Dalam dua gangguan ini, terdapat unsur pembeda dan dapat dijadikan pembanding dalam melakukan diagnosis, yaitu:Â
- Pada gangguan ADHD, gejala utama yang diperlihatkan adalah kesulitan dalam memberikan perhatian, perilaku impulsif, dan hiperaktif, sedangkan pada gangguan Disruptive Mood Dysregulation Disorder gejala utama yang diperhatikan adalah regulasi emosi yang sering dan intens serta diikuti ketidakmampuan dalam mengatur emosi.Â
- Gejala pembanding lainnya dapat dilihat dari durasi dan konsistensinya. Seseorang dengan ADHD, gejala diagnosis harus berlangsung selama enam bulan atau lebih dan secara konsisten, sedangkan pada Disruptive Mood Dysregulation Disorder ledakan amarah terjadi secara sering dan konsisten selama satu tahun.Â
Gejala yang mirip dengan ADHDÂ Â Â
Gangguan ADHD sendiri memiliki gejala yang mirip dengan gangguan Bipolar. Gejala umum pada ADHD dan gangguan Bipolar meliputi kelebihan energi dan penurunan kebutuhan tidur. Gejala khas yang membedakan ADHD dengan gangguan Bipolar pada anak adalah adanya rasa gembira dan elasi mood pada gangguan Bipolar.
ADHD dan gangguan Bipolar pada masa kanak-kanak sulit dibedakan. Orang manik dengan gangguan bipolar ditandai dengan perasaan bahagia atau euforia yang tidak terkendali, berbicara dengan sangat cepat dan antusias, banyak ide namun  sulit berkonsentrasi dan  tiba-tiba memiliki pikiran yang terlalu kuat dan kepercayaan diri yang berlebihan, sedangkan gangguan ADHD ditandai oleh kecemasan yang berlebihan, terutama dalam situasi yang membutuhkan relatif membutuhkan ketenangan. Bergantung pada situasinya, hal ini dapat mencakup jika anak harus tetap duduk, berlari atau melompat-lompat di dalam ruangan, bangkit dari posisi duduk, berbicara terlalu banyak  dan bersuara keras, atau menjadi gelisah dan berputar-putar.
Lalu bagaimana penanganannya?
Penanganan untuk anak ADHD dapat dilakukan dengan Terapi Bermain. Terapi ini berfokus untuk melatih konsentrasi, salah satu caranya yaitu dengan bermain karena kegiatan ini dapat melatih otak sekaligus menyenangkan bagi anak. Contohnya, menyusun puzzle ataupun balok, tebak-tebakan kartu, dan menghubungkan titik-titik. Dengan adanya terapi bermain ini diharapkan anak akan memiliki pengendalian diri yang jauh lebih baik.Â
Obat-obatan juga dapat berperan untuk penanganan ADHD. Obat-obatan sendiri digunakan untuk meningkatkan kemampuan berkonsentrasi. Akan tetapi dalam pemakaian obat-obatan tetap harus diperhatikan karena memiliki efek samping, obat-obatan hanya dapat digunakan jika direkomendasikan oleh dokter dan lewat resep dokter.Â
Berdasarkan kasus self diagnose di atas, tentu terdapat beberapa bahaya yang dapat timbul. Adanya over diagnose dapat membuat seseorang menjadi takut dan khawatir bahwa dirinya memang sudah terkena gangguan tersebut. Over diagnose ini akan berdampak pada mental dan membuat seseorang stres dan membawa pada gangguan yang lebih berat lagi. Saat seseorang memiliki kekhawatiran yang tinggi, tidak jarang pula berdampak pada penanganan dan kesalahan diagnose lainnya. Saat seseorang tidak mendapatkan intervensi yang sesuai, hal ini tentu akan berdampak juga pada gangguan yang dialami. Oleh karena itu, pemberian diagnosis sebaiknya dengan pendampingan ahli atau psikolog agar tidak terjadi miss diagnose.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H