Gimana rasanya setiap ada yang bilang "Ini malam satu suro lho?" bulu kudu pasti langsung berdirikan deh. Seperti saya saat ibu bilang hari ini malam satu suro, langsung deh breng bulukukudu saya berdiri. Gak tau kenapa kayaknya malam itu terasa gimana gitu.....Ternyata benar juga menurut  mitos yang berkembang.
Satu suro atau satu muharram Tahun baru Hijriyah dalam kalender islam yang menjadi mitos bahwa malam satu suro adalah malam yang di percaya sakral, yang saya tau bahwa berbagai kegiatan yang beragam di masing masing daerah seperti di kota Yogyakarta yang tentunya tidak pernah lepas dari keberagaman tradisi yang melekat dari zaman penyebaran islam masuk ke wilayah Indonesia.
Nah kali ini saya berkesempatan lagi ke kota masa kecil saya yaitu di kota Jogyakarta, sengaja saya mengunjungi kota ini selain tujuannya menengok ibu juga karena penasaran dengan ritual malam satu suro. Ritual tersebut disebut ritual topo bisu m ubeng Benteng. Maklum lah, dari kecil tidak pernah di ajak pergi tengah malam apa lagi di malam satu suro ini, udah gedenya malah jadi penasaran kan?Â
Malamnya mendekati puncak acara saya  di temani suami yang juga penasaran berangkat menuju Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyaksikan rangkaian kegiatan Tapa Bisu Mubeng Benteng yang berarti  berjalan tanpa berbicara. Bukan cuma tanpa bicara tapi yang ikut juga berjalan tanpa alas kaki.Â
Acara dimulai dengan mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta sejauh 3km pada tengah malam pukul 00.00. Konon ritual seperti ini rupanya kegiatan tersebut sudah ada sejak zaman kepemimpinan Sri Sultan HB II. Maksud dari ritual ini adalah agar di beri perlindungan dan keselamatan kepada Allah swt.
Malam satu suro yang bertepatan dengan malam Tahun baru islam ini juga dan bermaksud supaya masyarakat yang ikut melaksanakan kegiatan tersebut berkaca pada diri sendiri  atas apa yang di lakukanya selama setahun penuh dan kedepanya agar berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi selalu mawas diri dan sedalu Eling(Ingat) kepada Allah swt. Sungguh ritual yang penuh makna ya?
Adapun yang melaksanakan Tapa Bisu Mubeng Benteng tersebut pada umumnya di lakukan oleh para abdi dalem kraton yang berpakaian adat pranakan. Di ikuti ratusan masyarakat Yogyakarta yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut termasuk saya, walaupun saya mengikuti dari belakang menggenakan kendaraan "hehehe".Â
Banyak juga wisatawan Lokal dan Interlokal yang penasaran dan ingin menyaksikan kegiatan tahunan ini, mereka yang penasaran sudah bersiap di pinggiran jalan yang akan di lalui rombongan yang sering di sebut kirab. Â Secara resmi sebenarnya pihak keraton tidak melaksanakan kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut hanya di lakukan oleh para abdi dalem Keprajan dan Punokawan yang mengabdi di Keraton dan di pimpin oleh Sri Sultan HB. Ritual ini dilakukan dengan berbagai tata acara sebelum kegiatan Mubeng Benteng berlangsung seperti Kidung berbahasa jawa dan pembacaan macapat.
Tidak hanya itu ternyata kegiatan tahun baru islam di kota yang terkenal akan kaya budaya nya ini, masih ada kegiatan yang di nilai sakral lainnya seperti Ngumbah Pusaka(Membersihkan Keris dan juga kereta kencana) dan Nguras Enceh (Gentong air di makan Raja Imogiri) di setiap bulan soro nya.
Jogjakarta, 21-09-2017