Bahkan andaikata hanya ada 1 orang penganut sebuah keyakinan di negara ini, perlindungan yang sama harus dipastikan diterima asalkan keyakinan bersangkutan telah diakui oleh negara.
Balik lagi kepada kasus kewajiban berjilbab bagi siswi sekolah negeri termasuk bagi non muslim. Dengan adanya perlindungan kebebasan beragama, maka sudah selayaknya aturan-aturan turunan termasuk aturan sekolah (apalagi negeri) juga mengakomodasi dan tidak bertentangan dengan aturan tentang perlindungan beragama.
Maka sungguh tak seharusnya seorang siswa/siswi dipaksa untuk berpakaian sesuai cara berpakaian keyakinan lain yang tidak dia anut. Pemaksaan (dalam bentuk apapun) kepada siswi non muslim untuk berjilbab adalah pelanggaran terhadap kebebasan beragama (termasuk terhadap HAM) begitu juga sebaliknya pemaksaan siswi muslim tak boleh berjilbab juga pelanggaran.
Bahkan jika itu adalah aturan dan kesepakatan awal (entah siswa dan wali bersangkutan menyadari atau tidak), maka aturan dan kesepakatan itu harus dirubah (atau setidaknya diberi pengecualian) demi memberikan pengakuan dan perlindungan kepada penganut keyakinan yang lain.
Bagaimana jika ada siswi non muslim memilih berjilbab? Selama kepercayaan bersangkutan tidak melarang, dan di agama islam tak ada larangan untuk penganut lain berjilbab, maka tidak salah juga. Karena yang harus digarisbawahi adalah tidak ada keterpaksaan.
Begitu juga jika ada siswi beragama islam tidak mau atau belum mau berjilbab, maka menurut penulis tak boleh ada paksaan dan intimidasi juga. Ini berbicara konteks di sekolah negeri, walaupun sekolah swasta sekalipun alangkah baiknya juga menghargai cara berpakaian siswa yang berbeda keyakinan, jika ada.
Mungkin ada yang tidak setuju dengan pernyataan penulis terkait siswi muslim yang tak mau berjilbab dan mengatakan berpakaian tertutup (berjilbab/hijab) adalah keharusan bahkan kewajiban bagi umat muslim. Tetapi apakah dalam ajaran, keharusan itu diterapkan juga bahkan dengan paksaan?
Yang menjadi dasar penulis adalah bila setiap orang mendapat perlindungan sehingga tak boleh ada paksaan. Memaksa adalah bentuk pelanggaran HAM. Berkaitan dengan prinsip agama, penulis tidak akan berbicara lebih jauh karena penulis dalam posisi non muslim.
Kalau memang berjilbab untuk umat (dalam hal ini siswi) muslim adalah wajib bahkan jika dengan paksaan, ya monggo saja. Terapkan saja sesuai ajaran agama. Yang pasti kewajiban itu tak boleh diterapkan bagi mereka dengan kepercayaan yang lain.
Untuk kasus yang muncul di Sumbar ini, sudah seharusnya aturan sekolah dievaluasi dan diganti jika memang tak memberi ruang pengecualian bagi penganut kepercayaan lain. Bahkan dicari jika aturan itu merupakan aturan turunan dari aturan daerah misalnya, maka aturan atasnya pun harus dievaluasi dan bila perlu diganti.
Bagi kepala sekolah dan guru di sekolah bersangkutan, harus dilihat apakah mereka hanya menerapkan aturan yang sudah ada apa adanya atau mereka yang gagal menerjemahkan atau bahkan sengaja menyelewengkan aturan demi kepentingan golongan tertentu.