Dunia memasuki masa digital sejak awal abad 21. Dunia digital menawarkan banyak kemudahan dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Digitalisasi dianggap sebagai salah satu bentuk dari kemajuan suatu negara.Â
Semua negara di dunia bergerak menuju ke dunia digital tersebut mulai dari penyimpanan data sampai ke pelayanan publik. Tidak heran dunia digital juga menjadi salah satu wilayah baru yang harus dipertahankan oleh suatu negara.Â
Kedaulatan suatu negara dapat dilihat dari bagaimana negara tersebut menjaga wilayahnya baik yang terlihat secara nyata maupun dunia digital.Â
Kedaulatan negara di dunia maya sering menjadi perdebatan bagi para ahli mengenai perlukah kita menjaga kedaulatan negara di dunia digital atau membiarkan apa yang terjadi di dunia digital termasuk pelanggaran kedaulatan. Indonesia adalah salah satu dari banyak negara di dunia yang memasuki dunia digital dan memiliki banyak masalah untuk menjaga kedaulatan di dunia digital.
Saat ini banyak kejadian pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh aktor non-negara seperti peretas lintas negara yang melakukan pembobolan, pencurian, penyalahgunaan, dan transaksi data dimana hal tersebut sering dibiarkan oleh pemerintah negara Indonesia.Â
Contoh dari kasus tersebut adalah data dari Bank Indonesia yang dibobol oleh organisasi Conti pada 20 Januari 2021 dimana pemerintah masih belum dapat menyelesaikan kasus kebobolan data tersebut dan pada hari ini sekitar 74 GB data dari Bank Indonesia yang bocor ke organisasi tersebut (CNN Indonesia, 24 Januari 2022).Â
Kasus lainnya seperti kebobolan data dari berbagai Rumah Sakit di Indonesia sebanyak 720 GB yang terjadi pada 28 Desember 2021 juga masih belum bisa terselesaikan (Bisnis.com, 7 Januari 2022).Â
Pemerintah Indonesia melalui departemen terkait seperti Kominfo dan Kemenkes hanya dapat mengkarantina alat penyimpanan data saja namun belum dapat mengambil data yang telah bocor tersebut kembali ke negara Indonesia. Hal ini dapat menunjukkan betapa lemah kedaulatan negara Indonesia di dunia digital.
Sebagai perbandingan, ditahun 2019 Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan bahwa tercatat ada sekitar 290 juta kasus terhadap penyerangan siber dimana angka tersebut 20% lebih tinggi dari tahun lalu yang mana diperkirakan Indonesia mengalami kerugian sekitar US$ 34.2 Milliar.Â
Efek dari pandermi Covid-19  ditahun 2020 juga sebagai pemicu terhadap banyaknya kasus serangan siber yang  meningkat drastis mulai dari serangan phising,mailspams, hingga ransomware (Anjani,2021:1) .
Secara politik internasional, peretasan masih menjadi masalah di banyak negara dimana hal tersebut dapat menjadi awal dari tindakan terorisme. Ketika sebuah pemerintahan tidak mampu menjaga dan melindungi data dari serangan peretasan tersebut, pemerintahan tersebut akan dianggap lemah dan dianggap dapat diserang kapan saja selama data tersebut masih dimiliki oleh suatu organisasi.Â