Bukan hanya harga Solarnya yang naik, tapi bisa jadi es batu untuk ikannya juga akan berimbas naik. Bukan hanya nelayan, ojol, dan supir yang terkena dampak, tapi juga masyarakat menengah kebawah yang untuk melakukan aktivitasnya harus menggunakan BBM untuk berangkat kuliah atau kerja. Contohnya bagi yang sekolah naik transportasi umum seperti gojek akan mendapat biaya mahal.Â
Belum lagi buruh yang upahnya belum sepenuhnya pulih akibat Covid-19. Sebenarnya tidak masalah BBM naik tapi seharusnya pendapatan juga harus naik. Memang benar harga per liternya hanya Rp10.000,00 tapi berdampak pada bahan pokok seperti telur, minyak goreng, cabe dan lain-lain yang juga ikutan mahal.
Dampak positif dari naiknya harga bbm adalah
- Mengurangi polusi udara.
- Memilih alternatif sepeda kayuh atau jalan kaki untuk pergi ke sekolah atau kerja.
- Memilih alternatif kendaraan listrik. Namun kita semua juga tahu kalau kendaraan litrik harganya mahal.
Yang membuat kita miris adalah pada saat masyarakat demo mengenai kenaikan harga BBM, justru ketua DPR yang bernama Puan Maharani merayakan ulang tahun di dalam gedung DPR. Padahal tidak seharusnya bersikap seperti demikian jika memang beliau bijak dan bukan seharusnya beliau sebagai ketua apalagi DPR yang harusnya mendengarkan rakyat tapi malah mengabaikan rakyat.Â
Lalu hanya ada seluruh anggota PKS yang keluar ruangan saat sidang berlangsung karena menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena memberatkan masyarakat dan lebih mendukung demo masyarakat di luar. Setidaknya DPR tidak di cap buruk karena beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab.
Saat harga BBM naik, ada pesaing perusahaan Pertamina yaitu perusahaan bensin swasta yang bernama Vivo. Harganya cukup miring yakni Rp8.900,00/liter, yang jelas lebih murah daripada Pertalite. Vivo menjual bensin dengan harga murah bukan tanpa alasan, melainkan karena bensin yang dijual oleh perusahaan Vivo namanya RON 89, sedangkan Pertalite RON 90. Perbedaan antara keduanya adalah karena semakin tinggi angka RON nya, maka semakin bagus untuk mesin.Â
Kebetulan perusahaan Vivo berencana menghabiskan stok RON 89 miliknya, makanya harganya jauh lebih murah dibanding Pertalite. Kalau ditanya saya setuju atau tidak terhadap kenaikan harga BBM, saya jelas tidak setuju karena saya pernah menjadi pengantar barang saat SMA terutama saat Covid yang dimana itu selalu berhubungan dengan BBM.Â
Dan juga berdasarkan orangtua saya yang juga menggantungkan pekerjaan dengan naik transportasi sepeda motor dan juga menjual barang seperti kebutuhan pokok di toko kecil. Terkecuali jika pendapatan juga naik maka tidak masalah harga BBM dan kebutuhan pokok naik. Harapan saya terhadap pemerintah adalah supaya memberikan kebijakan yang worth it dan tanpa merugikan pihak manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H