Berbicara mengenai relasi merupakan sebuah topik pembahasan tiada akhir. Harus diakui bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai sebuah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat menjalani hidup.
Masihkah ada yang percaya jika manusia bisa hidup sendiri tanpa ada peran orang lain seumur hidup? Mustahil, bahkan saat awal kita dihadirkan di dunia saja sudah melalui seseorang yang kemudian kita sebut sebagai ibu.
Didalam perjalanan kehidupan, relasi itu tak terbatas kepada kebutuhan (saling membutuhkan) tetapi juga termasuk cinta. Yah, yang satu ini saya percaya jadi topik paling menarik bagi manusia muda termasuk juga saya sendiri.
Tetapi pada dasarnya semua yang ada di dunia ini memiliki akhir, bahkan dunia ini sendiri suatu saat akan berakhir. Termasuk juga soal cinta, yang satu ini pun juga mempunyai akhir.
Hanya ada dua pilihan soal cinta, berakhir karena dipisahkan oleh maut atau berakhir karena keputusan. Yang terakhir ini yang kita sebut sebagai putus cinta kan.
Ada juga sih banyak kasus cinta ditolak, diri sendiri mungkin juga punya pengalaman. Apakah bisa dikategorikan sebagai putus cinta juga? Ya ndak lah, nyambung aja belum kok sudah putus hehehe.
Masih banyak temen-temen muda yang merasa putus cinta jadi hal yang sangat mengerikan. Sangat benar dan boleh kita anggap mengerikan ketika itu terjadi di pernikahan. Apalagi bagi kita yang meyakini ikatan pernikahan sekali seumur hidup.
Untuk itu kita dituntut untuk menemukan pasangan yang tepat untuk maju ke jenjang pernikahan. Tetapi bukan itu fokus tulisan saya kali ini, didalam proses menemukan itulah kita akan memilih dan memilah, mencoba dan menilai, trial and error.
Jadi kalau kita harus memilih, wajar dong ya jika kita mengubah pilihan saat memang tidak memungkinkan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Berarti putus cinta saat pacaran wajar dong ya? Kenapa ada yang masih merasa menakutkan?
Saya sendiri paham sih kenapa putus cinta dikala berpacaran masih ada yang merasa hal yang menakutkan, mungkin anda pembaca juga paham. Nyatanya perasaan seringkali tak bisa berkompromi dengan logika.
Saat secara akal sehat hubungan yang kita jalani sudah tidak sehat, tetapi rasa sayang dan rasa harus mengikhlaskan bergelut dalam diri. Belum lagi bagaimana menjaga perasaan pasangan untuk tidak hancur atau malah meledak ketika hubungan harus diakhiri dan diikhlaskan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!