Kenaikan PPN ini tentu saja berpengaruh bagi kehidupan masyarakat di Indonesia, bukan hanya untuk kaum menengah ke atas saja, kaum menengah ke bawah pun ikut terkena getahnya. Saat ini, daya beli masyarakat Indonesia sudah cenderung lemah, lapangan pekerjaan langka, dan banyak sekali perusahaan-perusahaan yang terpaksa gulung tikar karena keadaan sehingga jumlah masyarakat yang sedang menganggur semakin banyak.
Kenaikan PPN menjadi 12% di tahun 2025 juga kontra produktif dengan pernyataan pemerintah yang mengatakan akan mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Langkah pemerintah untuk menaikkan PPN di masa-masa seperti ini patut dipertanyakan, bukankah kenaikan PPN berarti harga di pasaran juga ikut naik? Padahal kenaikan gaji masyarakat tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok seperti sembako dan tempat tinggal yang nyaman.
Awal Mula Kenaikan PPN dari 11 % menjadi 12%
RUU HPP merupakan RUU usul inisiatif di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Awalnya, RUU itu bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pembahasan RUU HPP sendiri memakan waktu sekitar tiga bulan hingga disahkan di tingkat I pada 29 September 2021. Dengan delapan fraksi partai di DPR menyetujui RUU HPP segera disahkan dalam rapat paripurna, kedelapan fraksi itu yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. Hanya partai PKS yang menolak pengesahan RUU HPP.
Hingga kemudian pada 29 Oktober 2021, Presiden Jokowi menerbitkan UU HPP. Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Jumlah Kenaikan Pajak yang Sebenarnya Konsumen Bayar
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% sedang menjadi topik hangat yang dibahas oleh berbagai kalangan masyarakat, selisih angka ini mungkin terlihat kecil di mata beberapa orang, tapi sebetulnya tidak loh, meski hanya naik 1%, tetapi jumlah pajak yang harus kita bayarkan bertambah hingga 9,09% dari total pajak yang harus kita bayar di tahun 2024! Bagaimana sih cara menghitungnya? Kok bisa hanya 1% tapi malah 9,09?
Nah begini cara menghitungnya ya kawan!
(%) Kenaikan tarif PPN = persentase tarif PPN baru - persentase tarif PPN lama / (prosentase tarif PPN lama) x 100%
= (12% - 11%) / (11%) x 100%
= 1/11 x 100%
= 9,09%
3 Dampak Naiknya PPN Bagi Masyarakat
1. Harga Barang Naik
Meskipun pemerintah menyebutkan bahwa hanya "barang mewah" saja yang dikenakan kenaikan PPN ini, namun nyatanya banyak sekali bahan pokok dan sembako yang terhitung sebagai "barang mewah". Hal tersebut tentu saja membuat harga yang akan dibeli oleh konsumen dapat naik dua kali lipat dibanding harga sebelumnya dikarenakan naiknya harga bahan baku untuk membuat sesuatu. Makanan dengan harga ramah di kantong seperti ayam geprek + nasi seharga 10 ribu rupiah, nasi campur 5 ribu rupiah, atau mie instan penyelamat hidup di akhir bulan bisa saja hilang karena naiknya harga bahan baku.
Kabar buruk bagi teman teman pecinta hiburan seperti film dan musik karena selain makanan dan minuman, harga aplikasi streaming musik dan film akan naik juga per 1 Januari 2025.
2. Daya Beli Masyarakat Menurun
Harga barang barang yang naik tentu saja dapat melemahkan daya beli Masyarakat. Dengan gaji yang segitu-segitu saja, Masyarakat pasti akan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan lebih berhemat lagi untuk dapat survive di kondisi perekonomian sekarang.
Analis kebijakan ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, menjelaskan bahwa, "PPN itu adalah pajak akhir yang dikenakan pada seluruh pengguna, pajak akhir yang dikenakan pada seluruh masyarakat. Ini tidak dikenakan bagi para pengusaha, para pengusaha dapat impact negatif secara tidak langsungnya, yaitu jika daya beli Masyarakat turun, volume produksi barang dan jasa akan cenderung turun. Tapi yang lebih merasakan dampak atas kenaikan PPN itu dalam hal ini adalah Masyarakat."
3. Terjadinya PHK masal
Kenaikan PPN ini adalah sebuah siklus mematikan yang bukan hanya akan dirasakan rakyat kecil, tetapi juga akan dirasakan oleh Perusahaan.
Seperti yang sudah di bahas di poin sebelumnya, kenaikan PPN akan memukul daya beli masyarakat, yang pada akhirnya memaksa perusahaan untuk melakukan penyesuaian operasional. Salah satu langkah yang akan diambil pelaku usaha adalah pengurangan tenaga kerja.
Pengurangan tenaga kerja dapat berarti semakin sedikitnya lapangan kerja yang akan tersedia atau terjadinya PHK masal di Perusahaan atau agensi agar dapat bertahan di kondisi sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H