Adakah yang langsung teringat dengan potongan lirik lagu yang saya pilih jadi judul diatas? Yeay, lagu yang dinyanyikan oleh bintang cilik Tasya Kamila (sekarang sih sudah dewasa) gubahan dari AT Mahmud.Â
Tapi bukan tentang seluk beluk lagu ini yang saya ingin sharing disini. Bahasan saya dimulai dari sebuah pertanyaan, masih relevan kah lirik lagu diatas dengan kondisi saat ini?Â
Sekitar 8 bulan sudah negeri ini kedatangan tamu tak diundang dan tak diharapkan, sungguh nakal sekali si covid-19 ini. Sudah masuk secara diam-diam, bikin kacau negara orang, disuruh pergi susahnya minta ampun deh.
 Tapi ya Indonesia bukan satu-satunya korban sih, mungkin hampir semua negara (atau setidaknya sebagian besar negara) kedatangan pula tamu yang satu ini.Â
Gausahlah ya bahas negara lain, di negeri kita tercinta ini, ternyata si covid ini merasuk ke semua lini kehidupan. Hampir ga ada satu sektor pun yang tidak menerima dampak. Termasuk juga dunia politik, gegara si covid ini nih abdi negara, politisi, pengamat, aktivis gontok-gontokan siapa bertanggung jawab, apakah usaha yang dilakukan pemerintah sudah tepat, dan sebagainya.Â
Eits, hampir aja jadi tulisan politik, masa libur panjang bahas politik pula. Lha wong politikusnya aja juga lagi liburan kok, ya kan ya kan. Apa malah selalu liburan? Ga tau ah hehehe.Â
Bagi anak-anak, liburan selalu jadi momen yang ditunggu-tunggu. Saya juga pernah jadi anak-anak kok (masa iya lahir langsung segede gaban) , jadi tau lah gimana rasanya.Â
Walaupun kalau sudah libur panjang jadi segera pengen sekolah lagi, ketemu sama teman-teman. Giliran sudah masuk sehari dua hari pengen libur lagi, gitu aja terus sampe naruto jadi member akatsuki. Namanya juga anak-anak.Â
Lha kalau sekarang? Satu semester lebih anak-anak sekolah daring, dari rumah. Untuk SMA/SMK masih mending, masih kelas pakai aplikasi zoom. Masih bisa tatap muka sama guru dan kawan. Yang SD lebih mengandalkan tugas-tugas dari guru dengan orang tua sendiri yang dituntut jadi pengganti guru (ini fakta disekitar saya).
Apa iya anak-anak ini masih bisa membedakan rasanya sekolah dan liburan? Masihkan liburan mereka jadi sesuatu yang ditunggu-tunggu? Jadi sesuatu yang menyenangkan? Membuat hati gembira?Â
Saat liburan memang tugas dari sekolahan juga libur dulu, oke lah dengan ini. Tapi apa punya dampak besar buat psikologi anak untuk bisa merasakan libur yang benar-benar libur?
Ehh pada kenyataannya, ada juga sekolah yang masih memberikan tugas liburan, lhah sekarang apalagi bedanya dengan saat jam sekolah? Sama-sama tugas, sama-sama dikerjakan dari rumah, sama-sama dibimbing orang tua, sama saja dong dang ding dong.Â
Dengan mempertimbangkan segala fakta terkait diatas (widihh jadi formal bener), berarti harus ada peran lebih dari orang tua untuk memberikan liburan yang bener-bener liburan bagi anak-anaknya. Ga cukup orang tua hanya membiarkan anaknya malas-malasan di rumah, lha wong tiap hari ya sudah gitu.Â
Lalu dengan cara bagaimana? Mestinya ada banyak opsi, katakanlah kalau memang kondisi memungkinkan untuk pergi berwisata, boleh lah ya. Cari tempat wisata yang terbuka, punya protokol kesehatan yang baik, setidaknya udara yang berbeda akan menggairahkan kembali semangat anak termasuk juga anda sendiri, membuat semua lebih bahagia.Â
Bagi yang kondisinya tidak memungkinkan untuk berwisata di tempat wisata, kalau masih bisa keluar rumah, ruang terbuka hijau atau taman kota disekitar anda atau bahkan rumah nenek  bisa thu jadi pilihan untuk melepas penat anak dari rumah.Â
Yang lebih parah lagi bagi yang mungkin harus menjalani protokol kesehatan lebih ketat dengan tidak memungkinkan keluar rumah, ya buat suasana rumah berbeda. Bolehlah sesekali mengurangi ketatnya peraturan rumah (kalau ada).
Sebagai contoh, kalau anak terbiasa didisiplin dengan berbagai aktivitas yang teratur, longgarkan sejenak aktivitas itu, biarkan anak bisa memilih apa yang ingin dia lakukan.Â
Andaikan orang tua sangat membatasi kegiatan bermain game, boleh lah sesekali sewa konsol game sehari dua hari, bermainlah bersama dengan anak.Â
Atau kalau masih tidak rela melakukan sesuatu yang "tidak bermanfaat", ya bikin kegiatan-kegiatan yang anak memungkinkan ikut menjalankan, misal mengubah desain letak perabot rumah, menata taman (kalau punya) bahkan mengecat rumah atau membuat gambar-gambar dinding.Â
Seharusnya masih banyak lagi yang bisa dilakukan, saya saja yang belum memiliki anak bisa menyebut sebegitu banyak. Pada intinya, buat suasana hati anak berbeda dari kesehariannya, buat mereka merasa lebih bebas untuk melakukan sesuatu. Jangan terlalu cuek dengan anak anda sama seperti saat dihari-hari kerja.Â
Peran orang tua menjadi yang utama untuk bisa membuat suasana keluarga benar-benar menjadi suasana liburan yang menggembirakan. Tentunya akan berdampak positif pada psikologis semua anggota keluarga untuk bisa kembali menjalani hari-hari produktif menjadi benar-benar produktif.Â
Jangan sampai lagu "libur telah tiba" menjadi tidak relevan lagi didalam keluarga hanya karena orang tua "malas" Berpikir kreatif dan bergerak membawa suasana liburan didalam keluarga dan malah terjebak pada kegiatan yang bersifat sehari-hari.Â
Ketika suasana hati anda yang lelah dengan aktivitas sehari-hari dihadapi oleh suasana hati anak anda yang juga suntuk dengan suasana sehari-hari, niscaya yang muncul hanya emosi-emosi ga penting yang malahan akan merusak hari libur anda dan anak anda.Â
Ingatlah bahwa hati yang gembira adalah obat dan semangat yang patah mengeringkan tulang. Â Lelah, suntuk, bosan, semangat, gembira, kita sendiri yang pilih.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI