendapatkan tempat dan lingkungan bekerja yang lebih baik.

Bagi kita yang saat ini bekerja, memimpin tim, memiliki anak buah. Ingat bahwa baik diri kita maupun orang-orang yang kita pimpin semuanya memiliki kehidupan yang tetap harus berjalan melalui pekerjaan. 

Kalau memang dalam suatu kesempatan ada kendala, ada kesalahan yang dibuat. Bersikap obyektiflah dalam bertanggung jawab. 

Kalau memang kesalahan karena kita sendiri yang kurang cakap atau mungkin lengah dalam mengkoordinir, ya akui itu dan bertanggung jawablah. 

Bahkan kalau itu kesalahan tim, kesalahan anak buah, bantulah mereka dengan ikut mengambil porsi dalam bertanggung jawab. Karena penulis yakin Anda yang punya posisi lebih tinggi akan lebih berpotensi mendapat pengampunan dibanding anak buah Anda.

Jangan sampai kita menjadi orang yang mematikan kehidupan orang lain, menjadi orang yang mematikan karir orang lain hanya demi mempertahankan karir kita sendiri apalagi ketika itu seharusnya menjadi kesalahan kita sendiri. Jangan karena Anda memilik posisi lebih tinggi, seolah Anda memiliki hak untuk mengatur "prestasi" orang-orang yang memiliki posisi dibawah Anda, mengamankan orang yang anda sukai dan "membuang" orang yang tidak Anda sukai tanpa obyektif terhadap hasil kinerja mereka.

Jadi, apakah "posisi menentukan prestasi" terjadi dalam lingkungan kerja Anda? Atau Anda pernah menjadi korban kasus seperti ini? Atau malah Anda akui pernah menjadi melakukan tindakan seperti ini? Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun