Mohon tunggu...
Mushlihin Al-Hafizh
Mushlihin Al-Hafizh Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sangat Benci dengan Dosa Sosial __\r\nKontributor http://referensimakalah.com dan http://mushlihin.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi; Pidato Boediono tentang Suara Azan

30 April 2012   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13357808872037265457

[caption id="attachment_178242" align="aligncenter" width="576" caption="Image from maskuleen.blogspot.com/"][/caption] Pernyataan Wakil Presiden yang waktu kampanye capres dan cawapres kemaren sempat diisukan bahwa istri beliau seorang non-muslim, memang mengandung pro dan kontra. “Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Kita semua sangat memahami bahwa adzan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban sholatnya. Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita. Al-Quran pun mengajarkan kepada kita untuk merendahkan suara kita sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjukNya.” Inilah kutipan pidato bapak wakil presiden pada pembukaan Muktamar Dewan Masjid Indonesia di Asrama Haji yang saya kutip dari sini. Tulisan ini sedikit merefleksi pidato yang terhormat Pak Wapres, mudah-mudahan tulisan ini tidak dinilai SARA oleh siapa pun. 1. Apa yang disampaikan pak wapres berdasarkan “keluhan” dari apa yang beliau rasakan. Keluhan tersebut tentunya belum pasti menjadi keluhan orang lain. Apalagi beliau memakai kalimat “barangkali juga dirasakan orang lain”. Kalau toh suara azan menganggu beliau, alangkah hebatnya kemudian mengatur sesuatu yang justru menjadi kebutuhan yang lain. Banyak orang menjadikan azan sebagai penanda dari pekerjaannya. Alarm dari tidur panjangnya, sekaligus pengingat akan kewajibannya. Kalau dikatakan sebaiknya dengan suara merdu, maka akan menjadi sangat subjektif. Semerdu apapun suara orang yang azan tapi kalau yang menilai adalah non-muslim, maka kemungkinan besar akan dinilai tidak merdu dan tidak akan mampu menembus sanubari. 2. Dalam pidato beliau, seakan menganggap azan adalah doa yang harus disampaikan dengan merendahkan suara. Ini bagi saya merupakan kekeliruan besar. Azan adalah panggilan bagi muslim untuk mengerjakan kewajibannya. Panggilan sekaligus mengingatkan akan tibanya kawajiban yang namanya shalat. Meskipun dalam azan mengandung kalimat doa. Silahkan pembaca lihat dalam sejarah azan, dan alasan penunjukan Bilal sebagai tukang azan dalam sejarah Islam. 3. Jika suara azan dikatakan menyentak dan terlalu dekat dan terkesan menganggu, kenapa tidak dibuatkan aturan bagi pesawat yang jika akan mendarat dan mendekati area perumahan penduduk, supaya mengecilkan suara mesin pesawatnya. Bahkan, seorang bayi muslim yang baru lahir, agar diazankan di telinga kanan. Andai bayi bisa diinterogasi, apakah dia tersentakkah???. Secara pribadi saya sangat bersyukur dengan pernyataan MENAG “Untuk masalah pengaturan pengeras suara adzan itu tidak perlulah diatu-atur begitu. Nanti kalau diatur, malah makin “njelimet. Sehingga, tidak perlu harus pemerintah harus mengeluarkan aturan yang mengatur pengeras suara adzan seperti itu. Jangan-jangan nanti malah pengeras suara untuk demo juga harus diatur. Jadi semakin aneh kan kalau ada aturannya,” (sumber). Perbedaan beragama dan perbedaan memahami agama sebaiknya jangan dibawa kepada masalah keinginan apalagi keinginan pribadi. Mari menghormati mayoritas dan meghargai minoritas. Masalah negara sangat banyak bahkan yang berkaitan dengan Dewan Masjid Indonesia sekalipun. Salam kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun